Bantuan Dana dari Kemenhub Disetop, Nasib Trans Metro Dewata Bali di Ujung Tanduk

Kawasan Bali masih membutuhkan transportasi umum untuk mengurai kemacetan. Namun, sokongan bantuan dana membuat upaya tersebut bisa tertahan.

oleh Arief Rahman H diperbarui 31 Des 2024, 20:15 WIB
Diterbitkan 31 Des 2024, 20:15 WIB
Bantuan Dana dari Kemenhub Disetop, Nasib Trans Metro Dewata Bali di Ujung Tanduk
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) miris melihat ketidakjelasan nasib transportasi umum di Pulau Dewata, Bali. (Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) miris melihat ketidakjelasan nasib transportasi umum di Pulau Dewata, Bali. Lantaran, bantuan dana Kementerian Perhubungan untuk Trans Metro Dewata habis 31 Desember 2024.

Ketua MTI Wilayah Bali, I Made Rai Ridharta mengungkapkan kekhawatirannya. Menurut dia, kawasan Bali masih membutuhkan transportasi umum untuk mengurai kemacetan. Namun, sokongan bantuan dana membuat upaya tersebut bisa tertahan.

"Untuk mengoperasikan TMD didukung pembiayaannya oleh Kementerian Perhubungan dan akan berakhir 31 Desember 2024. Kelanjutan operasional TMD diharapkan dapat diteruskan oleh pemerintah daeha (provinsi kab/kota) di wilayah Sarbagita (Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan)," kata Made Rai dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

"Menjelang berakhirnya dukungan pembiayaan dari Kementerian Perhubungan dan belum jelasnya pembiayaan untuk melanjutkan operasionalnya, menjadikan TMD berada di ujung tanduk," ia menambahkan.

Dia mengatakan, belum ada kejelasan kelanjutan layanan Trans Metro Dewata itu. Apalagi, kata dia, belum ada kejelasan dari otoritas di bidang transportasi untuk menopang biaya operasionalnya.

"Pemerintah daerah di Sarbagita hingga saat ini belum memberikan keterangan, kepastian dan jaminan untuk keberlangsungannya. Sementara itu Kementerian Perhubungan juga belum memberikan pernyataan resmi tentang operasional Trans Metro Dewata pada tahun 2025. Dampak dari situasi ini telah terlihat dengan jelas," tuturnya.

Made Rai mengisahkan perjalanan TMD di Bali yang diluncurkan pada 2020. Koridor pertama meluncur di September 2020 dan ditambah jadi 2 koridor pada penghujung tahunnyang sama. Hingga 2021, ada 4 koridor yang dilayani dengan total penumpang 1,8 juta atau tingkat keterisian mencapai 30,27 persen.

Selanjutnya pada 2022 dioperasikan 5 koridor dan berhasil mengangkut 2,39 juta orang dengan load factor mencapai 37,31 persen. Sepanjang 2023 TMD Bali mengangkut 2,07 juta orang dengan load factor 38 persen. Angka ini menunjukkan kenaikan minat masyarakat menggunakan angkutan umum.

Harapan Pengguna

Made Rai mengungkapkan para pengguna TMD yang tergabung dalam komunitas Teman Bus TMD dari berbagai golongan dan kalangan sangat berharap TMD tetap dioperasikan. Lantaran, mereka sudah sangat tergantung dengan layanan TMD untuk kegiatan perjalanannya sehari-hari. 

 

 

Pakai Transportasi Umum

"Para pengguna telah berusaha untuk memberikan pesan-pesan melalui gambar, video dan kalimat-kalimat bahwa TMD adalah sebuah layanan yang sangat bermanfaat," ucap dia.

Made Rai menyebut ada pihak yang seakan tak senang dengan transportasi umum itu. Misalnya yang menyoroti efektivitas anggaran ketika seringnya layanan tersebut terlihat kosong.

"Memang dalam perjalanannya terdapat pihak-pihak yang memandang TMD secara sinis dengan kerap mengatakan menghambur-hamburkan uang, bus sering kosong dan membuat macet dijalan. Namun kenyataannya, sekalipun load factornya masih cukup rendah, karena konektivitasnya belum lengkap, tetap saja TMD menjadi primadona dan sesuatu yang selalu dinanti," tutur dia.

Ratusan Ribu Orang Bali Pakai Transportasi Umum

Dia mencatat, dengan operasional transportasi umum itu di 6 koridor, mampu mengalihkan ratusan ribu orang dari kendaraan pribadi. Dengan kata lain, kemacetan di jalanan Bali bisa terurai.

"Setidaknya, dengan 6 koridor yang dilayani dan menghabiskan anggaran Rp 80 Miliar per tahun, telah mampu memindahkan orang yang awalnya menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum," kata Made Rai.

"Sedikitnya terdapat hampir 200.000 penumpang setiap bulan atau 6.400 orang setiap hari emnggunakan angkutan umum. Jumlah ini hanya diperoleh dari 6 koridor saja yang sejatinya belum menghubungkan semua wilayah Sarbagita. Bisa dibayangkan bagaimana jika koridornya semakin lengkap, diyakini jumlah pengguna akan semakin banyak," pungkasnya.

 

 

Jokowi: Transportasi Umum Indonesia Masih Kalah dari China

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut bahwa Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal infrastruktur transportasi umum jika dibandingkan dengan China.

Menurut Jokowi, saat ini Indonesia memang telah memiliki Kereta Cepat yang dinamakan Whoosh Jakarta-Bandung. Whoosh adalah Kereta Cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara dengan kecepatan rata-rata 350 km/jam.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini telah resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 dan kini sudah dapat dinikmati oleh masyarakat umum.

Namun, panjang lintasan kereta cepat yang mencapai 148 kilometer (km) masih jauh dibandingkan dengan panjang lintasan kereta cepat di China yang mencapai 28.000 kilometer.

"Kereta cepat juga sudah dibangun dari Jakarta ke Bandung. Hanya 148 kilometer, itu pun ramainya bertahun-tahun. Di China sekarang sudah memiliki kurang lebih 28.000 kilometer kereta cepat, kita 148 kilometer. Artinya, stok infrastruktur kita masih jauh tertinggal dari negara yang tadi saya sebut," kata Jokowi dalam CEO Forum yang diadakan di IKN, Jumat (11/10/2024).

Peluang Berkembang

Kendati demikian, Jokowi menilai bahwa infrastruktur transportasi umum di Indonesia sudah berkembang cukup pesat. Di Jakarta, sudah dibangun MRT dengan jalur yang telah beroperasi sepanjang 15,7 km, menghubungkan Stasiun Lebak Bulus dengan Stasiun Bundaran HI.

 

 

Deretan Proyek Transportasi

Saat ini, Pemerintah juga melakukan pembangunan MRT Fase Timur-Barat. Pembangunan fase pertama sepanjang 24,5 kilometer ini dimulai dari Tomang, Jakarta Barat hingga Medansatria, Bekasi.

"Transportasi massal karena keruwetan di Jakarta dan Jabodetabek, dan mungkin juga Bandung, kita sudah memulai membangun MRT yang sudah berjalan, meskipun baru dari utara, dari Lebak Bulus ke HI. Kemudian dalam proses dari HI ke kota dan nantinya sampai ke Ancol," ujarnya.

Untuk pendanaan, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang telah memberikan pinjaman senilai JPY 140,699 miliar atau setara Rp 14,52 triliun (kurs Rp 103,21) kepada Pemerintah Indonesia. Pinjaman ini digunakan untuk mendanai proyek MRT Jakarta koridor Timur-Barat Fase I Tahap I.

Selain MRT dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Indonesia juga telah memiliki LRT. Meskipun pengoperasiannya masih terbatas untuk kawasan Jakarta menuju Bekasi, transportasi tersebut menjadi opsi lain bagi masyarakat Jakarta yang hendak melakukan perjalanan ke Bekasi dan sekitarnya.

"LRT juga sudah kita bangun, meskipun baru dari tengah kota Jakarta menuju Cibubur dan Bekasi. Yang lain-lain sayapnya masih dalam proses dan nanti akan dibangun," pungkasnya.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya