Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan stabil dengan disinflasi yang berkelanjutan di tahun 2025.
Perkiraan itu akan dirilis dalam Prospek Ekonomi Dunia IMF pada 17 Januari mendatang.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip Channel News Asia, Selasa (14/1/2025) Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan kepada wartawan bahwa ekonomi Amerika Serikat berjalan sedikit lebih baik dari yang diperkirakan, meskipun masih ada ketidakpastian yang tinggi seputar kebijakan perdagangan Presiden terpilih Donald Trump yang menambah hambatan pada ekonomi global dan mendorong suku bunga jangka panjang lebih tinggi.
Advertisement
Dengan inflasi yang bergerak mendekati target Federal Reserve AS, dan data yang menunjukkan pasar tenaga kerja yang stabil, The Fed dapat menunggu lebih banyak data sebelum melakukan pemotongan suku bunga lebih lanjut, menurut Georgieva.
"Secara keseluruhan, suku bunga diperkirakan akan tetap agak lebih tinggi untuk beberapa waktu," ungkapnya.
Sebelumnya, IMF pada Oktober 2024 memprediksi ekonomi global akan tumbuh stagnan 3,2 persen di 2025.
Bagi negara-negara maju, pertumbuhan ekonomi 2025 diprediksi berada pada level 1,8% serta bagi negara-negara emerging market dan developing economies diproyeksikan pada 2025 berada pada level 4,2%.
Sementara itu, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 5,1% tahun ini.
Dalam unggahan resmi akun Instagram @the_imf pada 29 Desember 2024 lalu, IMF menyebut Indonesia berhasil melakukan transformasi ekonomi dengan luar biasa pada dua dekade terakhir.
IMF juga menilai, Indonesia berhasil meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) empat kali lipat dan menurunkan tingkat kemiskinan sepuluh kali lipat selama dua dekade terakhir.
"Hal ini mengafirmasi keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan fundamental ekonomi untuk tetap kokoh dan sekaligus memberikan sinyal bagi dunia untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan yang baik bagi investasi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam tanggapannya terhadal unggahan IMF.
Ekonomi Negara ASEAN Paling Cuan dari Geopolitik dan Perang Dagang AS-Tiongkok
Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa Asia Tenggara (ASEAN) kini menjadi pemenang ekonomi dari meningkatnya ketegangan geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat, meskipun adanya risiko dari fragmentasi.
Melansir CNBC International, IMF dalam laporan Prospek Ekonomi Asia-Pasifik menilai kawasan tersebut telah lama diuntungkan oleh globalisasi selama beberapa dekade, membangun hubungan dagang yang kuat dengan Tiongkok dan Amerika Serikat, dua negara ekonomi terbesar di dunia.
Meskipun ketegangan AS-Tiongkok telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, menurut IMF, negara ASEAN telah beradaptasi dan terus berintegrasi dengan ekonomi global.
"Meskipun ada ketegangan geopolitik, ASEAN terus memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan Tiongkok dan AS," kata laporan itu.
Data dari IMF menunjukkan bahwa sejak tahun 2018, ekonomi ASEAN telah meningkatkan pangsa pasar mereka atas impor Tiongkok dan AS, dengan negara-negara adikuasa tersebut menyerap bagian yang lebih besar dari nilai tambah kawasan tersebut.
Investasi langsung asing dari kedua negara juga meningkat di ASEAN.
"Kawasan ini bahkan mampu memanfaatkan peluang pengalihan perdagangan yang disebabkan oleh ketegangan perdagangan AS-Tiongkok," tambah IMF dalam laporannya.
Analisis empiris IMF juga menunjukkan bahwa beberapa negara ASEAN telah melihat ekspor produk yang menjadi sasaran tarif Tiongkok atau AS tumbuh lebih cepat daripada ekspor lainnya.
Ditambahkannya, bahwa ASEAN telah melihat peningkatan ekspor barang-barang yang dikenakan tarif ini ke negara-negara di luar Tiongkok dan AS, yang menunjukkan bahwa ASEAN tidak hanya diuntungkan dari pengalihan perdagangan tetapi juga mewujudkan skala ekonomi.
Perdagangan antara anggota serikat politik dan ekonomi juga meningkat, menurut laporan tersebut.
Advertisement
Jadi Peningkatan Pasar ASEAN
Secara keseluruhan, IMF mengatakan tren ini telah berkontribusi pada peningkatan pangsa ASEAN dalam investasi langsung asing masuk, ekspor dunia, dan nilai tambah global.
Namun, lembaga keuangan tersebut mencatat bahwa keuntungan dari tarif Tiongkok-AS belum menghasilkan ekspor keseluruhan yang lebih kuat untuk semua anggota ASEAN.
Sementara beberapa anggota, seperti Vietnam, mengalami pertumbuhan ekspor yang kuat dibandingkan dengan rata-rata global sejak 2018, pertumbuhan ekspor melambat di negara lain, seperti Thailand, atau mandek, seperti dalam kasus Filipina dan Singapura.