YLKI: Tarif Cukai Minuman Berpemanis Idealnya di Atas 20%

Kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) dimaksudkan mampu mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Jan 2025, 17:30 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2025, 17:30 WIB
Minuman Berpemanis Bukan Faktor Penyebab Sakit Ginjal
Lebih cermat mengenali produk yang kita konsumsi dengan mencari informasi teruji, minuman berpemanis bukan penyebab sakit ginjal kronis... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berencana menerapkan kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada semester II tahun 2025.

Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merekomendasikan agar pemerintah menetapkan tarif cukai lebih dari 20% untuk mencapai efektivitas yang lebih baik.

"Harapannya, dengan adanya kenaikan harga, konsumen akan lebih mempertimbangkan pembelian produk berpemanis dan beralih ke minuman rendah atau tanpa gula," kata Staf Penelitian YLKI, Rafika Zulfa, kepada Liputan6.com, Rabu (22/1/2025).

Penerapan Cukai: Dampak pada Daya Beli dan Konsumsi

Rafika menjelaskan bahwa tarif cukai yang tinggi dapat memicu perubahan perilaku konsumen. Dengan harga produk berpemanis yang lebih mahal, masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih minuman yang sehat.

Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa penerapan tarif cukai rendah mungkin tidak cukup efektif untuk mengubah perilaku konsumsi.

"Jika tarif cukai terlalu rendah, kenaikan harga tidak akan terasa signifikan sehingga masyarakat tetap mengonsumsi produk berpemanis. Sebaliknya, tarif yang lebih tinggi akan mendorong konsumen berpikir ulang sebelum membeli," jelas Rafika.

Meski belum ada penelitian yang secara langsung menunjukkan dampak kebijakan ini terhadap daya beli konsumen, Rafika optimis bahwa kebijakan cukai dapat meningkatkan produktivitas masyarakat.

"Dengan pola konsumsi yang lebih sehat, derajat kesehatan masyarakat akan meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif pada produktivitas," tambahnya.

 

Edukasi dan Sosialisasi sebagai Kunci Implementasi

Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan
Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan. Foto: Ade Nasihudin.... Selengkapnya

YLKI juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi untuk mendukung keberhasilan kebijakan ini. Berdasarkan survei YLKI pada 2023, pemahaman masyarakat terhadap isu cukai MBDK masih rendah. Namun, setelah diberikan edukasi, mayoritas responden mendukung penerapan cukai pada minuman berpemanis.

"Pemerintah perlu mengimbangi regulasi dengan edukasi yang menyeluruh. Dengan pemahaman yang baik, konsumen akan lebih sadar memilih produk sehat bahkan tanpa dorongan kebijakan," ujar Rafika.

Edukasi yang baik tidak hanya membantu konsumen memahami risiko kesehatan akibat konsumsi gula berlebih, tetapi juga mendorong mereka untuk beralih ke produk alternatif yang lebih sehat.

"Ketika konsumen memiliki kesadaran yang baik, mereka akan lebih cermat dalam memilih produk. Ini membantu kebijakan cukai berjalan lebih efektif," pungkasnya.

 

Substitusi Produk dan Kesadaran Konsumen

Cukai Minuman Berpemanis Bakal Pangkas Penjualan
Pemerintah tengah mengkaji pengenaan cukai bagi minuman berpemanis dengan kisaran harga Rp 1.000-Rp 3.000.... Selengkapnya

YLKI berharap kebijakan ini akan memicu substitusi produk di kalangan konsumen. Dengan harga yang lebih tinggi, konsumen yang sebelumnya gemar membeli minuman berpemanis diharapkan beralih ke produk rendah atau tanpa gula.

Konsumen yang memahami pentingnya pola makan sehat akan lebih selektif tanpa perlu paksaan dari kebijakan.

"Kesadaran ini dapat menjadi kunci perubahan pola konsumsi masyarakat dalam jangka panjang," tutup Rafika.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya