Siap-Siap Suku Bunga Acuan BI Turun Lagi, Kapan?

Dalam mengambil keputusan mengenai penurunan suku bunga, Bank Indonesia memperhatikan tiga faktor utama

oleh Tira Santia diperbarui 24 Jan 2025, 20:10 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 20:10 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur BI dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11 /2024). (Tira/Liputan6.com)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Dewan Gubernur BI dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11 /2024). (Tira/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengungkapkan ruang untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (DRRR) masih terbuka lebar pada tahun 2025.

Sebelumnya, berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 Januari 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%.

Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental untuk mengendalikan inflasi dalam sasarannya, dan perlunya upaya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.

Lanjut, Perry menjelaskan, bahwa dalam mengambil keputusan mengenai penurunan suku bunga, Bank Indonesia memperhatikan tiga faktor utama yakni perkiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nilai tukar. Ketiga faktor ini saling berkaitan dan mempengaruhi langkah kebijakan moneter yang akan diambil oleh BI.

"Dalam menentukan BI Rate kita akan melihat bagaimana, satu, perkiraan inflasi ke depan. Kedua, bagaimana kita melihat tujuan bersama mendorong pertumbuhan supaya 5,2% tahun ini bisa tercapai. Ketiga, kami melihat stabilitas nilai tukar. Tiga hal itu utamanya kita lihat," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Dasar Pertimbangan

Adapun pertimbangan pertama, adalah inflasi yang diperkirakan tetap rendah. Bank Indonesia memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir tahun 2024 sekitar 2,7 %, dengan inflasi inti yang diperkirakan berada di angka 2,6%.

Inflasi yang terjaga ini akan memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, tanpa harus khawatir akan lonjakan harga yang bisa mengganggu daya beli masyarakat.

"Dari pertimbangan ini kenapa ruang penurunan suku bunga itu terbuka," ujarnya.

Pertimbangan kedua adalah mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dan Bank Indonesia bersama-sama berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar mencapai target 5,2% pada tahun 2024.

Dalam konteks ini, penurunan suku bunga dianggap dapat memberikan stimulus tambahan bagi sektor riil, mendorong investasi, serta memperkuat konsumsi domestik.

"Kami semua dari fiskal, moneter, dan OJK tidak hanya menjaga stabilitas sistem keuangan, tapi juga bersama mendorong pertumbuhan supaya pertumbuhan 5,2% bisa didorong. Dalam konteks ini kenapa ruang penurunan suku bunga ini perlu turut mendorong pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

 

Faktor Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil RDG November 2024, Rabu (20/9/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil RDG November 2024, Rabu (20/9/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Pertimbangan ketiga adalah stabilitas nilai tukar rupiah. Perry menekankan bahwa meskipun ada ketidakpastian global, Bank Indonesia terus memantau dinamika nilai tukar.

Di tengah fluktuasi nilai tukar global, terutama terkait dengan kebijakan suku bunga The Federal Reserve (Fed) di Amerika Serikat, BI berupaya menjaga stabilitas rupiah agar tidak terdepresiasi terlalu dalam.

Menurut Perry, faktor-faktor fundamental yang mendukung stabilitas nilai tukar antara lain adalah inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang positif, serta imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang menarik bagi investor.

Pada triwulan IV 2024, inflow ke pasar SBN sudah mencapai Rp 1,6 triliun, yang memberikan sinyal positif terhadap daya tarik Indonesia di mata investor asing.

Di samping itu, Perry juga mencatat bahwa adanya aliran Dana Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang meningkat dapat menambah pasokan dolar AS, yang pada gilirannya akan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

 

Dinamika Global

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Namun, meskipun ada optimisme terhadap kondisi domestik, Perry mengingatkan bahwa Bank Indonesia tetap harus mencermati dinamika global, terutama terkait dengan kebijakan moneter AS.

Fluktuasi Indeks Dolar AS yang sempat berada di atas 109 dan kini melemah menjadi 108 menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, BI terus memantau kebijakan suku bunga The Fed, yang akan sangat mempengaruhi pergerakan nilai tukar dan arus modal internasional.

"Kami akan cermati ke depan, ini akan sangat tergantung dari arah kebijakan dari Pemerintah Amerika Serikat dan suku bunga Fed Fund Rate. Kami akan terus jaga stabilitas dari nilai tukar, supaya pencermatan kami terhadpa suku bunga akan terus kami lakukan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya