Ironis, 54% BBM Indonesia Masih Impor dari Singapura

Sejak krisis ekonomi 1996-1997, penurunan lifting migas Indonesia terjadi secara signifikan. Bahkan pada 2024, lifting minyak Indonesia turun menjadi sekitar 600.000 barel per hari, sementara impor per hari mencapai 1 juta barel.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Jan 2025, 15:50 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2025, 15:50 WIB
Bahlil Lahadalia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dalam Diskusi Ekonomi Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (30/1/2025). Bahlil berkomentar mengenai keluarnya Amerika Serikat (AS ) dari Perjanjian Paris.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keprihatinannya terhadap ketergantungan Indonesia yang masih mengimpor 54% bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura.

Ironisnya Singapura adalah sebuah negara yang tidak memiliki sumber daya minyak. Hal ini pun menjadi masalah besar, karena harga minyak yang diimpor dari Singapura ternyata setara dengan harga minyak dari Timur Tengah.

"Ironi lagi yang memalukan bangsa kita semua ini yang kita cintai ini 54% konsumsi minyak jadi kita impornya, tau dari mana? Singapura. Jadi, kita ini diimpur minyak oleh negara yang gak punya minyak Dan harganya sama dengan harga minyak dari Middle East," kata Bahlil dalam Diskusi Ekonomi Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Jika melihat kebelakang, kata Bahlil, pada masa 1996-1997, Indonesia mampu menghasilkan dan mengekspor migas dalam jumlah besar, dengan konsumsi domestik yang hanya mencapai 600.000 barel per hari, sementara produksi dalam negeri mencapai 1.600.000 barel per hari.

"Di tahun 1996-1997 mengatakan bahwa Pendapatan negara kita itu 40-50% itu dari migas. Lifting kita waktu itu sekitar 1.600.000. Konsumsi kita hanya 600.000 barrel per day dan kita mampu ekspor sekitar 1.000.000 barrel per day," ujarnya.

Namun, sejak krisis ekonomi 1996-1997, penurunan lifting migas Indonesia terjadi secara signifikan. Bahkan pada 2024, lifting minyak Indonesia turun menjadi sekitar 600.000 barel per hari, sementara impor per hari mencapai 1 juta barel.

Bahlil menilai bahwa kerjasama yang dilakukan Pertamina sejak masa lalu justru memperburuk kondisi ini, dengan banyak sumur yang tidak terkelola optimal dan semakin menua.

"Pola-pola kerjasama Pertamina dilakukan pada saat itu untuk meningkatkan lifting mulai dikurangi memang ini by design. Apa yang terjadi 1996-1997 sampai dengan 2021, 2022, 2023 itu lifting kita turun terus. Tahun 2008 agak naik 800.000, sekarang turun terus," jelasnya.

 

Bahlil: Tata Kelola Perminyakan dalam Negeri harus dibenahi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Lebih lanjut Bahlil, mengatakan dengan masih besarnya angka impor minyak dari Singapura menggambarkan adanya masalah serius dalam tata kelola sektor energi di Indonesia.

Meskipun ia mengaku tidak memiliki latar belakang bisnis di sektor minyak, pengalaman dan instingnya sebagai mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) membuatnya merasa ada yang tidak beres dalam sistem ini.

Ia menilai bahwa tata kelola yang ada saat ini perlu dibenahi untuk memastikan efisiensi dan kemandirian energi nasional.

"Ini problem, maka kemudian apa terbosan yang saya lakukan Saya panggil semua Dirjen. saya ini gak pernah punya bisnis di minyak Saya gak pernah punya pengalaman di minyak Tapi penciuman saya Sebagai mantan Ketua Umum HIPMI Ini ada yang gak beres. Tata kelola mungkin yang kita harus kita bereskan," ujarnya.

Sebagai langkah awal, Bahlil telah mengumpulkan semua Direksi Jenderal (Dirjen) untuk membahas dan mencari solusi terhadap masalah ini.

Ia menegaskan bahwa perbaikan tata kelola sektor energi adalah hal yang mendesak agar Indonesia tidak terus bergantung pada impor minyak, yang tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengancam kedaulatan energi nasional.

Sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia seharusnya dapat mengoptimalkan potensi energi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.

 

Jurus Bahlil Tingkatkan lifting minyak domestik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Untuk mengatasi masalah ini, Bahlil memfokuskan kebijakan pada tiga langkah utama, yakni mengoptimalkan sumur-sumur yang idle, menerapkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi, serta mengevaluasi dan memanfaatkan 300 sumur yang sudah selesai eksplorasi namun belum diproduksi, termasuk kawasan Masela yang sudah lama terabaikan.

Bahlil menegaskan bahwa Indonesia harus menargetkan peningkatan lifting hingga 900.000 hingga 1 juta barel per hari pada 2028-2029. Dengan pendekatan yang lebih agresif dan memanfaatkan teknologi terkini.

Ia pun yakin Indonesia bisa mengurangi ketergantungannya terhadap impor BBM dan kembali mengendalikan sumber daya alamnya secara lebih optimal.

"Nah, kita targetkan bahwa Presiden Prabowo menargetkan di 2028-2029 sudah harus kita punya lifting kurang lebih sekitar 900 ribu sampai 1 juta. Ini bukan pekerjaan gampang, tapi ya sebagai anak dari timur kan nggak boleh menyerah," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya