Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Work From Anywhere (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelang libur Lebaran 2025 menjadi strategi pemerintah untuk mengurai kemacetan saat mudik. Namun, efektivitasnya dalam menjaga keseimbangan antara fleksibilitas kerja dan optimalisasi layanan publik masih dipertanyakan.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Sidik Pramono, menyoroti kebijakan ini memiliki tujuan utama yang jelas, yakni mengantisipasi lonjakan arus mudik agar tidak menumpuk di hari-hari tertentu.
Advertisement
Baca Juga
Namun, ia menekankan keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada kesiapan instansi pemerintah dalam menyesuaikan sistem kerja tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik.
Advertisement
"Kalau hanya demi tujuan tersebut, dengan WFA pada periode 24-27 Maret 2025, diasumsikan bahwa arus mudik mulai terjadi 21 Maret 2025, berdasarkan pengalaman beberapa tahun terakhir, kemacetan saat libur Lebaran sepertinya akan bisa tertangani," kata Sidik kepada Liputan6.com, Rabu (12/3/2025).
Menurut Sidik, ada beberapa tantangan utama dalam penerapan WFA bagi ASN, diantaranya Jaminan Kelancaran Pelayanan Publik. Menurutnya, WFA tidak boleh menyebabkan gangguan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan layanan masyarakat.
"Keharusan untuk memastikan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik tidak terganggu, dan karenanya pengaturannya harus mengacu pada jumlah pegawai dan karakteristik layanan pemerintahan," ujarnya.
Oleh karena itu, instansi harus secara selektif menentukan unit kerja yang bisa menerapkan WFA dengan mempertimbangkan jumlah pegawai dan karakteristik layanan.
Tantangan lainnya
Tantangan selanjutnya, mengenai kesiapan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam menyambut WFA ASN. Apakah K/L sudah menetapkan unit kerja mana saja yang bisa melakukan WFA dan bagaimana komposisinya? Hal ini perlu disiapkan sejak awal, termasuk juga ukuran atau target kinerja yang harus diselesaikan oleh ASN yang WFA.
Jika Tak Diatur
Jika tidak diatur dengan adil, kebijakan WFA bisa menimbulkan kecemburuan di antara ASN, terutama jika pegawai yang mendapat dispensasi WFA tidak memiliki tanggung jawab yang jelas dalam pelaksanaan tugasnya.
"Jangan juga menimbulkan semacam “kecemburuan” bagi para pegawai, terlebih jika kemudian ada tambahan dispensasi bagi ASN yang WFA," ujarnya.
Sebenarnya, konsep kerja fleksibel bukanlah hal baru bagi ASN. Saat pandemi Covid-19, sistem kerja jarak jauh telah diterapkan secara luas. Bahkan, Kementerian PPN/Bappenas sejak 2019 telah menginisiasi sistem Integrated Digital Workspace (IDW) atau flexiwork, yang memungkinkan pegawai bekerja dari mana saja.
"Pun di lingkup K/L pun, Kementerian PPN/Bappenas sejak 2019 di masa kepemimpinan Menteri Suharso Monoarfa sudah menginisiasi system integrated digital workspace (IDW)/flexiwork yang memungkinkan pegawai bekerja dari mana saja," ujarnya.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa kebijakan WFA dapat berjalan efektif jika didukung oleh regulasi yang jelas dan teknologi yang memadai.
Oleh karena itu, kebijakan ini tidak boleh sekadar menjadi langkah darurat untuk mengurai kemacetan, tetapi juga harus menjadi bagian dari transformasi kerja ASN menuju sistem yang lebih fleksibel dan efisien.
Advertisement
Efektivitas WFA dalam Pelayanan Publik
Adapun mengenai efektivitas WFA sangat bergantung pada berbagai faktor, seperti kesiapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE), mekanisme pemantauan kinerja, serta transparansi informasi kepada publik terkait perubahan jadwal dan akses layanan.
Jika hal-hal ini diterapkan dengan baik, kebijakan WFA tidak hanya menjadi solusi sementara untuk mengatasi kemacetan, tetapi juga menjadi model kerja fleksibel yang dapat diadopsi secara lebih luas.
"Ketentuan WFA seperti ini harus menjadi bahan pembelajaran, bukan sekadar kebijakan temporer untuk mengatasi kemacetan saat mudik Lebaran," ujar dia.
Lebih lanjut, kata Sidik, semua pihak, khususnya pimpinan K/L, harus memedomani SE tersebut, dengan ketentuan yang harus dipatuhi. Kontrol ketat implementasinya di lapangan. "Juga apakah ada sanksi jika terbukti ada K/L atau unit kerja yang kinerjanya memble semasa WFA diterapkan," ujarnya.
Ia pun berharap agar publik tidak dirugikan dengan adanya penerapan WFA ASN. Kebijakan ini jangan hanya karena kebutuhan untuk mengatasi persoalan macet saat musim mudik Lebaran semata.
"Urusan mengurai kemacetan saat musim mudik, tidak melulu hanya diselesaikan dengan cara WFA seperti yang diterapkan saat ini, juga melibatkan stakeholder lainnya," ujarnya.
"Terkait dengan WFA ini, publik harus turut mengawasi, demi memastikan bahwa WFA benar-benar efektif, dan bukan malahan menjadi tambahan libur-ekstra bagi para ASN," tambahnya.
