Liputan6.com, Jakarta Rupiah (IDR) ditutup melemah 45 point terhadap Dolar AS (USD) pada Selasa, 25 Maret 2025 setelah sebelumnya sempat melemah 55 point dilevel Rp 16.612 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.567.
Advertisement
Baca Juga
“Sedangkan untuk perdagangan sore ini, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.610 - Rp 16.660,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Advertisement
Rupiah melemah di tengah kekhawatiran ekonomi imbas meningkatnya ketegangan perdagangan global.
Hal ini menyusul pengumuman dari Presiden AS Donald Trump, mengatakan tarif impor mobil akan segera diberlakukan bahkan saat ia mengindikasikan bahwa tidak semua pungutan pada 2 April mendatangZ
“Selain itu, Kehati-hatian Federal Reserve dalam pemangkasan suku bunga kemungkinan telah mencegah sentimen bearish lebih lanjut terakumulasi pada dolar, tetapi kami pikir sebagian besar penerapan tarif AS pada tanggal 2 April mendatang yang memaksa beberapa orang untuk berpikir ulang tentang perdagangan jangka pendek USD,” jelas Ibrahim.
Namun, laporan media selama akhir pekan menunjukkan bahwa Trump berencana untuk menerapkan pendekatan yang lebih selektif terhadap tarif timbal balik mulai bulan depan.
Ibrahim menyoroti, alih-alih mengenakan pungutan yang luas di seluruh industri
, pemerintahan Trump diharapkan untuk fokus pada negara-negara dengan ketidakseimbangan perdagangan yang signifikan dengan AS.
“Kemudian, Investor juga memantau pembicaraan untuk mengakhiri perang di Ukraina,” kata Ibrahim.
RI Pangkas Proyeksi Ekonomi 2025
Ibrahim mengatakan, tantangan global yang ditandai dengan tren proteksionisme yang kian menguat terutama di negara-negara maju, ditambah berbagai variabel domestik yang juga tidak mudah, akan meyulitkan perekonomian Indonesia.
Seperti diketahui, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi diatas 5% untuk tahun ini.
Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 kemudian hanya akan sebesar 4,9%, lebih rendah ketimbang prediksi sebelumnya di angka 5,1%. Pertumbuhan rendah diperkirakan berlanjut pada 2026 di 4,9% dibandingkan proyeksi sebelumnya 5,15%.
“Penurunan tersebut mencerminkan outlook investasi yang lebih lemah dan kenaikan risiko perdagangan dari ancaman tarif Presiden AS Donald Trump,” kata Ibrahim.
Advertisement
Kelesuan Ditandai dengan Badai PHK Hingga Penurunan Konsumsi
Ibrahim melihat, perekonomian sudah menunjukkan kelesuan bahkan ketika ancaman tarif Trump belum terlalu memanas.
“Arus pemutusan hubungan kerja besar-besaran yang melanda industri padat karya seperti tekstil, telah melukai konsumsi rumah tangga. Selain itu, ketidakpastian yang menyertai transisi kepemimpinan baik di Indonesia maupun di AS telah berdampak pada permintaan kredit,” imbuhnya.
Hal ini meski Bank Indonesia telah melakukan intervensi di pasar valas dan obligasi diperdagangan DNDF.
“Namun kekhawatiran investor telah meningkat karena inisiatif fiskal ekspansif Presiden Prabowo Subianto, yang telah menyebabkan pemotongan anggaran yang signifikan di sektor-sektor penting seperti pendidikan dan pekerjaan umum. Akibatnya pasar saham mengalami penurunan tajam terus-menerus bulan ini,” jelas dia.
