Nilai Impor Indonesia Naik 0,38% Jadi USD 18,92 Miliar pada Maret 2025

BPS menyebutkan, impor migas selama Maret 2025 bernilai USD 3,13 miliar, atau meningkat sebesar 9,07% dibanding bulan sebelumnya. Selain itu, impor nonmigas turun 1,18% menjadi USD 15,79 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Maret 2025 mencapai USD 18,92 miliar. Nilai tersebut naik sebesar 0,38 persen dibanding bulan sebelumnya. 

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti merinci impor migas selama Maret 2025 bernilai USD 3,13 miliar, atau meningkat sebesar 9,07% dibanding bulan sebelumnya. Di sisi lain, impor nonmigas turun 1,18% menjadi USD 15,79 miliar.

"Peningkatan nilai impor secara bulanan didorong oleh kenaikan nilai impor migas yang memberikan andil sebesar 1,38%,” kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).

Amalia menambahkan, secara tahunan, nilai impor Maret 2025 meningkat sebesar 5,34% di mana impor non-migas naik 7,91% dan impor migas turun sebesar 5,98%. Peningkatan nilai impor secara tahunan didorong oleh kenaikan impor non-migas dengan andil kenaikan terhadap total impor sebesar 6,45%.

Impor Menurut Penggunaan

Pada Maret 2025 terjadi peningkatan impor barang konsumsi dan barang modal secara bulanan. Secara bulanan, nilai impor barang konsumsi naik sebesar 18,73% dan peningkatan impor barang konsumsi terutama terjadi pada beberapa komoditas sayuran HS07 dan buah-buahan HS08 seperti bawang putih, baik yang fresh ataupun yang didinginkan, nilai impornya naik USD 46 juta dibandingkan bulan lalu.

Buah apel segar, nilai impor-nya naik USD 32,8 juta dibandingkan bulan lalu. Sementara itu, bahan baku penolong yang menyumbang setidaknya 71,23% dari total impor Februari 2025 mengalami penurunan sebesar 3,26%. 

Kemudian di sisi lain, barang modal mengalami peningkatan sebesar 7,28% dan secara tahunan nilai impor barang konsumsi turun 5,81%. Sementara itu, bahan baku penolong naik 2,05% dan barang modal naik 27,36%. 

2 dari 3 halaman

Surplus Perdagangan Indonesia Turun pada Februari 2025, Ini Penjelasan Ekonom

Sebelumnya, Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda menilai penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 menunjukkan pertumbuhan impor lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspor. 

"Salah satu penyebabnya saya rasa dari sisi permintaan produk impor barang jadi meningkat seiring dengan masuk ke bulan Ramadan-Lebaran,” kata Huda kepada Liputan6.com, Jumat (21/3/2025).

Jika mengacu pada ketegangan tarif impor, Huda memperkirakan, ekspor Indonesia secara tahunan juga akan jauh lebih rendah.  "Tapi saya melihatnya dari sisi kenaikan impor dari sisi permintaan barang,” ujar dia.

Huda menyoroti, ekspor Indonesia sebagian besar ditopang oleh komoditas kopi yang sudah membaik secara produksi maupun permintaan global. 

Namun, perdagangan juga masih dibayangi oleh efek pelemahan nilai Rupiah. Di sisi lain, kondisi ini bisa membuat harga barang dari Indonesia juga lebih murah dibandingkan dengan negara lain. 

“Ketika harga barang lebih murah, pasti akan mendorong permintaan barang dari Indonesia. Maka dari itu, ekspor kita naik pesat di Februari mencapai 14 persen (secara YoY),” imbuh Huda.

3 dari 3 halaman

Ekspor Pertambangan Loyo jadi Penyebab Surplus Perdagangan RI Lebih Rendah

Indonesia mencatat penurunan surplus neraca perdagangan pada Februari 2025 hingga USD 0,38 miliar. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa penurunan surplus perdagangan Indonesia salah satunya didorong oleh kinerja ekspor perdagangan yang menurun.

"Terkait dengan masalah surplus perdagangan, ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya karena kinerja ekspor sektor pertambangan yang menurun,” ungkap Bhima.

Bhima mengutip data resmi BPS yang menunjukkan ekspor batu bara Indonesia telah anjok 18,3% selama setahun terakhir.

"Kemudian untuk ekspor suku cadang kendaraan bermotor juga rendah, hanya tumbuh 6,9%. Namun masih bisa ditutup oleh ekspor sawit yang naik 71,5%. Jadi sektor dari sisi pertanian kehutanan itu masih berkontribusi terhadap kenaikan ekspor 52%,” paparnya.

Penetrasi Pasar ASEAN Perlu Dioptimalkan

Selain itu, Bhima juga melihat kinerja ekspor Indonesia menurun ke sejumlah negara. "Yaitu ke Korea Selatan dan ke Jepang padahal mereka negara mitra dagang yang tradisional. Kemudian ekspor ke Jerman, Eropa itu minus 19%. Kalau Jepang tadi minusnya 19,4%. Korea minus 12,8% year on year,” ujar dia.

Karena itu, menurut dia, Pemerintah perlu mengoptimalkan penetrasi pasar ke pasar negara tetangga di ASEAN.

"Prospek (ekspor) ke Asean masih cerah meski ada pelambatan ekonomi di kawasan,” imbuhnya.

Indonesia pada Februari 2025 mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 3,12 miliar Februari 2025, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS).

Produksi Liputan6.com