Serikat Buruh: Upah Naik 200% Pun Masih Wajar

"Ini bukan soal rasional atau tidak, ini lebih kepada pembenahan," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Okt 2013, 18:42 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2013, 18:42 WIB
4-buruh-tuntut-upah-130903b.jpg
Kalangan buruh masih bersikukuh menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp 3,7 juta. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Saiq Iqbal bahkan menilai kenaikan upah hingga 200% pun masih merupakan hal tuntutan yang wajar.

Serikat buruh menilai tuntutan buruh selama ini disuarakan karena mekanisme penetapan upah yang lama penuh dengan masalah sehingga harus dibenahi.

"Kalau kita tuntut naik 200% pun sebenarnya itu wajar. Ini bukan soal rasional atau tidak, ini lebih kepada pembenahan. Kenapa bisa tinggi seperti itu? Karena selama ini bermasalah," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/10/2013).

Kalangan buruh menilai, perbandingan upah yang diterima pekerja di Indonesia tak relevan jika disandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Kamboja dan Vietnam. Kedua negara tetangga tersebut diketahui menetapkan besaran upah yang lebih kecil dibandingkan Indonesia.

KSPI menilai, Kamboja dan Vietnam merupakan negara yang baru dilirik investor dunia. Hal ini berbeda dengan kondisi Indonesia yang sudah banyak didatangi pemodal sejak 40 tahun lalu. "Ini tidak fair kalau upah kita dibandingkan dengan negara yang investasinya saja baru masuk," katanya.

Selain itu, upah buruh yang tinggi sebetulnya hanya berlaku di Jakarta. Di wilayah lain, para buruh justru menerima upah yang tidak berbeda jauh dengan negara-negara di Asia.

"Indonesia bukan Jakarta saja. Upah buruh di Yogyakarta dan Jawa Tengah juga sama dengan di Kamboja, bahkan lebih rendah dari Vietman. Tidak ada juga itu pabrik yang hengkang, mereka pindah karena kontraknya memang habis, bukan karena tuntutan UMP," tandasnya.(Dny/Shd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya