Ketangguhan empat negara berkembang dengan laju pertumbuhan ekonomi tercepat, Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC) akhirnya mulai diuji. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, volume penjualan mobil di tiga negara anggota BRIC ambruk.
Seperti dikutip dari Financial Times, Selasa (17/12/2013), Brasil, India dan Rusia mengalami penurunan penjualan mobil terparah tahun ini. Akan tetapi anjloknya penjualan mobil di tiga negara tersebut tak mempengaruhi kebangkitan China yang terus berlanjut sebagai pendorong motor global.
Kemerosotan angka penjualan tersebut telah memperlambat laju salah satu mesin penggerak pertumbuhan industri paling penting di wilayah tersebut.
"Dengan banyaknya produsen mobil global yang berinvestasi besar di tiga negara ini dalam lima tahun terakhir, situasi ini benar-benar tidak diharapkan," ungkap Analis Senior IHS Automotive Ian Fletcher.
Terakhir kali pasar otomotif tiga negara tersebut anjlok pada periode 2001-2002. Tetapi setelah CEO Goldman Sachs Jim O'Neill menggagas sebutan BRIC untuk Brasil, Rusia, India dan China sebagai negara target investasi, pasar otomotif di BRIC kembali bangkit.
"Untuk satu dekade ke depan, masa depan industri ada di tangan negara-negara BRIC," ungkap Boston Consulting Group dalam laporannya pada Januari 2010.
Benar saja, tak lama setelah potensi tersebut digaungkan, seluruh produsen mobil besar dari berbagai penjuru dunia memasuki pasar otomatif di empat negara tersebut. Perusahaan produsen mobil tersebut mendirikan pabrik, membangun jaringan dan mendistribusikan hasil produksinya.
Bahkan Ford Motor akan menyelesaikan konstruksi pabrik keduanya di India dengan nilai investasi US$ 1 miliar tahun depan. Sementara pabrik pertamanya masih beroperasi. Sementara itu, Renault dan Nissan telah menginvestasikan US$ 1,75 miliar di produsen mobil Rusia, Avotvaz.
Tak hanya itu, menurut badan industri mobil global, OICA, Brasil, India dan Rusia membeli lebih dari 2,5 juta mobil tahun lalu yang membuat ketiga negara tersebut masing-masing menempati urutan kelima, keenam dan ketujuh sebagai negara dengan penjualan terbesar.
Ketiga negara tersebut menjadi sarang merek-merek mobil ternama. Fiat, General Motors, dan Volkswagen masing-masing memiliki kepemilikan usaha sekitar 20% pasar otomotif Brasil. Sementara itu, Renault-Nissan memegang 30% pasar Rusia.
Namun sayang, melambatnya pertumbuhan ekonomi, berkurangnya kepercayaan konsumen, dan lemahnya nilai tukar mata uang di tiga negara tersebut telah menurunkan permintaan mobil di sana. Analis kendaraan di Mumbai, India, Prayesh Jain ragu akan terjadi peningkatan dalam waktu dekat.
"Saya rasa tidak akan ada yang berubah dramatis dalam enam bulan ke depan. Masalahnya makro mengingat suku bunga semakin tinggi, pertumbuhan pendapatan tak kuat ditambah harga bahan bakar yang terus meningkat," tutur Prayesh.
Bayangkan saja, hanya 18 dari 1.000 orang yang mampu memiliki mobil. Tetapi setelah pertumbuhan yang lambat dalam setahun, India harus menghadapi masa ekonomi sulit dan anjloknya penjualan mobil. Menurut data Society of Indian Automotive Manufacturers, penjualan mobilnya anjlok 10% menjadi 1,7 juta unit dalam 11 bulan pertama pada 2013.
Di Brasil, kekhawatiran yang sama juga mengganjal pertumbuhan industri otomotif di sana. Data dari kelompok produsen nasional melaporkan mobil yang masuk ke Brasil berkurang 0,8% dalam setahun hingga November 2013.
"Kami tak pernah melihat pertumbuhan pendapatan seperti ini di Brasil dalam beberapa tahun terakhir, dan kredit juga tidak pernah terus melonjak naik," ungkap pengamat ekonomi di Insper, Brasil Letícia Costa.
Dia mengatakan, dengan rendahnya konsumen baru yang datang ke pasar otomotif, jumlah pembeli mobil pun akan berkurang. Tetapi dia yakin kondisi penjualannya akan segera membaik. Faktanya, hingga kuartal ke-3 tahun ini, jumlah penjualan mobil telah anjlok hingga 21%.
Sementara di Rusia, menurut data AEB Automobile, penjualan kendaraan roda empat itu telah merosot 6%. Padahal meski dihantam penurunan pada 2008, Rusia mampu bangkit dengan mencapai angka penjualan mobil hingga 2,7 juta unit pada 2012, naik dari angka 900 ribu unit dari 2000. (Sis/Ahm)
Seperti dikutip dari Financial Times, Selasa (17/12/2013), Brasil, India dan Rusia mengalami penurunan penjualan mobil terparah tahun ini. Akan tetapi anjloknya penjualan mobil di tiga negara tersebut tak mempengaruhi kebangkitan China yang terus berlanjut sebagai pendorong motor global.
Kemerosotan angka penjualan tersebut telah memperlambat laju salah satu mesin penggerak pertumbuhan industri paling penting di wilayah tersebut.
"Dengan banyaknya produsen mobil global yang berinvestasi besar di tiga negara ini dalam lima tahun terakhir, situasi ini benar-benar tidak diharapkan," ungkap Analis Senior IHS Automotive Ian Fletcher.
Terakhir kali pasar otomotif tiga negara tersebut anjlok pada periode 2001-2002. Tetapi setelah CEO Goldman Sachs Jim O'Neill menggagas sebutan BRIC untuk Brasil, Rusia, India dan China sebagai negara target investasi, pasar otomotif di BRIC kembali bangkit.
"Untuk satu dekade ke depan, masa depan industri ada di tangan negara-negara BRIC," ungkap Boston Consulting Group dalam laporannya pada Januari 2010.
Benar saja, tak lama setelah potensi tersebut digaungkan, seluruh produsen mobil besar dari berbagai penjuru dunia memasuki pasar otomatif di empat negara tersebut. Perusahaan produsen mobil tersebut mendirikan pabrik, membangun jaringan dan mendistribusikan hasil produksinya.
Bahkan Ford Motor akan menyelesaikan konstruksi pabrik keduanya di India dengan nilai investasi US$ 1 miliar tahun depan. Sementara pabrik pertamanya masih beroperasi. Sementara itu, Renault dan Nissan telah menginvestasikan US$ 1,75 miliar di produsen mobil Rusia, Avotvaz.
Tak hanya itu, menurut badan industri mobil global, OICA, Brasil, India dan Rusia membeli lebih dari 2,5 juta mobil tahun lalu yang membuat ketiga negara tersebut masing-masing menempati urutan kelima, keenam dan ketujuh sebagai negara dengan penjualan terbesar.
Ketiga negara tersebut menjadi sarang merek-merek mobil ternama. Fiat, General Motors, dan Volkswagen masing-masing memiliki kepemilikan usaha sekitar 20% pasar otomotif Brasil. Sementara itu, Renault-Nissan memegang 30% pasar Rusia.
Namun sayang, melambatnya pertumbuhan ekonomi, berkurangnya kepercayaan konsumen, dan lemahnya nilai tukar mata uang di tiga negara tersebut telah menurunkan permintaan mobil di sana. Analis kendaraan di Mumbai, India, Prayesh Jain ragu akan terjadi peningkatan dalam waktu dekat.
"Saya rasa tidak akan ada yang berubah dramatis dalam enam bulan ke depan. Masalahnya makro mengingat suku bunga semakin tinggi, pertumbuhan pendapatan tak kuat ditambah harga bahan bakar yang terus meningkat," tutur Prayesh.
Bayangkan saja, hanya 18 dari 1.000 orang yang mampu memiliki mobil. Tetapi setelah pertumbuhan yang lambat dalam setahun, India harus menghadapi masa ekonomi sulit dan anjloknya penjualan mobil. Menurut data Society of Indian Automotive Manufacturers, penjualan mobilnya anjlok 10% menjadi 1,7 juta unit dalam 11 bulan pertama pada 2013.
Di Brasil, kekhawatiran yang sama juga mengganjal pertumbuhan industri otomotif di sana. Data dari kelompok produsen nasional melaporkan mobil yang masuk ke Brasil berkurang 0,8% dalam setahun hingga November 2013.
"Kami tak pernah melihat pertumbuhan pendapatan seperti ini di Brasil dalam beberapa tahun terakhir, dan kredit juga tidak pernah terus melonjak naik," ungkap pengamat ekonomi di Insper, Brasil Letícia Costa.
Dia mengatakan, dengan rendahnya konsumen baru yang datang ke pasar otomotif, jumlah pembeli mobil pun akan berkurang. Tetapi dia yakin kondisi penjualannya akan segera membaik. Faktanya, hingga kuartal ke-3 tahun ini, jumlah penjualan mobil telah anjlok hingga 21%.
Sementara di Rusia, menurut data AEB Automobile, penjualan kendaraan roda empat itu telah merosot 6%. Padahal meski dihantam penurunan pada 2008, Rusia mampu bangkit dengan mencapai angka penjualan mobil hingga 2,7 juta unit pada 2012, naik dari angka 900 ribu unit dari 2000. (Sis/Ahm)