Pengusaha mendukung program pemerintah dalam mengatur pengelolaan dan penjualan ekspor tambang mineral menjadi lebih baik.
Hal itu terkait Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2014. Penerbitan PP ini terkait Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba).
Selain itu, Kementerian Keuangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) per 11 Januari 2014 terkait bea keluar (BK) ekspor mineral mentah secara bertahap hingga 60% sampai akhir periode akhir 2016.
Menanggapi hal tersebut, Chief Executive Officer (CEO) Bosowa, Erwin Aksa mengatakan, dirinya mendukung penerapan aturan ini. Menurut Erwin, hal tersebut dilakukan demi kepentingan negara, bukan demi negara lain seperti yang selama ini terjadi.
"Saya kira bagus, pemerintah tegas, melarang ekspor tersebut, ini harus dipertahankan terus, jangan sampai mengorbankan cadangan mineral untuk kepentingan negara lain, dan akhirnya Indonesia tidak menikmati nilai tambah dari pengolahan itu," ujar Erwin di Bayuwangi, Jawa Timur, seperti ditulis Kamis (23/1/2014).
Erwin menyatakan, perusahaan yang dipimpinnya juga akan segera merealisasikan pembangunan smelter pada kuartal I 2014. Hal itu guna mendorong proses pengolahan dan pemurnian bahan mentah mineral di dalam negeri. "Proyek Bosowa dalam waktu dekat akan dimulai smelter feronikel yang dibangun kira-kira bulan Maret," lanjutnya.
Pabrik smelter ini berlokasi di Desa Punagaya, Jeneponto, Makassar, Sulawesi Selatan dengan nilai investasi yang disiapkan sebesar US$ 432,7 juta atau sekitar Rp 5,2 triliun. "Iya rencananya baru satu itu," kata Erwin.
Dia menjelaskan, smelter ini memiliki kapasitas produksi mencapai 25 ribu ton nikel per tahun. Rencananya, hasil produksi smelter ini akan diekspor ke berbagai negara seperti India, Korea Selatan, China, dan Jepang. "Banyak negara yang membutuhkan itu," tandasnya. (Dny/Ahm)
Baca juga:
Grup Bosowa Incar Pendapatan Rp 20 Triliun
Bosowa Mulai Konstruksi Terminal Elpiji di Banyuwangi
Menperin Resmikan 2 Proyek Milik Bosowa Rp 1,9 Triliun
Hal itu terkait Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2014. Penerbitan PP ini terkait Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba).
Selain itu, Kementerian Keuangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) per 11 Januari 2014 terkait bea keluar (BK) ekspor mineral mentah secara bertahap hingga 60% sampai akhir periode akhir 2016.
Menanggapi hal tersebut, Chief Executive Officer (CEO) Bosowa, Erwin Aksa mengatakan, dirinya mendukung penerapan aturan ini. Menurut Erwin, hal tersebut dilakukan demi kepentingan negara, bukan demi negara lain seperti yang selama ini terjadi.
"Saya kira bagus, pemerintah tegas, melarang ekspor tersebut, ini harus dipertahankan terus, jangan sampai mengorbankan cadangan mineral untuk kepentingan negara lain, dan akhirnya Indonesia tidak menikmati nilai tambah dari pengolahan itu," ujar Erwin di Bayuwangi, Jawa Timur, seperti ditulis Kamis (23/1/2014).
Erwin menyatakan, perusahaan yang dipimpinnya juga akan segera merealisasikan pembangunan smelter pada kuartal I 2014. Hal itu guna mendorong proses pengolahan dan pemurnian bahan mentah mineral di dalam negeri. "Proyek Bosowa dalam waktu dekat akan dimulai smelter feronikel yang dibangun kira-kira bulan Maret," lanjutnya.
Pabrik smelter ini berlokasi di Desa Punagaya, Jeneponto, Makassar, Sulawesi Selatan dengan nilai investasi yang disiapkan sebesar US$ 432,7 juta atau sekitar Rp 5,2 triliun. "Iya rencananya baru satu itu," kata Erwin.
Dia menjelaskan, smelter ini memiliki kapasitas produksi mencapai 25 ribu ton nikel per tahun. Rencananya, hasil produksi smelter ini akan diekspor ke berbagai negara seperti India, Korea Selatan, China, dan Jepang. "Banyak negara yang membutuhkan itu," tandasnya. (Dny/Ahm)
Baca juga:
Grup Bosowa Incar Pendapatan Rp 20 Triliun
Bosowa Mulai Konstruksi Terminal Elpiji di Banyuwangi
Menperin Resmikan 2 Proyek Milik Bosowa Rp 1,9 Triliun