Asosiasi Penerbit Surat Kabar Malaysia (MNPA) meminta pemerintahnya untuk tidak meneruskan kajian tentang perpanjangan pemberlakuan tarif anti-dumping impor kertas koran asal 5 negara yakni Kanada, Indonesia, Korea Selatan, Filipina, dan Amerika Serikat (AS).
Seperti dikutip dari Bernama, Kamis (30/1/2014), pimpinan MNPA, Datok Mohd Nasir Ali mengatakan, pemerintah tidak perlu melakukannya guna menjamin kelangsungan industri kertas koran Malaysia (MNI).
Itu lantaran saat ini mekanisme pengiriman yang dilakukan sudah pada tempatnya tanpa perlu memberlakukan perpanjangan tarif anti-dumping.
Dia menjelaskan, meskipun MNI mendapatkan keuntungan dari aksi monopoli sebagai satu-satunya produsen kertas koran di Malaysia, tetapi kapasitas produksinya tidak cukup memenuhi permintaan pasar di Negeri Jiran tersebut.
"Tarif tersebut telah diberlakukan selama 10 tahun terakhir atas impor kertas koran gulungan dari Kanada, Indonesia, Korea Selatan, Filipina dan AS. Selama 10 tahun terakhir juga, para penerbit surat kabar membayar bea anti-dumping yang mengikis margin dan meningkatkan biaya produksi," terang dia.
Selain itu, Mohd Nasir juga mengatakan tarif anti-dumping tersebut membatasi pilihan para penerbit untuk memasok kertas koran dengan harga terbaik di dunia. Untuk itu, MNPA meminta pemerintah untuk membebaskan tarif anti-dumping sesuai dengan jadwal.
"Saat ini, pemerintah telah memberikan insentif dalam bentuk pembebasan bea impor jika anggota asosiasi kami menggunakan 50% kertas koran lokal," jelas dia.
Lebih lanjut, menurut dia, terlepas dari persyaratan tersebut, membeli kertas dari MNI selalu menjadi pertimbangan strategis guna menjamin ketersediaan kertas. Pasalnya, beberapa anggota MNPA terkadang kesulitan mendapatkan pasokan dari asing.
Bagi Nasir, tuntutan membebaskan tarif anti-dumping itu agar para penerbit surat kabar tidak terjebak dalam kerugian besar.
"Para penerbit surat kabar menilai adanya penurunan keuntungan yang sangat jelas khususnya dalam pendapatan iklan karena metode digital yang mengubah media di seluruh dunia," tandas dia. (Sis/Nrm)
Baca juga:
Malaysia Kaji Perpanjangan Bea Masuk Anti Dumping Kertas Koran RI
Seperti dikutip dari Bernama, Kamis (30/1/2014), pimpinan MNPA, Datok Mohd Nasir Ali mengatakan, pemerintah tidak perlu melakukannya guna menjamin kelangsungan industri kertas koran Malaysia (MNI).
Itu lantaran saat ini mekanisme pengiriman yang dilakukan sudah pada tempatnya tanpa perlu memberlakukan perpanjangan tarif anti-dumping.
Dia menjelaskan, meskipun MNI mendapatkan keuntungan dari aksi monopoli sebagai satu-satunya produsen kertas koran di Malaysia, tetapi kapasitas produksinya tidak cukup memenuhi permintaan pasar di Negeri Jiran tersebut.
"Tarif tersebut telah diberlakukan selama 10 tahun terakhir atas impor kertas koran gulungan dari Kanada, Indonesia, Korea Selatan, Filipina dan AS. Selama 10 tahun terakhir juga, para penerbit surat kabar membayar bea anti-dumping yang mengikis margin dan meningkatkan biaya produksi," terang dia.
Selain itu, Mohd Nasir juga mengatakan tarif anti-dumping tersebut membatasi pilihan para penerbit untuk memasok kertas koran dengan harga terbaik di dunia. Untuk itu, MNPA meminta pemerintah untuk membebaskan tarif anti-dumping sesuai dengan jadwal.
"Saat ini, pemerintah telah memberikan insentif dalam bentuk pembebasan bea impor jika anggota asosiasi kami menggunakan 50% kertas koran lokal," jelas dia.
Lebih lanjut, menurut dia, terlepas dari persyaratan tersebut, membeli kertas dari MNI selalu menjadi pertimbangan strategis guna menjamin ketersediaan kertas. Pasalnya, beberapa anggota MNPA terkadang kesulitan mendapatkan pasokan dari asing.
Bagi Nasir, tuntutan membebaskan tarif anti-dumping itu agar para penerbit surat kabar tidak terjebak dalam kerugian besar.
"Para penerbit surat kabar menilai adanya penurunan keuntungan yang sangat jelas khususnya dalam pendapatan iklan karena metode digital yang mengubah media di seluruh dunia," tandas dia. (Sis/Nrm)
Baca juga:
Malaysia Kaji Perpanjangan Bea Masuk Anti Dumping Kertas Koran RI