Rencana pembangunan kereta api super cepat Shinkansen rute Jakarta-Bandung-Cirebon-Surabaya sangat bergantung pada keputusan pemerintahan baru periode 2014-2019.
Pemerintah saat ini justru menantang keberanian pemerintahan baru dalam mencari pinjaman untuk merealisasikan proyek senilai ratusan triliun itu.
Menurut Deputi Kementerian Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Lucky Eko Wuryanto, tim dari Jepang saat ini tengah menggarap studi kelayakan (feasibility study/FS) pembangunan Shinkansen Jakarta-Bandung. Investasi FS dibiayai dari dana hibah pemerintah Jepang senilai US$ 15 juta atau sekitar Rp 150 miliar.
"FS pertama menyangkut masalah demand dan alignment survei, pendanaan, basic design, alasan kenapa Shinkansen perlu dibangun. Dan FS itu baru bisa selesai Oktober sampai akhir tahun ini," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (23/2/2014).
Setelah itu, lanjut Lucky, Jepang menawarkan beberapa opsi investasi pembangunan kereta api super cepat ini yang ditaksir sekitar Rp 250 triliun. Apakah menggunakan pinjaman (loan), skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) atau lewat penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Inilah (pendanaan) yang belum bisa kami putuskan komitmennya. Karena semua itu tergantung kepada pemerintah yang baru, apakah mau pakai dana pinjaman, KPS atau penugasan BUMN. Kami saja tidak tahu apakah pemerintahan baru mau menerima dan melanjutkan hasil studinya nanti atau tidak," jelasnya.
Lucky menilai, tawaran pinjaman dari Jepang sangat murah dengan bunga 0,1% untuk tenor 10 tahun. Ditambah seluruh pembangunan Shinkansen akan mengadopsi teknologi dari Jepang.
"Kalau diamati dengan bunga 0,1% dengan jangka waktu lama itu seperti tidak ada bunganya. Jadi harus dilihat utang dari sisi manfaatnya. Utang dan manfaat besaran mana," ujarnya.
Meski nantinya pemerintahan baru berutang untuk mewujudkan pembangunan Shinkansen, Lucky menilai tidak akan melambungkan utang pemerintah ke depan. Pemerintah, sambungnya, juga harus mempertimbangkan pembangunan infrastruktur demi kepentingan nasional.
Sebab, kata dia, jika Shinkansen dan sistem kereta api di Jawa berjalan, akan mampu mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan mengalihkan anggarannya untuk pembangunan di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur.
"Utang kita masih aman kok tidak lebih dari 25% terhadap PDB, bahkan Thailand saja utangnya sudah lebih dari 50%. Jadi tinggal keberanian pemerintahan baru saja mau (utang) untuk menggenjot infrastruktur atau tidak. Kalau untuk keperluan negara (utang) tidak ada artinya," cetus Lucky. (Fik/Ahm)
Baca juga:
Pengamat: Pembangunan Kereta Shinkansen Cuma Akal-akalan Jepang
KA Shinkansen Jakarta-Bandung Akan Dibiayai Swasta
Kereta Api Shinkansen Cuma Bikin Masalah Baru di RI?
Pemerintah saat ini justru menantang keberanian pemerintahan baru dalam mencari pinjaman untuk merealisasikan proyek senilai ratusan triliun itu.
Menurut Deputi Kementerian Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Lucky Eko Wuryanto, tim dari Jepang saat ini tengah menggarap studi kelayakan (feasibility study/FS) pembangunan Shinkansen Jakarta-Bandung. Investasi FS dibiayai dari dana hibah pemerintah Jepang senilai US$ 15 juta atau sekitar Rp 150 miliar.
"FS pertama menyangkut masalah demand dan alignment survei, pendanaan, basic design, alasan kenapa Shinkansen perlu dibangun. Dan FS itu baru bisa selesai Oktober sampai akhir tahun ini," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (23/2/2014).
Setelah itu, lanjut Lucky, Jepang menawarkan beberapa opsi investasi pembangunan kereta api super cepat ini yang ditaksir sekitar Rp 250 triliun. Apakah menggunakan pinjaman (loan), skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) atau lewat penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Inilah (pendanaan) yang belum bisa kami putuskan komitmennya. Karena semua itu tergantung kepada pemerintah yang baru, apakah mau pakai dana pinjaman, KPS atau penugasan BUMN. Kami saja tidak tahu apakah pemerintahan baru mau menerima dan melanjutkan hasil studinya nanti atau tidak," jelasnya.
Lucky menilai, tawaran pinjaman dari Jepang sangat murah dengan bunga 0,1% untuk tenor 10 tahun. Ditambah seluruh pembangunan Shinkansen akan mengadopsi teknologi dari Jepang.
"Kalau diamati dengan bunga 0,1% dengan jangka waktu lama itu seperti tidak ada bunganya. Jadi harus dilihat utang dari sisi manfaatnya. Utang dan manfaat besaran mana," ujarnya.
Meski nantinya pemerintahan baru berutang untuk mewujudkan pembangunan Shinkansen, Lucky menilai tidak akan melambungkan utang pemerintah ke depan. Pemerintah, sambungnya, juga harus mempertimbangkan pembangunan infrastruktur demi kepentingan nasional.
Sebab, kata dia, jika Shinkansen dan sistem kereta api di Jawa berjalan, akan mampu mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan mengalihkan anggarannya untuk pembangunan di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur.
"Utang kita masih aman kok tidak lebih dari 25% terhadap PDB, bahkan Thailand saja utangnya sudah lebih dari 50%. Jadi tinggal keberanian pemerintahan baru saja mau (utang) untuk menggenjot infrastruktur atau tidak. Kalau untuk keperluan negara (utang) tidak ada artinya," cetus Lucky. (Fik/Ahm)
Baca juga:
Pengamat: Pembangunan Kereta Shinkansen Cuma Akal-akalan Jepang
KA Shinkansen Jakarta-Bandung Akan Dibiayai Swasta
Kereta Api Shinkansen Cuma Bikin Masalah Baru di RI?