Liputan6.com, Jakarta: Nama Djadjang Nurjaman kembali meroket di kancah persepakbolaan nasional. Sosok pelatih berperawakan kecil ini jadi buah bibir masyarakat setelah berhasil mengantarkan tim binaanya Persib Bandung menjuarai Piala Presiden 2015. Sebelumnya, coach yang akrab disapa Djanur ini sukses merengkuh juara Liga Super Indonesia.
Rentetan sukses yang direngkuh Djanur, sontak mengundang banyak rasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh sepak terjang pelatih yang dikenal berpenampilan kalem ini.
Namun, mencari kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan mantan pemain andalan Persib di era 1980 dan 1990-an ini, ternyata gampang-gampang susah. Sulit bukan karena ia tak mau berbagi kisah atau pengalaman, tapi lebih disebabkan padatnya jadwal acara. Mudah, karena Djanur bukanlah tipe pelatih yang pelit memberikan keterangan. Saat pertandingan pun ia tak segan-segan mengangkat teleponnya.
Tapi, namanya "rezeki" memang sudah diatur, tanpa dinyana Djanur menghubungi sendiri Liputan6.com, dan menyatakan kesediaannya untuk diwawancara. Mengenakan kaus putih dibalut kemeja biru tua Djanur pun bertandang ke Kantor redaksi Liputan6.com di SCTV Tower. "Untung tak langsung pulang lagi, jadi masih banyak waktu datang ke sini," kata Djanur.
Kesempatan baik ini pun langsung dimanfaatkan untuk mengulik lebih dalam sosok Djanur. Dari mulai kiprahnya di lapangan hijau, hingga kehidupan di luar lapangan.
Meski dengan nada sedikit pelan, Djanur dengan lugas meladeni setiap pertanyaan. Dialog berlangsung semakin seru saat ayah empat anak ini menceritakan perjalanan timnya di Piala Presiden, termasuk ketika harus melakoni partai final di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Sifat "Kebapakan"
Sifat "Kebapakan"
Selesai berbicara panjang lebar, giliran Djanur berfoto ria. Dengan sabar ia meladeni permintaan orang-orang yang mengajaknya selfie. "Ternyata banyak juga bobotohnya," canda pria kelahiran Sumedang 30 Maret 1958 ini.
Sesi tanya jawab dilanjutkan saat makan siang. Tapi, kali ini obrolan lebih banyak membahas soal keluarga. Sambil menyantap makanan khas Sunda, Djanur sempat bertutur tentang anaknya yang tinggal di Italia. Suasana pun jadi tak kagok dan canggung lagi.
Keakraban makin terasa saat Djanur bersikap layaknya seorang bapak yang tengah makan bersama anak-anaknya. Tak sungkan, ia menawarkan makanan yang tak habis dilahapnya. "Wah, saya ambil lauk kebanyakan. Sok diterusin aja," katanya sambil menyodorkan makanan miliknya.
Usai beristirahat sejenak, mantan asisten Rahmad Darmawan di Pelita Jaya Karawang ini, berpamitan pulang ke Bandung. Sejumlah agenda sudah menantinya di Bandung, kota yang memberikannya kesempatan meniti karier di dunia sepakbola.
Advertisement
Selebritis
Selebritis
Belum jauh kendaraan meninggalkan kawasan Senayan City, Djanur meminta izin agar bisa diantar terlebih dahulu ke Taman Puring untuk membeli kaca mata.
Ketika ditanya kenapa tidak membeli di toko kaca mata ternama, sambil tersenyum Djanur menjawab singkat. "Lebih praktis aja kalau beli di sini. Lagipula nunggu pembuatannya tidak akan lama."
Pemandangan menarik terlihat saat Djanur tengah memilih barang yang diinginkannya. Sejumlah orang yang berada di sekitar toko menghampirinya sambil mengajaknya bersalaman. "Pak, selamat ya Persib jadi juara," katanya. "Nanti mau bertanding lawan Malaysia ya?" kata seorang pria.
Meski sudah menjadi "selebritis" Djanur tetap ramah melayani pertanyaan mereka. "Mumpung ke sini jadi bisa nanya-naya soal Persib ke kang Djadjang," kata Ade, salah satu pengunjung.
Selesai berbelanja, Djanur melanjutkan perjalanan menuju Kota Kembang. Kaca mata hitam yang baru dibeli langsung dipakainya. "Pakai kaca mata ini, biar seperti pelatih Barca [Luis Enrique]," guraunya. "Tapi, bukan itu lah. Ini memang lagi perlu," ujar Djanur dengan logat bahasa daerah yang masih kental.
Kesibukan Baru
Kesibukan Baru
Belum jauh meninggalkan Jakarta, suami Hj. Miranda sudah memiliki kesibukan baru. Berulangkali Djanur harus mengangkat telepon genggam hitamnya. Selain menanyakan kondisinya, suara-suara dari lawan bicaranya juga banyak yang mengabarkan tentang jadwal kegiatan Persib. "Katanya jadi Minggu nanti ada pawai kemenangan Persib," ucapnya.
Meski kelihatan lelah Djanur tak pernah menutup panggilan telepon baik yang sekadar menanyakan kabar, maupun yang meminta instruksi dari dirinya. Namun, beberapa kali terdengar Djanur sempat membalas konfirmasi dari sejumlah media yang ingin mewawancarainya.
"Ya....beberapa sempat mengkonfirmasi ingin wawancara, tapi sampai sekarang belum ada kepastian jadwalnya," ujar Djanur.
Satu jam perjalanan obrolan dengan Djanur makin mencair. Mulai dari soal PSSI, masa depannya hingga kecintaan keluarganya dengan sepakbola diumbar pria yang tak mau berwiraswasta karena tak paham ilmunya. "Saya pilih bikin kos-kosan aja di Jatinangor," ucapnya lirih seperti menahan kantuk.
Saat perbincangan mulai "tersendat" dan telepon mulai sepi, Djanur pun meminta waktu untuk melepas rasa penatnya. "Saya istirahat dulu ya, kang!" ucapnya.
Dan tak butuh waktu lama penyuka olah raga bulutangkis ini langsung terlelap saking letihnya.Memasuki kawasan Pasteur, Djanur terbangun lagi karena mendengar suara dering telepon. Setelah menjawab panjang lebar, ia minta diantar ke Stadion Sidolig, markas Persib.
Merasa jadi tuan rumah, Djanur tanpa diminta langsung beralih profesi jadi penunjuk jalan. Sesampainya di tempat yang dituju, Djanur pun segera berpamitan. Tas ransel yang dibawanya dari Jakarta ditentengnya sendiri sambil bergegas berjalan menuju stadion legendaris yang tentu banyak memberi pengalaman dan kenangan manis bagi dirinya. "Sampai ketemu lagi ya kang, nanti di lapangan," dia mengakhiri.
Advertisement
Perjalanan Karier
Perjalanan Karier
Ketika masih aktif bermain, Djanur ikut mempersembakan tiga gelar juara kompetisi Perserikatan sepanjang 10 tahun mengabdi bersama Persib (1986, 1989/1990, dan 1993/1994).
Saat meniti kariernya, Djanur sempat memutuskan untuk meninggalkan Persib dan beralih menjadi pemain profesional yang tampil di Kompetisi Galatama. Tim yang dibelanya di Galatama adalah Sari Bumi Raya Bandung (1979-1980), Sari Bumi Raya Yogyakarta (1980-1982), Mercu Buana Medan (1982-1985).
Setelah "pekerjaannya" sebagai pesepakbola selesai, Djanur menekuni dunia kepelatihan. Di musim 1994/1995, Djanur menjadi asisten pelatih Indra Thohir dan mampu membawa Persib juara edisi pertama Liga Indonesia.Djanur mulai melatih Persib pada musim 2012. Dia ditunjuk menggantikan Robby Darwis.
Tapi, sebelumnya Djanur sempat menjadi mantan asisten Rahmad Darmawan di Pelita Jaya Karawang di musim kompetisi 2011/2012. Dia pernah membawa Pelita Jaya U-21 menjadi juara musim 2008/2009.
Ada momentum yang mungkin tak banyak diketahui orang ketika Djanur memimpin Pelita Jaya U-21 mengalahkan Persita Tangerang U-21 dalam final ISL U-21 di Stadion si Jalak Harupat, Rabu 20 Mei 2009.
Usai mengikuti konferensi pers, Manajer Persib Umuh Muchtar menemui Djanur dan sempat berkelakar kelak dia akan kembali ke Persib sebagai pelatih dan membawa jadi tim juara.(Ian/Def)