Liputan6.com, Jakarta: Berbagi anggur setelah pertandingan adalah sebuah tradisi di Premier League. Usai laga, manajer tuan rumah biasanya mengundang manajer tim tamu ke ruangannya untuk mencicipi anggur yang telah disiapkan. Tentu saja mereka pun berbincang sejenak.
“Di Premier League, para manajer meluangkan waktu 20 menit untuk berbincang-bincang. Hal yang dibicarakan pun tak melulu soal sepak bola,” terang David Moyes, eks manajer Everton dan Manchester United yang kini menangani Real Sociedad.
Entah kapan jamuan anggur ini menjadi tradisi. Namun, menurut Sir Alex Ferguson, eks manajer Manchester United, sangat mungkin dialah yang memulai hal tersebut. Sebagai penggemar anggur, Sir Alex terbiasa berbagi anggur seusai laga di Old Trafford. Ternyata hal itu lantas diikuti oleh para manajer lain.
Sam Allardyce yang juga penggemar anggur, selalu menantikan momen jamuan tersebut. Pada 27 September 2014, usai laga Manchester United kontra tim asuhannya, West Ham United, dia dengan percaya diri menuju sebuah ruangan.
Selama bertahun-tahun, di ruangan itulah Sir Alex menggelar jamuan anggur. Namun, kali ini, dia tak mendapati segelas anggur di sana. Ruangan pun sudah berubah. Sepertinya Louis van Gaal, manajer baru Red Devils, menjadikan itu sebagai ruang analisis.
“Saya selalu mengundang manajer tim tamu ke ruangan saya untuk sekadar minum dan berbincang setelah pertandingan. Bagi saya dan kebanyakan manajer lain, itu tradisi yang sangat berharga. Itu kesempatan untuk berbincang tentang pelbagai hal dan menurunkan ketegangan,” jelas Allardyce kepada London Evening Standard. “Itu sebabnya saya terkejut dan tentu saja kecewa ketika tak ada undangan seperti itu lagi saat saya mengunjungi Old Trafford.”
Soal jamuan anggur ini, Sir Alex punya penilaian buruk terhadap Chelsea. “Anggur yang mereka siapkan tidak bagus. Saya harus mengingatkan bahwa mereka seharusnya memiliki anggur yang lebih baik,” ungkap dia kepada The Telegraph. “Dan Jose (Mourinho) pernah berjanji membawakan Barca Velha, tapi tak dipenuhinya. Saya kerap mengolok-oloknya. Suatu ketika dia bertandang, saya berikan Barca Velha untuk dia.”
Pekan ini, Mourinho wajib menyiapkan sebotol anggur terbaik. Memang bukan Sir Alex yang bakal berkunjung ke Stamford Bridge. Namun, sepertinya dia harus menghabiskan waktu lebih banyak dengan sosok manajer yang akan datang ke sana kali ini, Jürgen Klopp, manajer anyar Liverpool.
Advertisement
Di tengah keterpurukan Chelsea, kedatangan Klopp adalah kesempatan berharga bagi Mourinho. Dia bisa bertanya kepada pria asal Jerman itu soal cara menyembuhkan tim yang sakit. Musim lalu, Klopp mengalami hal serupa di Borussia Dortmund.
Empat musim selalu berada di 2-besar, Die Schwarzgelben memulai musim dengan kebobolan pada detik ke-9 pada laga pembuka. Hingga pekan ke-10, anak-anak asuhnya hanya mengoleksi tujuh poin, hasil dari dua kali menang, sekali imbang, dan tujuh kali tumbang.
BANYAK KESAMAAN
Bila ditelisik, fenomena keterpurukan Chelsea dan Dortmund memiliki banyak kesamaan. Keterpurukan keduanya terjadi secara tiba-tiba dan sukar didiagnosis. Tak bisa ditemukan sebuah alasan mutlak yang menjadi faktor utama penurunan performa mereka. Seolah hal itu terjadi hanya karena Tuhan memang berkehendak demikian.
Posisi Mourinho sekarang pun mirip dengan Klopp kala itu. Meski timnya terpuruk, mereka sama-sama mendapat dukungan penuh dari banyak pihak. Di Dortmund, Klopp digaransi tak bakal dipecat oleh Chairman Hans-Joachim Watzke. Dukungan penuh juga didapatkan dari para fans. Bagaimanapun, Klopp adalah pelatih yang membawa Dortmund bangkit dari keterpurukan menjadi salah satu klub terpandang di Eropa.
Di Chelsea, dukungan terhadap Mourinho juga tidaklah menyusut, baik dari Roman Abramovich, sang pemilik klub, maupun para fans. Di beberapa poling, jumlah responden yang setuju terhadap pemecatan Mourinho masih kalah banyak dibanding pihak penentang. Seperti Klopp di mata fans Dortmund, Mourinho bagi fans Chelsea adalah sosok yang membangkitkan klub dari masa kegelapan.
Hal lain yang juga sama adalah keyakinan terhadap kemampuan diri dan anak-anak asuhnya. Mourinho dengan lantang mengatakan dirinya masih sosok terbaik bagi Chelsea dan menantang pemecatan bila memang ada manajer yang dipandang lebih baik dan bisa memberikan panasea kepada John Terry dkk.
Itu seperti Klopp musim lalu. “Kalau ini hanya masalah ketidakberuntungan dan itu bisa berubah dengan mengganti pelatih, lakukan saja dan saya tak akan menghalanginya,” tantang dia.
Terhadap para pemain, mereka sama-sama tak mau menyalahkan. Seburuk apa pun performa tim, tak ada pemain yang dijadikan kambing hitam. “Bagi saya, situasi akan sangat bagus bila para pemain membangkang. Saya bisa mengatakan kami tak mencapai hasil bagus karena mereka menentang saya. Tapi, para pemain saya telah melakukan segalanya. Sebuah penghinaan bagi mereka ketika ada yang mengatakan bahwa mereka tak mengeluarkan segenap kemampuan untuk memenangi pertandingan,” tegas Mou usai kekalahan dari Stoke City di Piala Liga, Rabu (28/10).
Indikasi keterpurukan tim juga sama-sama ditunjukkan di bursa transfer. Jelang keterpurukan musim lalu, banyak pemain baru Dortmund yang menurun. Sebut saja Milos Jojic, Ciro Immobile, Adrian Ramos, dan Kevin Kampl. Di Chelsea, ada André Schürrle, Mohammed Salah, Juan Cuadrado, Filipe Luis, Abdul Rahman Baba, dan Papy Djilobodji yang serupa mereka.
Advertisement
SOLUSI CEPAT
Di tengah kondisi tanpa ide, Mourinho butuh inspirasi. Dan sebaik-baiknya inspirasi adalah contoh nyata. Dalam keterpurukan Chelsea, contoh nyata itu adalah Klopp. Memang akan aneh ketika The Special One meminta nasihat kepada The Normal One.
Tapi, bagaimanapun, soal bergulat di papan bawah, Klopp lebih berpengalaman. Selain musim lalu, dia pernah menghadapinya saat menangani FSV Mainz 05 di Bundesliga 2 dan pada awal-awal melatih Dortmund.
Inspirasi itu sangat penting karena Mou butuh solusi cepat. Dia tak bisa menunggu segalanya pulih sendiri. Di Chelsea, keterpurukan tim selalu berujung pemecatan manajer. Menariknya, belakangan ini, pergantian pada tengah musim justru terbukti ampuh.
Avram Grant yang menggantikan Mourinho pada 20 September 2007 sanggup membawa The Blues ke final Liga Champions dan Piala Liga, serta finis sebagai runner-up di Premier League. Guus Hiddink, pengganti Luiz Felipe Scolari, yang naik pada 11 Februari 2009 mampu membawa Terry cs. juara Piala FA.
Roberto Di Matteo yang menjadi penerus Andre Villas-Boas pada 4 Maret 2012 secara sensasional membawa The Blues juara Liga Champions. Terakhir, Rafael Benitez yang ditunjuk sebagai pengganti Di Matteo pada 21 November 2012 mempersembahkan gelar juara Liga Europa.
Seaman apa pun posisi saat ini, Mourinho sesungguhnya tengah berjalan di atas mata pedang. Gagal belajar dari Klopp, periode kedua pengabdiannya di Chelsea akan berakhir lebih cepat.
*Penulis adalah pemerhati sepak bola dan komentator di sejumlah televisi di Indonesia. Asep Ginanjar juga pernah jadi jurnalis di tabloid soccer.