Liputan6.com, Jakarta Setiap tahunnya, 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Beragam kisah heroik para pejuang kemerdekaan kembali diungkap ke publik untuk mengenang jasa dan pengorbanan yang mereka lakukan demi mengusir penjajah dari Tanah Air.
Bukan hanya pejuang yang selama ini memiliki nama besar, tak jarang tokoh yang muncul adalah mereka yang sempat terlupakan. Salah satunya adalah sosok Emmy Saelan, pejuangan wanita asal Sulawesi Selatan yang rela gugur demi mengusir penjajah.
Dalam buku "Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66", disebutkan bahwa Emmy gugur dalam pertempuran yang terjadi di Kampung Kasi-kasi pada 23 Januari 1947. Saat itu, Emmy dan pasukannya terkepung oleh pasukan Belanda dan diminta untuk menyerah.
Advertisement
Perintah itu tersebut digubris. Bahkan saat pasukan Belanda mencoba menangkapnya, Emmy dengan sigap melempar granat yang menewaskan beberapa serdau KNIL. Sayang dalam insiden tersebut Emmy sendiri juga harus gugur. Emmy ternyata bukan satu-satunya pejuang di keluarganya. Adiknya, Maulwi Saelan yang juga sebagai penulis buku "Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66" juga punya darah yang sama. Dia juga aktif berjuang dalam mengusir para penjajah.
Ketika masih menjadi pelajar SMP Nasional, putra Amin Saelan (tokoh pendiri Taman Siswa di Makassar) itu dan pelajar-pelajar lainnya mengorganisir penyerbuan Empress Hotel, yang berfungsi sebagai markas NICA.
Dia juga dikenal sebagai pengawal Soekarno yang paling setia. Maulwi lah yang menemani Bung Karno hingga akhir hayatnya. Kedekatan Maulwi dengan Bung Karno berawal ketika pria kelahiran 8 Agustus 1928 itu dipanggil Bung Karno menjadi staf saat Resimen Tjakrabirawa dibentuk tahun 1962. Maulwi kemudian naik pangkat menjadi wakil komandan menjelang peristiwa Gestok.
Kisah kepahlawanan Maulwi tak hanya didapat lewat pertempuran. Di lapangan hijau, pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan itu juga dikenal sebagai penjaga panji-panji Merah Putih. Ya, di masa mudanya dia merupakan kiper tim nasional (Timnas) Indonesia.
Selain Asian Games I yang digelar di New Delhi, India 1951, Maulwi juga itu ambil bagian pada Olimpiade XVI di Melbeourne, Australia, 1956. Di babak perempat final, Indonesia menahan imbang Uni Soviet 0-0--prestasi yang dikenang sampai saat ini.
Sepanjang laga Indonesia mampu memberikan perlawanan sengit kepada Uni Soviet. Maulwi mampu menjaga gawang Indonesia tidak kebobolan selama 90 menit ditambah perpanjangan waktu 2x15 menit sehingga pertandingan berakhir imbang 0-0.Â
Karena tak ada pemenang, pertandingan harus diulang. Indonesia yang kelelahan akhirnya menyerah 0-4 di laga ulangan. Pengabdian Maulwi pada sepak bola tak hanya sampai di situ. Dia pernah menjadi ketua umum PSSI periode 1964-1967. (Tho/Rco)