Liputan6.com, Jakarta Sebagai salah satu pemain yang merumput di luar negeri, Dedi Gusmawan terkejut bisa mendapatkan panggilan pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl untuk pertandingan uji coba melawan Malaysia di Stadion Manahan, Solo, Selasa, (6/9/2016).
Dedi sudah dua musim merumput di Myanmar. Pemain kelahiran Deli Serdang ini memperkuat klub, Zayar Shwe Myay F.C. Dia mengira, aktivitasnya di Myanmar tidak terpantau tim pelatih Timnas Indonesia, terlebih sang pemain merasa berita kepindahan dan kiprah di Myanmar biasa -biasa saja.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Sang pemain sempat bermain untuk Timnas Indonesia ketika menghadapi Kamboja di pertandingan uji coba pada 25 September 2014 di Sidoarjo, Jawa Timur. Dia masuk menggantikan Fachrudin Aryanto. Setelah itu, panggilan untuk memperkuat Tim Merah Putih tidak pernah mampir lagi.
"Saya terkejut, tapi bangga bisa mendapatkan kesempatan bermain lagi di timnas. Saya mendapat kabar masuk timnas dari pelatih asisten pelatih Wolfgang Pikal. Dia bilang akan merekomendasikan saya kepada pelatih (Alfred Riedl)," ujar Dedi di Hotel Alana, Solo, Jawa Tengah.
Soal peluang bertahan lama di skuat Garuda dan bermain di Piala AFF, pemain 30 tahun ini bersikap realistis."Saya tanpa beban. Saya sadar dengan usia sekarang. Apalagi pelatih (Riedl) memanggil pemain muda."
Pemain 30 tahun ini sekarang merumput di Indonesia setelah kompetisi di Myanmar memasuki jeda. Dedi kembali ke klub sebelumnya, Mitra Kukar untuk berlaga di ajang Torabika Soccer Championship presented by IM3 Ooredoo."Sejauh ini, saya belum mengambil keputusan terkait masa depan di Mitra Kukar. Tapi kalau saya ingin kembali ke Myanmar kapanpun, Mitra Kukar mengizinkan."
Merantau di Myanmar, Dedi mengaku harus menjalankan semua aktivitas sendiri, termasuk urusan perut."Saya memasak sendiri. Terkadang beli. Jujur, makanan di Myanmar di luar kriteria saya," ujar ayah dua anak ini.
Selama mengadu nasib di Myanmar, mantan pemain PSPS Pekanbaru ini mendapat dukungan penuh dari sang istri, Rita Dwi Sarinda. Alasannya, bermain di Myanmar lebih terjamin. Hanya saja, dia tidak berniat memboyong istri dan anak menetap di Myanmar.
Akomodasi menjadi masalah utama. Istri dan anak harus tetap tinggal di apartemen selama Dedi bertanding."Kami memiliki kandang terjauh dibanding tim lainnya. Tim harus menempuh perjalanan selama 12 jam dengan bus ketika saya bertanding. Pernah ikut dalam bus, tapi saya kasihan dengan mereka."
"Di samping itu, perbedaan budaya, termasuk bahasa antara Indonesia dan Myanmar yang terlalu besar, membuat saya tidak bisa membawa mereka ke sana," ungkap Dedi.
Isu SARA di Myanmar
Dedi tidak terganggu dengan isu SARA di Myanmar. Menurut Dedi, sentimen itu muncul antar penduduk lokal saja. “Bukan dengan Warga Negara Asing seperti saya,” ungkap Dedi.
Pemain kelahiran Deli Serdang ini mengaku tidak ragu-ragu menunjukkan identitas sebagai muslim, termasuk di lapangan. Dia mengaku pernah sujud syukur ketika mencetak gol."Justru warga lokal sangat menaruh respek dengan orang asing seperti saya. Ketika mencetak gol, saya pernah melakukan sujud syukur; dan itu tidak masalah bagi mereka," cerita Dedi.