Klaim Sepihak Kepemilikan Sriwijaya FC Ciptakan Polemik

Klaim sepihak dari PT SOM atas kepemilikan Sriwijaya FC menggulirkan kisruh panas ke pecinta tim Laskar Wong Kito ini.

oleh Nefri Inge diperbarui 14 Sep 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2018, 07:30 WIB
Bola Panas Klaim Sepihak Kepemilikan Sriwijaya FC
Tim Advokasi Masyarakat Sumsel Peduli Sriwijaya FC menyatakan protes atas klaim sepihak kepemilikan tim Laskar Wong Kito oleh PT SOM (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Kisruh klaim sepihak yang dilontarkan PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) akan kepemilikan Sriwijaya Football Club (Sriwijaya FC), kini menggulirkan bola panas. Pernyataan kepemilikan Tim Laskar Wong Kito yang dicetuskan Muddai Maddang, Komisaris PT SOM membuat beberapa pihak merasa geram.

Salah satunya para pengacara Sumsel yang menamakan diri sebagai Tim Advokasi Masyarakat Sumsel Peduli Sriwijaya FC. Sebanyak 25 orang pengacara Sumsel mengajukan protes terhadap klaim sepihak dari PT SOM.

Ketua Tim Advokasi Masyarakat Sumsel Peduli Sriwijaya FC, Muhammad Arif Gunawan mengatakan, masyarakat Sumsel banyak menanyakan tentang kepemilikan Sriwijaya FC yang diklaim oleh PT SOM.

Sriwijaya FC itu klub sepakbola milik Sumsel, karena menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Sumsel. Klub ini juga punya masyarakat Sumsel,” katanya saat menggelar Konferensi Pers di Rumah Tamu Palembang, Rabu (12/9/2018).

Sejarah tim Laskar Wong Kito sendiri dibeli oleh Pemprov Sumsel dari Persija Timur menggunakan dana APBD. Setelah dibeli, nama tim ini berubah menjadi Sriwijaya FC. Hingga saat ini, Pemprov Sumsel masih memegang saham Sriwijaya FC sebesar 58 persen.

Jika berubah kepemilikan ke PT SOM dengan aturan hukum yang ada, mereka pun tidak mempermasalahkannya. Namun mereka memastikan data saham 58 persen Sriwijaya FC milik Pemprov Sumsel ada di arsip Kementrian Hukum dan Ham (Kemhumham).

“Saham itu ada dan dimiliki Pemprov Sumsel melalui Yayasan Sekolah Sepakbola. Jangan mengganggu dana APBD. Keadaan miris ini juga bisa mempengaruhi prestasi Sriwijaya FC,” ungkapnya.

Protes klaim sepihak kepemilikan Sriwijaya FC tersebut akan dilayangkan ke kantor DPRD Sumsel. Mereka akan menanyakan bagaimana bisa tim Laskar Wong Kito bisa diklaim namun masih menggunakan APBD Sumsel.

“Kami akan mendorong dan mendesak Gubernur Sumsel terpilih, Herman Deru dan anggota DPRD Sumsel agar membuat Peraturan Daerah (Perda) Sriwijaya FC menjadi Badan Usaha Milik Darah (BUMD),” ucapnya.

Dengan dijadikannya BUMD, Sriwijaya FC bisa lebih mendatangkan profit, salah satunya promosi Sumsel yang selama ini sudah berjalan.

 

Laporkan ke KPK

Kisruh Panas Klaim Sepihak Kepemilikan Sriwijaya FC
Tim Advokasi Masyarakat Sumsel Peduli Sriwijaya FC akan membawa kasus ini ke ranah hukum (Liputan6.com / Nefri Inge)

Kepemilikan Sriwijaya FC oleh Pemprov Sumsel, lanjut Arif, membuat masyarakat Sumsel merasa memiliki dan membuat gairah kebahagiaan bagi pecinta bola di Sumsel. Jika merasa dimiliki PT SOM, pendapatan Sriwijaya FC dari APBD Sumsel juga tidak akan tahu transparansinya.

“Jika mau adu data dengan pihak sebelah (PT SOM), boleh kita ketemu di DPRD Sumsel. Karena kami sudah memegang data akurat,” ujarnya.

Menurut Fahmi Nugroho, Sekretaris Tim Advokasi Masyarakat Sumsel Peduli Sriwijaya FC, jika klaim kepemilikan sepihak Sriwijaya FC ini terindikasi merugikan negara, mereka akan melaporkannya ke pihak terkait.

“Kita bisa melaporkan ke pihak kepolisian, kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika terbukti merugikan negara. Langkah hukum lainnya masih akan dirumuskan,” katanya.

Dari informasi yang mereka dapatkan, sisa 42 persen saham diduga milik Komisaris PT SOM Muddai Maddang, Bakti Setiawan dan Baryadi.

Sebelumnya, Muddai Madang menegasan bahwa Sriwijaya FC bukan milik Pemprov Sumsel, namun hanya milik Yayasan Sekolah Sepakbola dan tiga pemegang saham lainnya.

“Sriwijaya FC itu milik Yayasan Sekolah Sepakbola yang didirikan oleh pejabat Pemprov Sumsel dan beberapa orang pemegang saham, termasuk saja. Klub ini dikelola profesional, termasuk penunjukan Direktur Utama (Dirut) tidak perlu lewat Gubernur Sumsel, namun hanya wajib lapor saja,” ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya