Liputan6.com, Tokyo - Aung La N Sang tak pernah menyangka, namanya kini begitu membumi di Myanmar. Bahkan, pria berotot berusia 33 tahun ini didaulat sebagai pahlawan masa kini negeri berpopulasi sekitar 52 juta jiwa itu. Aung La pun disebut-sebut sebagai sosok kebanggaan dan pemersatu Myanmar.
Sebuah patung pun didedikasikan untuk sang pahlawan di Kachin National Manau Park, kampung halaman Aung La, di Myitkyina, Myanmar.
Advertisement
Baca Juga
Semua berawal dari sukses Aung La mengalahkan Vitaly Bigdash, pemegang gelar Middleweight World Championship di ajang ONE Championship. Ketika itu, kebetulan ajang ini digelar di "rumah" Aung La, Thuwunna Indoor Stadium, Yangon.
Bagi Myanmar, ini peristiwa bersejarah. Aung La pun menjadi orang Myanmar yang menyandang gelar juara dunia. Tak pelak, nama Aung La yang punya julukan “The Burmese Python” alias Ular Piton dari Myanmar ini pun langsung jadi perbincangan seluruh Myanmar.
Dia dianggap sebagai simbol sukses Myanmar di dunia internasional, khususnya olahraga.
Apalagi, di tahun 2018, dia menambah satu lagi gelar juara dunia ONE Championship. Dia mengalahkan Alexandre “Bebezao” Machado dalam perebutan gelar light heavyweight yang lowong di ONE: Quest for Gold, juga di Yangon.
Aung La menjadi orang kedua setelah Martyn Nguyen, yang mampu memenangkan dua gelar juara dunia di ajang ONE Championship.
The Burmese Python
Meski asli dan lahir di Myanmar, Aung La hanya hingga remaja menghabiskan hari-harinya di negara kelahiran. Pada 2003, usai menyelesaikan SMA di International School Yangon, Aung La berangkat ke Amerika Serikat (AS), untuk melanjutkan pendidikannya di Agriculture Science pada Andrews University, Michigan.
Namun, setahun kemudian, dia malah lebih asik menimba ilmu di Carlson Gracie dojo di South Bend, Indiana, AS. Dia mulai belajar mixed martial art di sana. Hingga akhirnya terjun ke ajang profesional MMA pada 2005.
Ketika, itu Aung La langsung menunjukkan reputasinya karena skill submission-nya yang mumpuni. Dari sini pulalah muncul julukan “The Burmese Python”. Aung La sendiri baru bergabung dengan ONE Championship pada 2014.
Meski lama tinggal di AS, Aung La tak pernah melupakan Myanmar dan masyarakatnya. Kini, dengan semua kesuksesan yang dia dapat dari Oktagonn Aung La selalu berusaha untuk ikut memberikan sumbangsih, apapun yang dia bisa untuk negeri tercintanya.
"Ayah saya selalu mengatakan agar kita tak pernah lupa akan akar kita. Kita harus selalu ingat dari mana asal kita," ujar Aung La. "Kita harus membantu negeri kita, sebisa kita."
Advertisement
Aktif Kegiatan Sosial
Maka itu, saat ini, Aung La selalu terlibat dalam kegiatan sosial apapun terkait Myanmar. Baik itu soal kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan anak-anak Myanmar.
Aung La bahkan pernah mengajak Wakil Presiden ONE Championship, Rich Franklin, untuk menggelar projek pendidikan untuk anak-anak jalanan di Myanmar. "Street School Initiative”, demikian projek itu dinamakan.
"Pendidikan selalu jadi hal yang terpenting bagi anak-anak. Tidak hanya anak-anak, ini juga penting untuk masa depan negeri ini (Myanmar)," ujar Aung La, dikutip dari Yangonlife.
Tidak hanya itu, Aung La juga sangat perhatian, kepada petarung-petarung junior di bawahnya di Myanmar. Dia ingin mereka bisa mengikuti jejaknya menjadi juara dunia.
Maka itu, saat tiga petarung Myanmar mencatat kemenangan di ajang ONE: Reign of Valor, yang kebetulan juga digelar di Thuwunna Indoor Stadium, Yangon, awal Maret lalu, Aung La tampak begitu bahagia.
"Bukan hanya saya, semua anak-anak, pemuda di Myanmar bisa menjadi juara dunia, asal berusaha, bekerja tekun dan terus memelihara ambisinya," Aung La menegaskan.