5 Pemain Top Asia Tenggara yang Berpetualang di Liga Indonesia

Lima pesepak bola top Asia Tenggara yang mewarnai Liga Indonesia. Siapa saja?

oleh Wiwig Prayugi diperbarui 05 Apr 2020, 19:25 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2020, 19:25 WIB
Pesepak Bola Asia Tenggara
Pesepak Bola Asia Tenggara (Bola.com/Adreanus Titus)

Jakarta - Keberadaan pemain asing yang berasal dari benua Asia Tenggara berhasil memberikan warna tersendiri bagi kompetisi di Liga Indonesia.

Mereka unjuk gigi sejak pintu masuk bagi pemain asing dibuka pada era Galatama, kemudian Liga Indonesia, Indonesia Super League, hingga terkini era Liga 1.

Dari sekian banyak nama pemain asing yang pernah beredar di Indonesia, striker legendaris Singapura, Fandi Ahmad, merupakan satu di antara yang terbaik.

Rekam jejak karier mantan pemain klub Galatama, Niac Mitra itu, di Indonesia berhasil diikuti penerusnya yang juga berasal dari Negeri Singa, Noh Alam Shah.

Selain kedua pemain ini, terdapat beberapa nama pemain impor dari benua Asia Tenggara yang pantas dipuji karena berhasil menunjukkan kualitasnya saat bermain di kompetisi paling elite di Tanah Air.

Bola.com coba merangkum lima pemain asing terbaik dari Asia Tenggara yang punya pengaruh besar saat bermain di Indonesia:

 

*Artikel ini ditulis didaur ulang dari Bola.com berjudul 5 Pesepak Bola Benua Asia Paling Berpengaruh di Liga Indonesia published 1 Juli 2017.

Fandi Ahmad

Timnas Indonesia U-22 Vs Singapura U-22
(Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Sosok pria yang kini berusia 53 tahun ini begitu disegani semasa masa aktif bermain. Bahkan, dia kerap disebut-sebut sebagai striker terbaik yang pernah dimiliki timnas Singapura.

Pada 1982-1983, pemain yang mengemas lebih dari 100 caps bersama timnas Singapura itu memilih berkarier bersama salah satu klub papan atas di kompetisi Galatama, Niac Mitra. Fandi bergabung ke klub yang kala itu diasuh M. Basri bersama kiper asal Singapura, David Lee.

Pemain asing pertama dari benua Asia itu pun langsung unjuk gigi di musim pertamanya. Fandi Ahmad yang jadi pemain terbaik Asia tahun 1996 itu mencetak 13 gol dan berhasil membawa Niac Mitra meraih juara Galatama. Kabarnya, kala itu Fandi menerima bayaran 75 ribu dolar AS setahun dari Niac Mitra.

Namun, kebersamaan pemain yang pernah menolak tawaran klub papan atas Belanda, Ajax Amsterdam itu bersama Niac Mitra, hanya berlangsung semusim. Mantan kapten timnas Singapura terpaksa hengkang karena PSSI melarang penggunaan pemain asing pada 1983.

Setelah melanglang buana di kompetisi benua Asia dan Eropa, pria berdarah Jawa ini kembali ke Indonesia. Namun, kali ini mantan pemain yang pernah diangkat jadi warga kehormatan Surabaya datang sebagai pelatih Pelita Jaya pada 2006-2010.

Fandi kini menjadi pelatih Timnas Singapura U-22.

Noh Alam Shah

Noh Alam Shah
(Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Striker temperamental ini masuk daftar pemain asing dari benua Asia yang sukses bermain di Indonesia. Along, sapaan akrab Noh Alam, berhasil mengikuti jejak seniornya, Fandi Ahmad.

Along pertama kali berkarier di Indonesia bersama Arema tahun 2009. Keputusannya bermain di Indonesia diikuti rekan setimnya di timnas Singapura, M. Ridhuan.

Bersama tim berjulukan tim Singo Edan, pria yang kini berusia 35 tahun mencetak 31 gol dari 73 pertandingan. Musim 2009-2010, Along juga berhasil mengantarkan Arema juara Indonesia Super League.

Ironisnya, karier Along bersama Arema Indonesia berakhir menyedihkan. Striker yang sempat berkostum Arema IPL itu memilih pergi dari Malang tahun 2011 karena masalah tunggakan gaji. Ketika itu, gaji Along dan pemain Arema lainnya ditunggak selama 2 bulan.

Setelah memutuskan hengkang dari Arema, mantan pemain Tampines Rovers sempat mencoba peruntungan dengan berkostum PSS Sleman pada 2013. Namun, kariernya mandek karena lebih sering berkutat dengan cedera dan hanya bisa mencetak 2 gol dari 11 pertandingan.

Begitu kembali ke Singapura, Shah Alam datang dengan kabar yang mengejutkan pada Agustus 2015. Pemain berdarah Bawean, Gresik, Jawa Timur, dikabarkan banting setir menjadi sopir di Negeri Singa.

Sepanjang kariernya, Noh Alam akrab dengan masalah disiplin. Bahkan, dia pernah dijatuhi skorsing selama satu tahun oleh Komdis FAS (PSSI-nya Singapura) karena menendang kepala kompatriotnya di timnas Singapura, Daniel Benett, hingga terkapar dan harus dilarikan ke rumah sakit tahun 2007.

Kosin Hathairattanakool

Sinthaweechai Hathairattanakool (Kosin)
(Bola.com/Dok. FAT)

Penjaga gawang asal Thailand dengan paras ganteng ini pernah begitu dipuja oleh bobotoh. Kosin berhasil menarik hati suporter Persib Bandung meski hanya bermain selama satu musim dengan tim berjulukan Maung Bandung itu.

Bergabung dengan Persib selama satu musim (tahun 2006) di Liga Indonesia XII, kiper kelahiran Sakon Nakhon, 33 tahun silam, langsung menjadi pilihan utama di bawah mistar Persib. Kosin yang kala itu berstatus kiper timnas U-23 Thailand didatangkan dari Osotspa FC.

Penegasan akan kehebatan Kosin terlihat saat dia berada paling atas dalam daftar polling pemain yang akan bermain dalam laga Perang Bintang tahun 2006. Berkat penampilan gemilang itu pula, kiper yang didatangkan Persib berkat jasa pemilik Saint Prima, almarhum Hasan Saputra itu, akhirnya diboyong Chonburi.

Dua musim di Thailand, Kosin kembali ke Persib tahun 2009 dengan status pinjaman dan kembali membuktikan kehebatannya soal urusan menjaga gawang Persib.

Pada petualangan keduanya ini, Kosin didampingi pemain hebat asal Negeri Gajah Putih lainnya, Suchao Nutnum. Tiga bulan di Persib, Suchao muncul sebagai idola baru karena penampilan memikat yang dia tunjukkan. Suchao mencetak 3 gol dari 13 laga bersama Maung Bandung.

Saking cintanya kepada Suchao, bobotoh sampai membuat gerakan "1 Juta Facebookers Mendukung Suchao Nutnum Dipertahankan" untuk memastikan sang pemain tetap di Persib tahun 2010. Namun, hal itu tidak terwujud karena Suchao memutuskan kembali ke Buriram.

Kado perpisahan terbaik pun didapat Suchao pada laga terakhirnya bersama Persib. Di Stadion Si Jalak Harupat, spanduk "Terima kasih Suchao" terpampang di seluruh sudut stadion. Terharu melihat besarnya dukungan bobotoh, Suchao sampai menitikan air mata saat mengucapkan salam perpisahan kepada suporter Persib.

Safee Sali

img_safee-211210.jpg
Mohd Safee Bin Mohd Sali

Pemain yang memupus asa Timnas Indonesia untuk menjuarai Piala AFF 2010 ini diboyong Pelita Jaya Karawang musim 2011-2012. Di musim pertamanya, Safee Sali mencetak 20 gol dan berhasil membawa Pelita Jaya finis di posisi keenam klasemen akhir ISL.

Kehadiran Safee Sali di Tanah Air juga menyedot perhatian yang besar mulai dari media hingga pencinta sepak bola. Maklum, pemain yang memiliki darah Jawa ini dikabarkan menerima bayaran wah, yakni Rp 5,9 miliar untuk dua musim saat memperpanjang masa baktinya dengan Pelita Jaya. Jika dirata-rata, dia mendapatkan gaji sekitar Rp 267 juta setiap bulannya.

Nilai kontrak menggiurkan Safee Sali itu juga sempat jadi pemberitaan media-media Malaysia. Bahkan, media di Negeri Jiran itu memberikan julukan Pria Satu Juta Dolar yang mengacu pada kontrak wah yang didapat sang pemain.

Selama di Indonesia, pemain yang kini membela Johor Darul Takzim ini bermain dalam 72 pertandingan dan berhasil mencetak 56 gol. Mantan pemain Arema itu akhirnya memilih kembali ke Malaysia karena situasi sepak bola di Indonesia yang tidak kondusif karena adanya dualisme kompetisi tahun 2012.

Pemain yang terikat kontrak dengan Arema hingga tahun 2014 pergi dengan status pinjaman ke JDT dan mendapatkan bayaran 135 juta per bulan.

Baihakki Khaizan

Baihakki Khaizan
(AFP/Mohd Fyrol)

Pesepak bola asal Singapura, Baihakki Khaizan pernah mewarnai Liga Indonesia. Bek berusia 36 tahun itu memperkuat tiga klub berbeda di Indonesia pada 2010 hingga 2012.

Menariknya, dua klub yang diperkuat pemain dengan nama lengkap Baihakki bin Khaizan ini, adalah musuh bebuyutan. Tak lain adalah Persija Jakarta dan Persib Bandung.

Pemain yang memperkuat Timnas Singapura sejak 2003 ini membela Persija pada 2009-2010 dengan menorehkan 30 penampilan. Setelah itu, dalam semusim berikutnya, ia membela Persib Bandung. Tahun berikutnya, ia membela Medan Chiefs yang berkompetisi di Liga Primer Indonesia.

Cukup lama berada di Indonesia membuat Baihakki dekat dengan banyak pemain di Tanah Air. Beberapa waktu lalu ketika Bambang Pamungkas pensiun, Baihakki turut memberi testimoni. Ia menceritakan pengalaman lucu saat bersama Bepe di Jakarta.

Waktu di persija, pertama kali aku makan A&W di Malang, ditutup dan dikunci ama sekuriti kerna saking ramainya orang mau photo ama tandatangan. 😂😂 Ternyata dialah idola, wira dan lagenda mereka dan satu Indonesia, Bambang Pamungkas. Happy Retirement my brother," tulis Baihakki di Instagram.

Hingga saat ini, ia masih memiliki banyak followers dari suporter dan pemain Indonesia, terutama The Jakmania.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya