Jakarta - Legenda Persija Jakarta, Bambang Pamungkas, menyinggung kegemaran bongkar pasang pelatih di Timnas Indonesia. Menurutnya, kebijakan bongkar pasang pelatih itu salah kaprah.
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, kursi pelatih Timnas Indonesia berganti 17 kali. Mulai dari Nandar Iskandar (2000), Dananjaya (2000), Benny Dollo (2000-2002 & 2008-2010), Ivan Kolev (2002-2004 & 2007), Peter Withe (2004-2007), Alfred Riedl (2010-2011, 2013-2014, & 2016), Wim Rijsbergen (2011-2012), Aji Santoso (2012), Nilmaizar (2012-2013), Luis Manuel Blanco (2013), Rahmad Darmawan (2013), Jacksen Tiago (2013) hingga Pieter Huistra (2015).
Baca Juga
Setelah pembekuan dari FIFA dicabut, PSSI menunjuk Luis Milla (2017-2018), Bima Sakti (2018), Simon McMenemy (2019), dan Shin Tae-yong pada 2020 sebagai pelatih Timnas Indonesia.
Advertisement
"Permasalahan sepak bola Indonesia ada dua. Pola pikir dan pola kerja. Pola pikir itu inginnya instan. Pola kerja selalu berusaha mencari hal-hal yang mudah. Tidak mau melalui proses. Contoh paling nyata ketika Timnas Indonesia gagal di turnamen lalu berganti pelatih," ujar Bambang pada podcast Makna Talks yang tayang di YouTube pada Januari 2020.
"Selama 13 tahun saya di Timnas Indonesia, pelatih yang menangani saya ada 11. Negara lain memercayakan pelatihnya bisa 5-7 tahun. Itu harus perbaiki dari awal. Pola pikir diperbaiki sebelum menatap sistem yang baik. Itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang, pengurus PSSI, yang baru," jelas mantan pemain yang karib dipanggil Bepe ini.
Sejak 2018 saja, empat pelatih bergantian menangani Timnas Indonesia. Setelah Asian Games 2018, Luis Milla digantikan Bima Sakti. Kegagalan di Piala AFF 2018 membuat Bima merelakan posisinya kepada Simon McMenemy. Belum juga setahun bekerja, pria Skotlandia itu telah dipecat akibat penampilan buruk di Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Posisi Simon lalu diambil alih oleh mantan pelatih Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018, Shin Tae-yong.
Cara Membangun Timnas Indonesia yang Kuat
Menurut Bepe, ada dua cara sederhana untuk membentuk Timnas Indonesia yang berkualitas. Pertama dengan membentuk pemain dari sedini mungkin.
"Mempersiapkan bakat muda dan menyelenggarakan kompetisi secara profesional. Sampai detik ini, fokus kita hanya di kompetisi. Itulah kenapa pembinaan usia dini diambil alih pihak swasta. Baru pada 2018 PSSI membuat kompetisi usia dini. Itu pun baru mencakup klub Liga 1," terang Bepe.
Advertisement
Mulai Berbenah
Khusus pembinaan usia dini, PSSI mulai banyak berbenah. Selain menggagas Elite Pro Academy (EPA) Liga 1 U-16, U-18, dan U-20, program akselerasi Garuda Select juga diluncurkan.
Garuda Select adalah cara PSSI untuk membangun timnas demi Olimpiade 2024 dan Piala Dunia 2030.
Disadur dari Bola.com (Muhammad Adiyaksa / Yus Mei Sawitri)