Liputan6.com, Jakarta - Cepat betul Lionel Messi menyergap kiper Argentina, Emiliano Martinez. Begitu sang kiper sukses mementahkan tendangan penalti pemain Kolumbia Edwin Cardona, Messi dari tengah lapangan langsung berlari ke arahnya dan seketika memeluk Emi, panggilan Martinez.
Tidak cuma memeluk, Messi dengan mesranya nemplok dalam dekapan Martinez, seperti seorang bocah yang meminta gendong kepada ibunya yang baru pulang dari pasar.
Begitu senangnya, begitu bahagianya Messi, sampai tak memedulikan Martinez yang menangis sesegukan menahan haru. Sungguh momen yang mengharukan, sekaligus canggung.
Advertisement
Itu sekelumit adegan di akhir laga semifinal Copa America 2021 antara Argentina dengan Kolumbia di Stadion Nasional Mane Garrincha, Brasilia, Brasil, yang berakhir dengan adu penalti, Kamis 8 Juli 2021.
Penyelamatan Martinez itu memang penting. Tangkisan Martinez memastikan Argentina melangkah ke final Copa America 2021 menantang Brasil. Sebelumnya, dalam masa normal 90 menit, kedua tim bermain imbang 1-1.
Tak hanya sekali, selain menahan tendangan Cardona, Martinez juga sukses mementahkan tendangan pemain Kolumbia lainnya, Davinson Sanchez dan Yerry Mina.
Bagi Messi, memastikan langkah Argentina ke final memang penting. Ini adalah kesempatan terbaiknya untuk memberikan gelar terhormat bagi Argentina. Harap maklum, kini usia Messi sudah tidak muda lagi, 34 tahun.
Messi seperti geregetan untuk membuktikan kehadirannya di Timnas Argentina juga bisa memberikan gelar. Apalagi, khusus di ajang Copa America, Argentina sudah lama sekali tak jadi kampiun. Terakhir mereka juara di ajang ini pada tahun 1993, saat Messi masih berusia enam tahun!
Sudah bukan rahasia lagi, kiprah Messi di Argentina memang sepi prestasi. Sejak melakukan debut bersama timnas Argentina senior pada 2006, Messi hanya mampu membawa Tim Tango berjaya di gelaran Olimpiade 2008. Mereka waktu itu meraih medali emas usai di final mengalahkan Nigeria 1-0.
Memang, Messi pernah membawa Argentina jadi juara dunia pada 2005. Tapi itu masih pada level junior, yaitu Piala Dunia U-20, yang ketika itu digelar di Belanda.
Saksikan Video Copa America 2021 di Bawah Ini
Gagal di Empat Final
Di luar itu, Messi selalu gagal mempersembahkan gelar setiap membela Argentina di ajang besar, seperti Copa America atau Piala Dunia.
Padahal, Messi pernah merasakan empat final bersama Tim Tango di dua ajang besar itu. Final pertama Messi bersama Argentina di ajang Copa America, pada 2007, saat kalah 0-3 dari Brasil. Kemudian berturut-turut di Copa America 2015 dan 2016, Messi dan Argentina kalah dari lawan yang sama di final, Chile. Kedua-duanya lewat adu tendangan penalti.
Kesialan Messi bersama Argentina berlanjut di ajang Piala Dunia. Pada Piala Dunia 2014 di Brasil, "Tim Tango" ditekuk Jerman 0-1 di final.
Â
Menariknya, prestasi Messi di level klub bertolak belakang dengan kiprahnya di timnas Argentina. Bahkan boleh dibilang bagaikan langit dan bumi.
Â
Belum lagi jika dihitung kegagalan Messi membawa Argentina ke partai puncak. Seperti di Piala Dunia 2006, 2010, dan 2018, misalnya. Di tiga Piala Dunia itu, paling bagus Messi hanya mampu membawa Argentina ke babak perempat final.
Sementara di gelaran Copa America 2007, 2011, dan 2019, paling bagus Messi hanya mampu membawa "Tim Tango" ke semifinal.
Menariknya, prestasi Messi di level klub bertolak belakang dengan kiprahnya di timnas Argentina. Bahkan boleh dibilang bagaikan langit dan bumi. Hampir 17 tahun bersama klub Spanyol, Barcelona, Messi sukses mempersembahkan tak kurang dari 34 gelar! Termasuk 10 gelar La Liga dan 4 gelar Liga Champions.
Tak heran, banyak yang menyebut Messi seperti berada dalam kutukan saat membela Timnas Argentina. Namun, kutukan itu tak berlaku saat La Pulga, julukannya, berseragam Barcelona. Ya, bersinar di klub, namun terpuruk bersama timnas.
Advertisement
Bertemu Neymar
Di rumah, ditemani kopi hitam, di depan layar kaca, saya begitu menikmati momen-momen itu. Momen saat Messi bersama rekan-rekan Argentina-nya merayakan sukses mereka melaju ke final, di Stadion Nasional Mane Garrincha yang kosong. Termasuk saat Messi, Martinez, dan seluruh pemain Argentina membuat lingkaran merayakan sukses mereka ke final.
Tangan mereka saling bergenggaman, melompat-lompat kecil, dan kompak meneriakkan yel-yel "Argentina... Argentina... Argentina..."
Saya sih senang-senang saja. Sebab, dengan begitu, terciptalah final idaman di Copa America 2021 ini: Brasil vs Argentina. Dua negara adikuasa sepak bola di Amerika Selatan bertengkar di partai puncak, wow....
Tapi, sebenarnya bukan cuma momen itu. Sepanjang pertandingan, saya juga menikmati betul aksi-aksi Messi. Memang, tampak betul dia bermain mati-matian untuk menjamin langkah Argentina ke final. Messi bahkan tak merasa apa-apa ketika kakinya terluka dan mengeluarkan darah.
Salah satu aksi gemilangnya adalah saat memberi assist untuk gol Lautaro Martinez, saat laga baru berlangsung tujuh menit. Lewat sebuah aksi gemilangnya, Messi sempat mengecoh bek andalan Kolumbia, Yarry Mina, di kotak penalti lawan.
Setelah itu dengan tenang dia memberi umpan menyusur tanah, yang begitu mudah dieksekusi menjadi gol oleh Martinez.
Saya juga merekam betul mimik wajah Messi, saat Luis Diaz mampu membalas gol untuk Kolumbia di menit ke-61. Kecewa betul dia...
Messi beberapa saat menundukkan kepala kemudian menengadahkannya ke atas, sebuah kekecewaan yang luar biasa.
Rona wajah Messi juga beberapa kali terlihat tegang saat disorot kamera ketika adu penalti. Berkali-kali mengepalkan kedua tangannya ke bawah dan berteriak setiap rekannya suses mengeksekusi penalti dengan baik. Sampai akhirnya, Martinez membuat penyelamatan klimaks dengan menahan tendangan Cardona.
Messi pun kini berkesempatan menghapus "kutukan" sekaligus menantang Brasil dengan bintangnya, Neymar, yang juga sempat jadi rekan Messi di Barcelona.
Pada periode 2014-2017, Messi, Neymar, dan Luis Suarez pernah menjadi trio penyerang yang menakutkan di La Liga Spanyol. Mereka mencetak 364 gol dari 450 pertandingan. Musim 2014/2015 menjadi musim terbaik dari Trio MSN alias Messi-Suarez-Neymar. Mereka sukses melabuhkan tiga gelar sekaligus untuk Barcelona: La Liga, Liga Champions, dan Copa del Rey.
Perlukah Menghapus Kutukan?
Kini, orang pun bertanya-tanya apakah Messi bersama rekan-rekannya di Tango mampu mengalahkan Brasil di final, sekaligus menghapus kutukan itu?
Tapi, menurut saya, pertanyaan sesungguhnya adalah, apakah Messi harus atau perlu menghapus "kutukan" itu dengan mempersembahkan gelar untuk Argentina?
Mungkin sebagai pemain, untuk kebanggaan, Messi jelas berambisi membawa Argentina juara. Tapi kalaupun dia gagal lagi, Argentina kalah dari Brasil, rasanya Messi tak perlu sampai frustrasi.
Â
Pertanyaan sesungguhnya adalah, apakah Messi harus menghapus "kutukan" itu dengan mempersembahkan gelar untuk Argentina?Â
Â
Sebab, sejauh ini, dia selalu bersungguh-sungguh saat mengenakan seragam Abiceleste. Dia membuktikan dirinya bukanlah "tentara bayaran", yang hanya bagus di klub karena bayaran yang tinggi.
Messi selalu tampil gemilang di setiap ajang bersama Argentina. Di Copa America 2021 saja, Messi saat ini masih tercatat sebagai pencetak gol terbanyak dengan empat gol dan empat assist dalam empat pertandingan.
Secara umum, meski tanpa gelar Copa America atau Piala Dunia, di timnas Argentina, Messi pun masih yang "Ter". Dia masih menyandang rekor sebagai pemain dengan caps terbanyak, 150 pertandingan. Messi juga menjadi pencetak terbanyak Argentina dengan 76 gol.
Fakta bahwa Messi sudah lebih dari cukup untuk dikenang sebagai legenda saat pensiun nanti.
Â
Advertisement
Korban Prestasi Sendiri
Disadari atau tidak, Messi sebenarnya sudah menjadi korban dari prestasi hebatnya sendiri. Bagaimana tidak, penampilan gemilangnya di Barcelona, membuat pendukungnya di negeri sendiri berharap hal yang sama.
Padahal, segalanya berbeda. Mulai dari rekan-rekan setim, pelatih, fasilitas, atmoster latihan, ajang pertandingan, lawan, semuanya berbeda. Tetapi, para pendukung Argentina menuntut Messi bisa membawa prestasi hebatnya di Barcelona itu ke Timnas Argentina.
Ini juga sempat membuat Messi memutuskan pensiun usai final Copa America 2016, meski tak lama kemudian menyatakan come back.
Andaikan saja, performa Messi di Barcelona biasa-biasa saja, tentu tuntutan dari pendukung Argentina tak semasif itu. Ini pula yang membuat bintang-bintang Argentina lainnya, seperti Sergio Aguero, Angel Di Maria dan lainnya tidak memiliki beban seperti Messi saat mengenakan seragam Argentina.
Jadi, bagi Messi, duel final Copa America 2020 melawan Brasil sebenarnya bukanlah satu pembuktian bahwa dia bisa menghapus "kutukan" itu. Laga final ini tak ubahnya seperti pertandingan-pertandingan lain yang harus dimenangkan. Ya, tentu harus dimenangkan, dan dalam bingkai sportivitas.
Bermain lepas, tanpa terbebani masalah "kutukan" tentu akan membuat Messi lebih menikmati pertandingan dan memberikan yang maksimal. Tapi, ya tentu saja, Messi tidak bekerja sendiri, rekan-rekan setim dengan pelatih Lionel Scaloni jelas akan ikut menentukan hasil akhir pertandingan.
Bagaimana Messi?