Liputan6.com, Jakarta Pelatih Arema FC, Javier Roca, bercerita kepada media Spanyol tentang kengerian saat tragedi Kanjuruhan, Sabtu malam (1/10/2022). Insiden tersebut telah menyebabkan setidakanya 125 orang meninggal dunia.
Seperti diketahui, kerusuhan pecah di Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah Arema FC kalah 2-3 dari musuh bebuyutannya Persebaya Surabaya. Insiden bermula saat sejumlah fans Arema turun ke lapangan untuk meluapkan kekesalannya. Namun kehadiran mereka berusaha dihalau oleh petugas keamanan.
Kericuhan semakin memburuk setelah polisi mulai menembakkan gas air mata. Penonton yang panik berusaha menyelamatkan diri hingga menyebabkan penumpukan di pintu-pintu keluar. Suasana semakin tidak terkendali. Sejumlah penonton tak berdaya setelah terhimpit dan terinjak-injak penonton lain.
Advertisement
Javier Roca yang menangani Arema FC masih sempat menghadiri jumpa pers singkat usai pertandingan. Namun setelah kembali ke ruang ganti, pelatih asal Cile itu segera sadar ada sesuatu yang tak beres.
Tidak semua pemain berada di ruang ganti. Sebagian ternyata memilih bertahan di lapangan.
"Sepulang dari jumpa pers, saya pun melihat tragedi," kata Roca kepada Cadena Ser.
"Para pemain lewat dengan korban di pelukan mereka. Hasil pada akhirnya menentukan apa yang terjadi. Kalau kami bermain imbang, setidaknya ini tidak akan terjadi," ujar Roca menambahkan.
Bertindak Berlebihan
Dalam perbincangan dengan Cadena, Roca menilai polisi telah bertindak di luar batas. Situasi bertambah buruk mengingat kondisi stadion yang tidak siap dalam mengantisipasi kericuhan pada malam itu.
"Ternyata stadion belum siap, mereka tidak menyangka terjadi kekacauan seperti ini. Belum ada kejadian seperti ini di stadion, dan itu berantakan karena banyaknya orang yang ingin melarikan diri," tambah Roca.
"Saya pikir polisi melampaui batas mereka, meskipun saya tidak berada di luar sana dan tidak mengalami apa yang terjadi. Tapi melihat gambar, mereka bisa menggunakan teknik lain. Tidak hasil, seberapa penting pertandingannya, yang setara dengan kehilangan nyawa manusia," beber Roca.
Advertisement
Bentuk Tim Pencari Fakta
Tragedi Kanjuruhan menjadi kerusuhan sepak bola paling mematikan di Indonesia. Di dunia, insiden ini berada di urutan ketiga dengan jumlah korban meninggal terbanyak.
Posisi pertama ditempati oleh Tragedi Estadio Nacional yang menewaskan 328 orang. Sementara posisi kedua ditempati oleh Tragedi Accra Sports’ Stadium Ghana dengan korban jiwa mencapai 126 orang.
Akibat kejadian ini, PSSI untuk sementara menghentikan kompetisi Liga 1 2022/2023. Sementara pemerintah melalui Menko Polhukam, Mahfud Md telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut dan mencari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas insiden ini.
Tim ini diketaui oleh Mahfud dengan anggota dari lintas profesi, termasuk eks striker timnas Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto. Menurut Mahfud, tim ini sudah mulai bekerja sejak Rabu (4/10/2022). Dia juga berharap dalam 2-3 hari ke depan, polisi sudah bisa menetapkan tersangka atas peristiwa tersebut.
Daftar Tim Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan
Berikut daftar anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan
1. Rhenald Kasali (Akademisi/UI)
2. Sumaryanto (Rektor UNY)
3. Akmal Marhali (Pengamat Olahraga/Koordinator Save Our Soccer)
4. Anton Sanjoyo (Jurnalis Olahraga-Harian Kompas)
5. Nugroho Setiawan (Mantan pengurus PSSI dengan Lisensi FIFA)
6. Letjen TNI (Purn) Doni Monardo (mantan kepala BNPB)
7. Mayjen TNI (Purn) Suwarno (Wakil Ketum 1 KONI)
8. Irjen Pol (Purn) Sri Handayani (Mantan Wakapolda Kalimantan Barat)
9. Laode M Syarif (Kemitraan)
10. Kurniawan Dwi Yulianto (mantan tim nasional sepak bola)
Advertisement