Kisah Evan Dimas: Semua Bisa Dikalahkan, Kecuali Tuhan [3]

Momen dramatis yang tak bisa dilupakan Evan Dimas bersama Timnas Garuda Muda, saat melawan Korsel. Tapi Evan yakin, semua bisa dikalahkan.

oleh jeffrey diperbarui 30 Okt 2013, 07:00 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2013, 07:00 WIB
evan-dimas-home-7-131029c.jpg
Nama Evan Dimas makin dikenal publik sepakbola di Tanah Air setelah bersama skuat Timnas U-19 menyabet Piala AFF U-19 di Sidoarjo, Jawa Timur. Kemenangan Indonesia diraih secara dramatis setelah menghantam Vietnam di final dengan adu tendangan penalti. Hasil akhir 7-6 untuk Garuda Muda.

Gema Timnas U-19 kian menggelora mengisi relung hati bangsa Indonesia setelah Evan Dimas dan kawan-kawan berhasil menaklukkan tim paling kuat saat ini Korea Selatan. Garuda Muda lolos ke putaran final Piala AFC 2014 di Myanmar. Indonesia menggilas Korsel 3-2. Bendera Merah Putih pun berkibar tegak kembali mendapatkan rasa percaya diri yang telah lama seolah hilang.



Timnas U-19 asuhan pelatih Indra Sjafrie meraih angka sempurna dalam babak kualifikasi tersebut dan bertengger di puncak klasemen Grup B setelah sebelumnya mengganyang Laos, Filipina, dan terakhir Korsel. Sejak itulah nama Evan Dimas bersama Timnas U-19 dan sang arsitek Indra Sjafri melambung di langit Negeri Nusantara.

Bakat Istimewa Dilihat Indra

Evan Dimas sempat ditolak panitia program Deportivo SAD di Uruguay 2011 silam. Alasannya, ada yang menyebut karena masalah administrasi belaka. Tapi ada juga yang menyatakan, Evan tak lolos karena nilainya paling buruk. Oleh panitia, pada seleksi pertama nama Evan Dimas berada di urutan terbawah.



Anak sulung keluarga Condro Darmono dan Ana itu ternyata tak patah arang. Semangatnya bermain bola tetap menggebu-gebu. Evan melihat kesempatan untuk masuk di program PSSI yang dicanangkan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin tentang pembinaan pesepakbola usia dini berjenjang.

Ketika itu, Indra Sjafri melihat dan menyimak penampilan Evan di Surabaya. Pelatih asal Sumatra Barat itu kepincut dan akhirnya memboyong Evan masuk Timnas U-17 yang waktu itu bertepatan dengan datangnya undangan turnamen U-17 di Hong Kong, Februari 2012. Indra memang rajin mencari anak-anak berbakat dari berbagai daerah.



"Yang saya sayangkan sampai saat ini, belum ada pemandu bakat dari PSSI untuk memantau talenta ke daerah-daerah. Padahal, jika kita ingin mencarinya, sangat banyak pemain muda berpotensi," ungkap Indra dalam suatu kesempatan.

Di Timnas U-17, Evan Dimas menjadi roh yang menghidupkan lini tengah dan mampu menyuplai bola kepada penyerang. Kemampuannya memimpin teman-temannya di lapangan, membuat sang pelatih mempercayakan ban kapten pada Evan. Di Hong Kong, Evan Dimas bersama Timnas U-17 sukses menjadi juara.  

Timnas U-17 Jadi Skuat Pengharapan

Gelar dari Hong Kong jadi bukti mereka bisa berprestasi. PSSI percaya dan menginginkan Garuda Muda tetap dipertahankan. Garuda Muda ketika itu tumbuh dalam pusaran konflik internal PSSI. Sempat terjadi 'kisruh' antara kubu Djohar Arifin versus La Nyalla Matalitti.

Indra Sjafri ketika itu diangkat menjadi asisten pelatih Manuel Blanco asal Argentina untuk menangani Timnas U-19. Belakangan ternyata Blanco tak mau jadi pelatih Garuda Muda. Kepercayaan akhirnya diberikan kepada Indra Sjafri.



Indra tak banyak menuntut dan gembar-gembor ketika membina Garuda Muda U-19. Hasilnya nyata. Evan Dimas dan kawan-kawan meng hajar Brunei 5-0. Kepercayaan diri mulai tumbuh. Anak-anak asuhan Indra kembali meraih kemenangan kedua dengan menekuk Myanmar 2-1. Sebuah gol disumbangkan Evan Dimas.

Dalam laga ketiga, Vietnam berhasil meredam langkah Garuda Muda. Timnas Indonesia kalah 2-1. Pada pertandingan ketiga, Evan Dimas dan kawan-kawan hanya mampu bermain imbang 1-1 lawan musuh bebuyutan Malaysia.

Kesempatan melaju ke final tinggal selangkah lagi. Timnas U-19 harus mengalahkan Timor Leste di semifinal. Kemenangan itu datang, Timor Leste takluk 2-0. Perjuangan Timnas U-19 akhirnya menemui ujungnya. Vietnam takluk di final. Publik Sidoarjo menjadi saksi pertama kerja keras Timnas U-19 hingga menjadi jawara. Selama event internasional ini, Evan mengemas 5 gol, di bawah bomber Vietnam Nguyen Van Toan yang menjadi topskor dengan 6 gol.



"Saya hanya menargetkan kami juara. Tak peduli, saya cetak gol atau tidak. Yang penting tim menang," ungkap Evan Dimas kala itu.

Garuda Muda Buktikan Lagi

Ajang kualifikasi Piala Asia 2014 jadi arena pembuktian Timnas U-19 berikutnya. Evan Dimas dan kawan-kawan berada di Grup G bersama Laos, Filipina, dan juara bertahan Korea Selatan.

Armada U-19 menang atas Laos 4-0 di laga perdana. Evan menyarangkan 1 gol dan 2 assist. Lawan kedua yang harus dihadapi, Filipina yang sedang bangkit. Tak terlalu repot, Evan dan kawan-kawan sukses menumbangkan lawannya dengan skor 2-0. Tim terberat terakhir yang harus dihadapi dan telah berhasil ditaklukkan adalah Korsel. Evan mencetak hat-trick ke gawang Korsel. Setahun lagi, Oktober 2014, Timnas U-19 akan kembali berlaga pada putaran final Piala Asia di Myanmar.



Ada peristiwa yang tak akan pernah dilupakan Evan Dimas saat menghadapi Korsel. Bukan soal tiga gol yang dihunjamkannya ke gawang Korsel itu, tapi apresiasi para penonton yang mendukung penuh Timnas Garuda Muda. Ketika itu, di babak kedua Evan ditarik keluar sang pelatih karena mengalami cedera ringan. Teriakan-teriakan fans itu begitu nyata di telinga.

"Evan Dimas... Evan Dimas..." Bahkan sebagian penonton memberikan tepuk tangan sambil berdiri saat Evan keluar lapangan.

"Alhamdulillah, saya bersyukur atas hasil ini. Semoga bisa lebih baik untuk ke depannya," ujarnya merendah.

Tanpa bermaksud menyombongkan diri, Evan memiliki keyakinan sejak awal: Korea Selatan bisa dikalahkan.



"Semua bisa dikalahkan kecuali Tuhan," ucap Evan tegas.

Bagaimana cerita kehidupan Evan Dimas selanjutnya? Bagaimana kisah cintanya? Ikuti terus Kisah Sang El Capitano Timnas U-19 selanjutnya. (Vin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya