Sejak berganti format pada 1992, sejumlah pemain bintang telah berhasil menggondol gelar juara Liga Champions. Sebut saja, misalnya, legenda AC Milan dan Timnas Italia Paolo Maldini. Atau, bintang Real Madrid dan Prancis Zinedine Zidane dan superstar Inggris David Beckham.
Masih kurang? Tambahkan mantan gelandang Timnas Belanda, Clarence Seedorf. Satu-satunya pemain yang paling beruntung yaitu sanggup meraih gelar juara Liga Champions sebanyak empat kali bersama tiga klub yang berbeda: Ajax Amsterdam (1995), Madrid (1998), dan Milan pada 2003 dan 2007.
Di sisi lain, tak sedikit pemain bintang ternama yang bernasib buruk. Meski kariernya di lapangan hijau terbilang cemerlang, sang pemain tak satu kali pun mampu merebut gelar Liga Champions. Berikut, delapan (8) pemain bintang di masanya yang gagal menambah koleksi trofi paling bergengsi di Eropa.
Masih kurang? Tambahkan mantan gelandang Timnas Belanda, Clarence Seedorf. Satu-satunya pemain yang paling beruntung yaitu sanggup meraih gelar juara Liga Champions sebanyak empat kali bersama tiga klub yang berbeda: Ajax Amsterdam (1995), Madrid (1998), dan Milan pada 2003 dan 2007.
Di sisi lain, tak sedikit pemain bintang ternama yang bernasib buruk. Meski kariernya di lapangan hijau terbilang cemerlang, sang pemain tak satu kali pun mampu merebut gelar Liga Champions. Berikut, delapan (8) pemain bintang di masanya yang gagal menambah koleksi trofi paling bergengsi di Eropa.
1. Roberto Baggio
Di dekade 1990-an, Roberto Baggio adalah bintang Juventus dan Timnas Italia. Penganut agama Buddha ini dikenal dengan talenta yang luar biasa saat menggiring bola dan mendobrak pertahanan lawan. Gaya rambut ikat ekor kudanya, The Divine Ponytail, membuat sosok Baggio mudah dilacak di lapangan.
Keputusannya bergabung dengan AC Milan di musim panas 1995—menyusul keputusan Bianconeri yang memprioritaskan Alessandro Del Piero—membuat Baggio gagal tampil di final Liga Champions musim sebelumnya ketika Juventus tampil sebagai jawara menundukkan Ajax Amsterdam.
Meskipun tak pernah menjadi juara di Liga Champions dan juga gagal saat mengantarkan Italia jadi juara dunia di PD 1994, sampai saat ini Baggio tetap dikenang sebagai salah satu permain terbaik Gli Azzurri.
Di dekade 1990-an, Roberto Baggio adalah bintang Juventus dan Timnas Italia. Penganut agama Buddha ini dikenal dengan talenta yang luar biasa saat menggiring bola dan mendobrak pertahanan lawan. Gaya rambut ikat ekor kudanya, The Divine Ponytail, membuat sosok Baggio mudah dilacak di lapangan.
Keputusannya bergabung dengan AC Milan di musim panas 1995—menyusul keputusan Bianconeri yang memprioritaskan Alessandro Del Piero—membuat Baggio gagal tampil di final Liga Champions musim sebelumnya ketika Juventus tampil sebagai jawara menundukkan Ajax Amsterdam.
Meskipun tak pernah menjadi juara di Liga Champions dan juga gagal saat mengantarkan Italia jadi juara dunia di PD 1994, sampai saat ini Baggio tetap dikenang sebagai salah satu permain terbaik Gli Azzurri.
Advertisement
2. Fabio Cannavaro
Inilah sosok sentral di jantung pertahanan Timnas Italia yang berhasil menggondol gelar juara dunia di PD 2006 yang berlangsung di Jerman. Meskipun sosoknya terbilang pendek untuk ukuran seorang palang pintu, 176 cm, Cannavaro membuktikan dirinya pantas jadi pemain bintang dengan terpilih sebagai Pemain Terbaik FIFA 2006 dan menggondol penghargaan Ballon d'Or di tahun yang sama.
Sayangnya, prestasi gemilang di timnas gagal diulangi Cannavaro di level klub. Catatannya, dua kali merebut scudetto bersama Juventus di musim 2004-05 dan 2005-06 plus dua kali gelar La Liga bersama Real Madrid di musim 2006-07 dan 2007-08.
Di Eropa? Cannavaro hanya sebatas sukses meraih gelar UEFA Cup bersama AC Parma di musim 1998-1999.
Inilah sosok sentral di jantung pertahanan Timnas Italia yang berhasil menggondol gelar juara dunia di PD 2006 yang berlangsung di Jerman. Meskipun sosoknya terbilang pendek untuk ukuran seorang palang pintu, 176 cm, Cannavaro membuktikan dirinya pantas jadi pemain bintang dengan terpilih sebagai Pemain Terbaik FIFA 2006 dan menggondol penghargaan Ballon d'Or di tahun yang sama.
Sayangnya, prestasi gemilang di timnas gagal diulangi Cannavaro di level klub. Catatannya, dua kali merebut scudetto bersama Juventus di musim 2004-05 dan 2005-06 plus dua kali gelar La Liga bersama Real Madrid di musim 2006-07 dan 2007-08.
Di Eropa? Cannavaro hanya sebatas sukses meraih gelar UEFA Cup bersama AC Parma di musim 1998-1999.
3. Ruud van Nistelrooy
Bomber sejati. Itulah penilaian sebagian kalangan terkait sosok striker Timnas Belanda yang bersinar namanya saat memperkuat Manchester United dan Real Madrid. Sepanjang kariernya, Nistelrooy tiga kali merebut Golden Boot alias top skorer Eropa.
Ruudtje, panggilannya, pun tiga kali didaulat sebagai pencetak gol terbanyak di Liga Champions. Sayangnya, pengoleksi 35 gol dari 70 partai bersama Oranje, tersebut tak satu kali pun mampu merebut gelar Liga Champions.
Bomber sejati. Itulah penilaian sebagian kalangan terkait sosok striker Timnas Belanda yang bersinar namanya saat memperkuat Manchester United dan Real Madrid. Sepanjang kariernya, Nistelrooy tiga kali merebut Golden Boot alias top skorer Eropa.
Ruudtje, panggilannya, pun tiga kali didaulat sebagai pencetak gol terbanyak di Liga Champions. Sayangnya, pengoleksi 35 gol dari 70 partai bersama Oranje, tersebut tak satu kali pun mampu merebut gelar Liga Champions.
Advertisement
4. Pavel Nedved
Sejumlah kalangan menilai kegagalan Juventus meraih gelar Liga Champions 2002-2003 saat menghadapi AC Milan di Old Trafford tak lepas dari absennya jangkar lapangan tengah Bianconeri asal Republik Ceska, Pavel Nedved.
Kartu kuning yang diterimanya di leg kedua semifinal lawan Real Madrid membuat Nedved harus puas duduk di bench ketika rekan-rekannya harus mengakui ketangguhan Rossoneri lewat drama adu tendangan penalti.
Meskipun dianugerahi penghargaan Ballon d'Or 2003, momen kelabu di Liga Champions tersebut bakal menjadi mimpi buruk sepanjang hidup Nedved yang dikenal dengan tendangan kerasnya alias cannon ball.
Sejumlah kalangan menilai kegagalan Juventus meraih gelar Liga Champions 2002-2003 saat menghadapi AC Milan di Old Trafford tak lepas dari absennya jangkar lapangan tengah Bianconeri asal Republik Ceska, Pavel Nedved.
Kartu kuning yang diterimanya di leg kedua semifinal lawan Real Madrid membuat Nedved harus puas duduk di bench ketika rekan-rekannya harus mengakui ketangguhan Rossoneri lewat drama adu tendangan penalti.
Meskipun dianugerahi penghargaan Ballon d'Or 2003, momen kelabu di Liga Champions tersebut bakal menjadi mimpi buruk sepanjang hidup Nedved yang dikenal dengan tendangan kerasnya alias cannon ball.
5. Patrick Vieira
Selama sembilan musim berkiprah bersama Arsenal, Patrick Vieira adalah musuh abadi mantan kapten Manchester United, Roy Keane. Keduanya kerap adu mulut dan sempat adu jotos baik di tengah lapangan maupun di tunnel.
Vieira, yang lahir di Senegal namun memperkuat Timnas Prancis tercatat menggondol sejumlah gelar, semisal gelar juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.
Sayangnya, meskipun kariernya dihabiskan bersama klub elite Eropa: Arsenal, AC Milan, Juventus, Inter Milan, dan Manchester City, Vieira gagal mengangkat trofi Liga Champions.
Selama sembilan musim berkiprah bersama Arsenal, Patrick Vieira adalah musuh abadi mantan kapten Manchester United, Roy Keane. Keduanya kerap adu mulut dan sempat adu jotos baik di tengah lapangan maupun di tunnel.
Vieira, yang lahir di Senegal namun memperkuat Timnas Prancis tercatat menggondol sejumlah gelar, semisal gelar juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.
Sayangnya, meskipun kariernya dihabiskan bersama klub elite Eropa: Arsenal, AC Milan, Juventus, Inter Milan, dan Manchester City, Vieira gagal mengangkat trofi Liga Champions.
Advertisement
6. Gabriel Batistuta
Striker all-round yang sempurna. Begitulah pujian banyak pihak atas kualitas seorang Gabriel Batistuta. Bagi fans Fiorentina, Batistuta adalah Dewa. Batigol, julukannya, diberikan fans La Viola atas produktivitasnya di lapangan hijau, mencetak 168 gol dari 289 pertandingan Serie A.
Sampai saat ini, rekor gol Batistuta (56 gol dari 78 partai) masih menjadi yang terbanyak di antara penggawa Timnas Argentina lainnya, semisal legenda Diego Armando Maradona dan bintang saat ini Lionel Messi.
Sayangnya, peruntungan Batistuta bersama Fiorentina dan AS Roma tak mampu memberikannya gelar Liga Champions.
Striker all-round yang sempurna. Begitulah pujian banyak pihak atas kualitas seorang Gabriel Batistuta. Bagi fans Fiorentina, Batistuta adalah Dewa. Batigol, julukannya, diberikan fans La Viola atas produktivitasnya di lapangan hijau, mencetak 168 gol dari 289 pertandingan Serie A.
Sampai saat ini, rekor gol Batistuta (56 gol dari 78 partai) masih menjadi yang terbanyak di antara penggawa Timnas Argentina lainnya, semisal legenda Diego Armando Maradona dan bintang saat ini Lionel Messi.
Sayangnya, peruntungan Batistuta bersama Fiorentina dan AS Roma tak mampu memberikannya gelar Liga Champions.
7. Dennis Bergkamp
Bersama Ajax Amsterdam dan Inter Milan, Dennis Bergkamp menggondol gelar Piala UEFA. Bersama Arsenal yang diperkuatnya selama 11 musim, 1995-2006, Bergkamp nyaris meraih trofi paling bergengsi di Eropa: Liga Champions.
Sayang, di final musim 2005-2006 The Gunners dikalahkan Barcelona. Saat itu Bergkamp hanya duduk di bangku cadangan.
Bersama Ajax Amsterdam dan Inter Milan, Dennis Bergkamp menggondol gelar Piala UEFA. Bersama Arsenal yang diperkuatnya selama 11 musim, 1995-2006, Bergkamp nyaris meraih trofi paling bergengsi di Eropa: Liga Champions.
Sayang, di final musim 2005-2006 The Gunners dikalahkan Barcelona. Saat itu Bergkamp hanya duduk di bangku cadangan.
Advertisement
8. Ronaldo Luiz Nazario de Lima
Sebelum dunia kiwari mengenal bintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo, nama Ronaldo sebelumnya adalah milik striker andalan Brasil Ronaldo Luiz Nazario de Lima. Dikenal sebagai bomber tajam yang mempunyai kecepatan mengagumkan saat mendribel bola dan akurasi tendangannya yang rada aneh dibanding pemain lain pada umumnya, Ronaldo tercatat dua kali mendapat penghargaan Ballon d'Or pada 1997 dan 2002.
Namun, prestasi gemerlap Ronaldo bersama Tim Samba di PD 2002 (di PD 1994 Ronaldo hanya menjadi pemain pelengkap) tidak diikuti dengan raihan manis di level klub. Meskipun memperkuat empat klub raksasa Eropa: Barcelona, Inter Milan, Real Madrid, dan AC Milan, tak satu kali pun Ronaldo tampil di partai final Liga Champions. Catatan terbaiknya meraih trofi UEFA Cup bersama Nerazzurri pada 1998.(*)
Sebelum dunia kiwari mengenal bintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo, nama Ronaldo sebelumnya adalah milik striker andalan Brasil Ronaldo Luiz Nazario de Lima. Dikenal sebagai bomber tajam yang mempunyai kecepatan mengagumkan saat mendribel bola dan akurasi tendangannya yang rada aneh dibanding pemain lain pada umumnya, Ronaldo tercatat dua kali mendapat penghargaan Ballon d'Or pada 1997 dan 2002.
Namun, prestasi gemerlap Ronaldo bersama Tim Samba di PD 2002 (di PD 1994 Ronaldo hanya menjadi pemain pelengkap) tidak diikuti dengan raihan manis di level klub. Meskipun memperkuat empat klub raksasa Eropa: Barcelona, Inter Milan, Real Madrid, dan AC Milan, tak satu kali pun Ronaldo tampil di partai final Liga Champions. Catatan terbaiknya meraih trofi UEFA Cup bersama Nerazzurri pada 1998.(*)
Lanjutkan Membaca ↓