Cek Fakta: Tidak Benar Penggunaan Masker Berbahaya untuk Anak-Anak karena Efek CO2

Dalam video tersebut mereka membuktikan kalau pengunaan masker kepada anak-anak sangat berbahaya karena ada kadar racun CO2 yang terpusat di masker.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 03 Agu 2020, 14:12 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2020, 10:30 WIB
Playland Amusement Park Dibuka Kembali untuk Umum
Seorang anak yang mengenakan masker dan sarung tangan menaiki wahana di Playland Amusement Park, di Vancouver, British Columbia, Kanada, pada 10 Juli 2020. Playland Amusement Park dibuka kembali untuk umum pada Jumat (10/7), dengan langkah-langkah protokol kesehatan. (Xihua/Liang Sen)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang pemilik akun Facebook, Laura Garcia membagikan sebuah link video yang menyebut penggunaan masker untuk anak kecil sangat berbahaya selama pandemi virus corona.

Video di akun Facebook Laura Garcia itu berjudul: "Mask Test Proves Toxic for Children". Dalam video tersebut mereka membuktikan kalau pengunaan masker kepada anak-anak sangat berbahaya karena ada kadar racun CO2 yang terpusat di masker.

"Apakah Anda mematuhi Undang-Undang dari pemerintah yang bisa merusak perkembangan otak anak Anda?" kata pembawa acara di video tersebut, Del Bigtree, yang diunggah pada 7 Juli 2020 di channel YouTube miliknya.

Di dalam videonya, Bigtree menggunakan sensor karbon dioksida (CO2) untuk mengukur jumlah CO2 dalam partikel per juta (ppm) yang ada di masker seorang anak kecil. Sensor menunjukkan tingkat 8.486 ppm defab respirator N95, 8.934 ppm dengan masker bedah, dan 9.129 ppm dengan masker kain.

Lalu, benarkah penggunaan masker wajah kepada anak-anak berbahaya? Simak faktanya di halaman berikut.

Penelusuran Fakta

CEK FAKTA Liputan6
CEK FAKTA Liputan6 (Liputan6.com/Abdillah)

Tim Cek Fakta Liputan6.com menemukan sebuah artikel di AFP yang dipublikasikan pada 21 Juli 2020. Artikel itu berjudul: 'Flawed experiments exaggerate risk from CO2 concentration in masks'.

Dalam artikel tersebut, AFP menyebut kalau Bigtree menggunakan alat yang salah. Hal itu dibuktikan AFP dengan berbincang dengan seorang peneliti di Universitas Alberta, Hyo-Jick Choi, yang merancang masker bedah dan filter respirator untuk menonaktifkan jenis virus tertentu.

"Mereka menggunakan alat yang salah dan mereka mencoba membandingkan angka yang salah. Jumlah mereka harus menjadi kebalikan total," katanya.

"Sudah sewajarnya kalau masker kain menunjukkan efisiensi filtrasi rendah. Sedangkan masker bedah memiliki efisiensi filtrasi yang lebih tinggi, dan N95 akan memiliki efisiensi tertinggi," ujar Hyo-Jick Choi menambahkan.

Lebih lanjut, Hyo-Jick Choi menyebut eksperimen yang dilakukan oleh Bigtree merupakan percobaan yang cacat. Sang peneliti melihat meter karbon dioksida yang digunakan Bigtree berasal dari AZ Instrument Corp, sebuah rusahaan yang berbasis di Taiwan, berkisar dari 0 hingga 2.000 ppm. Layarnya dapat menampilkan bacaan hingga 9.999, tetapi akurasinya kurang.

Sementara itu, seorang dokter UGD di Belgia yang menulis tentang studi keracunan karbon dioksida, Steven Vercammen menyebut percobaan dari Bigtree sebagai 'ilmu yang buruk'. Menurut Vercammen, metrik paling penting adalah kadar oksigen dan CO2 dalam aliran darah.

"Situs web kesehatan membuat pedoman untuk konsentrasi udara di lingkungan tertutup, seperti buat pekerja yang membersihkan lingkungan tertutup, di mana penumpukan CO2 dalam volume besar."

"Percobaan sudah banyak dilakukan dan hasilnya tidak ada efek kesehatan yang signifikan saat menggunakan masker wajah," katanya.

Sementara itu, Kompas.com pada 31 Mei 2020 memuat artikel dengan judul: 'Pakai Masker untuk Cegah Corona Tak Bikin Keracunan Karbon Dioksida'. Dalam artikelnya, Kompas melansir Forbes (12/5/2020), para tenaga kesehatan telah membuktikan penggunaan masker tidak menyebabkan keracunan karbon dioksida.

Dalam sebuah operasi yang berlangsung selama beberapa jam, dokter bedah dan tim medis terbukti tidak linglung atau jatuh pingsan karena sirkulasi udara maskernya lancar. Arahan mengenakan masker utamanya untuk mencegah droplet (cipratan cairan dari saluran pernapasan) saat berbicara, bernapas, batuk, atau bersin tidak menyebar ke sekitarnya.

Dengan beragam material atau bahan pembuatan, masker terbukti efektif mengurangi penyebaran virus corona. Sebagai informasi, partikel virus corona berukuran sekitar 125 nanometer. Ukuran ini membuat virus tidak bisa menembus masker.

Lain halnya dengan karbon dioksida, oksigen, sampai nitrogen. Molekul gas tersebut ukurannya jauh lebih kecil dari virus corona. Dengan ukuran molekul yang lebih kecil, karbon dioksida dan oksigen bisa dengan mudah menembus bahan pembuatan masker, termasuk masker N95.

 

Kesimpulan

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Penggnaan masker wajah kepada anak-anak sangat bahaya karena ada racun CO2 merupakan fakta yang salah. Para peneliti sudah melakukan berbagai percobaan dan tidak ada yang menunjukkan gejala kesehatan yang berarti.

Tentang Cek Fakta

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya