Survei Sebut Mayoritas Masyakat Terpapar Hoaks soal Covid-19

Adanya hoaks terkait covid-19 memang menimbulkan risiko besar bagi masyarakat. Apalagi peredaran hoaks ini merambah semua media sosial dan juga aplikasi percakapan.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 31 Agu 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2020, 12:00 WIB
Ilustrasi Cek Fakta kesehatan
Ilustrasi Cek Fakta

Liputan6.com, Jakarta - Klinik Misinformasi yang merupakan kampanye kolaboratif beberapa lembaga nirlaba seperti IDI, Masyarakat Anti Hoax dan Fitnah Indonesia (Mafindo), Gusdurian dan lain sebagainya mengungkap survei menarik terkait hoaks virus corona covid-19. Ternyata 9 dari 10 responden Klinik Misinformasi terpapar berita bohong dan menyesatkan.

Temuan lain dari responden Klinik Misinformasi, dalam segi usia, tingkat keterpaparan paling tinggi terjadi pada kelompok usia di atas 54 tahun, dengan jumlah responden yang terpapar misinformasi mencapai 100 persen.

Kategori usia dengan paparan tingkat tinggi lainnya adalah pengguna media sosial di rentang usia 0-17 tahun di mana tingkat keterpaparan mencapai 94 persen.

"Informasi yang menyesatkan telah menjadi bagian dari dinamika bermedia sosial, dan temuan bahwa 90 persen responden Klinik Misinformasi telah terpapar infodemi mengkonfirmasi tingkat keterpaparan masyarakat Indonesia yang sangat tinggi terhadap misinformasi," ujar Bentang Febrylian, Pemeriksa Fakta dari Mafindo.

"Selama pandemi, Mafindo menemukan lebih dari 500 hoaks terkait covid-19 yang beredar di masyarakat. Maka dari itu dibutuhkan keseriusan dari pemerintah, elemen masyarakat, dan media massa untuk bersama meredam infodemi. Tentunya hal tersebut juga harus diikuti oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya berpikir kritis," katanya menambahkan.

 

Risiko Tinggi

ilustrasi Cek Fakta kesehatan
ilustrasi Cek Fakta

Adanya hoaks terkait covid-19 memang menimbulkan risiko besar bagi masyarakat. Apalagi peredaran hoaks ini merambah semua media sosial dan juga aplikasi percakapan.

"Hoaks yang beredar di masyarakat menyasar pada isu pencegahan dan pengobatan covid-19. Membaca dan mendengar berita yang tidak terklasifikasi bisa menyebabkan seseorang keliru dalam mengambil tindakan pencegahan, sehingga membahayakan kesehatan dirinya dan orang lain, atau bahkan terlambat mendapatkan penanganan medis" kata Dokter Spesialis Paru Jaka Pradipta.

"Jadi, masyarakat perlu sangat waspada dengan berita seperti klaim penemuan obat dan pencegahan covid-19 yang tidak didukung dengan bukti ilmiah," ujarnya mengingatkan.

Disadur dari: Kanal Health Liputan6.com (penulis: Ade Nasihudin, editor: Aditya Eka)

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya