Cek Fakta: Benarkah Jawa Barat Jadi Daerah Pertama yang Disuntik Vaksin Covid-19?

Beredar di media sosial klaim terkait vaksin covid-19. Kali ini terkait daerah yang akan diberikan vaksin dan denda jika tak mau divaksin.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 08 Jan 2021, 15:21 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2020, 13:00 WIB
Cek fakta vaksin Jabar
Cek fakta vaksin covid-19 di Jawa Barat

Liputan6.com, Jakarta - Beredar di media sosial klaim terkait vaksin covid-19. Kali ini terkait daerah yang akan diberikan vaksin dan denda jika tak mau divaksin.

Salah satu yang memposting klaim tersebut adalah akun bernama Yana Mulyana. Ia mengunggahnya di Facebook pada 30 Oktober 2020 lalu.

Berikut isi postingannya:

"Jawa Barat akan menjadi Provinsi Pertama yang akan mendapat atau menguji test Vaksin VIRUS KORONA dari Cina.. Tapi yang tidak mau di vaksin akan di denda...

Urang daek divaksin asal dibere duit minimal 10 jt weh ngan pemerintah jawa barat na daeken henteu mere duit ka urang na"

atau dalam Bahasa Indonesia berarti,

"Saya mau divaksin asal dikasih uang 10 juta. Tapi pemerintah Jabar mau enggak kasih duit ke saya"

Lalu benarkah klaim dalam postingan tersebut terkait Jawa Barat akan menjadi daerah yang bakal menerima vaksin covid-19 pertama dan bakal ada denda jika tak mau divaksin?

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan berikut ini


Penelusuran fakta

CEK FAKTA Liputan6
CEK FAKTA Liputan6 (Liputan6.com/Abdillah)

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri fakta dan menemukan artikel berjudul "Sejumlah Daerah Akan Peroleh Prioritas Vaksin COVID-19, Begini Tanggapan Jubir Wiku" yang tayang 16 Oktober 2020 di Liputan6.com.

Dalam artikel tersebut Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan alokasi prioritas daerah yang akan mendapatkan vaksin covid-19 masih dalam pembahasan tahap finalisasi.

"Pada saat ini, informasi terkait alokasi prioritas vaksinasi dalam tahap finalisasi," ujar Wiku saat konferensi pers di Media Center covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (15/10/2020).

"Intinya, perlu kami sampaikan bahwa seluruh alokasi prioritas ini akan mempertimbangkan kriteria dan prioritas penerima serta wilayah. Tentunya, mengacu sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19."

"Pemerintah tetap akan berusaha melakukan alokasi prioritas vaksin dan mengutamakan asas keadilan. Masyarakat mohon bersabar dan terus memantau informasi resmi dari Satgas COVID-19 terkait kapan vaksinasi dan selalu mematuhi protokol kesehatan."

Selain itu dalam artikel lain berjudul "Satgas Minta Pemda Satu Suara soal Vaksin Covid-19" yang tayang 22 Oktober 2020, Wiku juga menjelaskan belum ada daerah yang bakal menerima jatah vaksin covid-19 pertama.

"Pemerintah pusat belum umumkan daftar daerah yang akan menjadi prioritas. Selagi dalam masa menunggu, kami harapkan pemerintah daerah tidak mengeluarkan pengumuman berdasarkan asumsi sepihak," ujarnya.

Wiku menjelaskan, penetapan daerah prioritas tersebut mempertimbangkan aspek urgensi kebutuhan daerah tersebut akan vaksin. Hal ini dinilai dari berbagai variabel. Seperti jumlah penduduk, tingkat kasus aktif, penularan dan sebagainya. Nantinya, hal ini akan tertuang dalam roadmap vaksinasi.

"Hal tersebut akan tertuang dalam roadmap vaksinasi dan informasinya akan disampaikan kepada publik secara terbuka dan transparan," katanya.

Terkait denda jika tak mau divaksin untuk warga Jawa Barat, hal ini dibantah oleh Gubernur Ridwan Kamil dalam artikel "Pemprov Jabar Belum Terapkan Sanksi Bagi Penolak Vaksin" yang tayang di Republika.co.id 23 Oktober 2020. Berikut isinya:

"REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan aturan sanksi denda bagi yang menolak untuk divaksin Covid-19.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah tentang penanggulangan Covid-19 Pasal 30. Sanksi tersebut berupa pidana dan denda maksimal Rp 5 Juta.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan Pemprov Jabar belum memutuskan untuk memberikan sanksi denda bagi warga yang menolak untuk melakukan vaksinasi Covid-19 seperti halnya di DKI Jakarta.

Menurutnya, pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu menurut aturan hukum. Hal itu agar tidak ada paksaan dengan situasi seperti ini dan jangan juga memaksa melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Ridwan berharap pelaksanaan vaksin Covid-19 nantinya dilakukan dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan. Meski demikian, menurutnya, edukasi menjadi penting agar masyarakat tidak mendapatkan informasi hoaks yang beredar saat pandemi covid-19."

Selain itu ada juga artikel dari Kompas.com berjudul "Jakarta Denda Warga yang Tolak Vaksin Covid-19, Bagaimana dengan Jawa Barat?" yang tayang 22 Oktober 2020.

Berikut isinya:

"DEPOK, KOMPAS.com - DKI Jakarta akan memberlakukan denda bagi warganya yang menolak divaksin Covid-19 dengan sanksi paling besar Rp 5 juta.

"Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5 juta," demikian bunyi Pasal 30 Peraturan Daerah Penanggulangan Covid-19 yang baru disahkan dalam rapat paripurna, Senin (19/10/2020).

Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku masih mengkaji berbagai aspek untuk meniru beleid yang ditempuh Jakarta.

Pria yang akrab disapa Emil itu sendiri hari ini memantau langsung simulasi vaksinasi Covid-19 di Depok, sebagai wilayah dengan sumbangan kasus Covid-19 terbanyak di Jawa Barat sehingga akan diprioritaskan untuk program vaksinasi.

"Terkait vaksin itu ada denda, saya pikir itu Jakarta. Saya tadi sudah instruksikan untuk mengkaji secara aturan hukum," ujar Emil kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).

"Apakah kalau orang menolak vaksin itu melanggar situasi seperti ini (pandemi), atau kita yang memaksa melanggar HAM. Itu juga sedang kita bahas," sambungnya.

Eks Wali Kota Bandung itu berharap, warga akan memiliki kesadaran masing-masing dalam hal vaksinasi Covid-19.

Pemerintah akan berperan untuk menggencarkan edukasi pentingnya vaksinasi, yang notabene sama dengan imunisasi, apalagi di tengah situasi pandemi yang justru diperburuk dengan hoaks dan disinformasi yang berseliweran.

"Kami berharap semua dengan kesadaran sendiri. Edukasi itu menjadi penting. Seperti tadi, grafik orang cacar sebelum vaksin ditemukan itu tinggi sekali. Tetapi setelah ditemukan, itu turun kemudian sekian tahun hilang," ungkapnya.

"Tapi kan kita tahu selama (pandemi) Covid-19 ada banyak provokasi, hoax dan macam-macam yang itu harus kita tindaklanjuti," lanjut Emil.

Dalam vaksinasi tahap 1, kata Emil, warga yang divaksin adalah yang berusia 18-59 tahun, sebanyak 20 persen dari total populasi. Kemudian, vaksin bakal diprioritaskan buat tenaga medis, aparat TNI-Polri, dan sejumlah kalangan pekerja yang dinilai rentan, kemudian warga yang tinggal di zona risiko tinggi. Sebagai informasi, vaksinasi Covid-19 di Indonesia menuai pro-kontra.Kalangan kesehatan menilai, vaksinasi Covid-19 semestinya tak tergesa-gesa dilakukan.

Pasalnya, dalam vaksinasi tahap 1 yang rencananya menggunakan vaksin Sinovac pabrikan mancanegara, belum ada hasil uji klinis yang dilakukan terhadap relawan dalam negeri untuk membuktikan efektivitasnya.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), misalnya, hari ini menerbitkan rekomendasi terkait vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah. Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Zubairi Djoerban menegaskan, vaksin yang akan harus digunakan sudah terbukti efektivitasnya, imunogenitasnya serta keamanannya dengan dibuktikan adanya hasil yang baik melalui uji klinik fase tiga yang sudah dipublikasikan.

Dia mengungkapkan, dari data yang ada, saat ini uji coba vaksinasi Sinovac di Brasil sudah selesai dilakukan pada 9.000 relawan. Namun, hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah vaksin disuntikkan pada 15.000 relawan.

"Kita bisa melihat bahwa unsur kehati-hatian juga dilakukan negara lain dengan tetap menunggu data lebih banyak lagi dari hasil uji klinis fase ketiga," tegas Zubairi."


Kesimpulan

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Klaim yang menyebut Jawa Barat akan menjadi daerah pertama penerima vaksin covid-19 adalah tidak benar. Faktanya Pemerintah Pusat saat ini masih membahas alokasinya.

Selain itu klaim yang menyebut warga Jawa Barat bakal didenda jika tak mau divaksin juga tidak benar.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya