Cek Fakta: Belum Terbukti Burung Pipit di Bali Berjatuhan dan Mati Akibat Chemtrail

Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail

oleh Liputan6.comPebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Des 2022, 15:48 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2021, 20:00 WIB
Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail
Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail

Liputan6.com, Jakarta - Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail atau penyebaran racun di udara. Informasi tersebut dibagikan salah satu akun Facebook.

Unggahan berupa video yang menayangkan sejumlah burung berbaring di tanah. Dalam video tersebut juga terdapat suara orang bicara dengan bahasa Bali diberi keterangan sebagai berikut:

"Efek chemtrail nih"

Benarkah klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail, dengan menghubungi Peneliti Burung di Pusat Riset Biologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tri Haryoko.

Tri mengatakan, matinya buru-buru tersebut akibat hujan deras dan cepat, sehingga bulu burung tersebut tidak mampu menahan curahan air hujan.

"Sehingga walaupun bulu burung terbuat dari keratin dan mempunyai kelenjar minyak tidak mampu menjaga tubuhnya terkena air hujan," kata Tri, saat berbincang dengan Liputan6.com.

Tri mengungkapkan, jika hujan tidak deras, bulu masih mampu menahan agar air hujan tidak tembus ke dalam permukaan kulit burung.

Dalam data yang Tri bagikan ke Liputan6.com, pengujian BBVet Denpasar mengecek penyakit infeksius tersebut melalui pemeriksaan histopatologi. Hasil tes polymerase chain reaction (PCR) juga menunjukkan bahwa satwa tersebut negatif dari penyakit flu burung.

Menurut Tri, kematian burung pada waktu hujan yang sangat deras di pohon asam ini disebabkan oleh tidak berfungsinya bulu burung dalam menjaga suhu tubuh burung dengan baik.

Cek Fakta Liputan6.com memastikan lokasi matinya burung tersebut, artikel berjudul "Ini Lokasi Burung Pipit Berjatuhan di Bali" yang dimuat situs news.detik.com, pada 11 September 2021 menyebutkan, burung pipit berjatuhan dan banyak yang mati di Bali, peristiwa itu terjadi di kuburan Banjar Sema, Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.

Ada dua pohon asem yang tumbuh di sebelah selatan dekat tembok kuburan. Burung pipit disebut sering hinggap di pohon itu, termasuk saat banyak burung yang mati berjatuhan beberapa hari lalu.

Menurut Tri, pohon asam yang memiliki struktur dan susunan daun yang kecil, tidak lebar dan tidak rapat menyebabkan tidak cukup menahan laju curah air hujan yang deras.

Adanya guyuran air hujan yang deras tersebut, bulu tidak mampu melindungi atau menahan air hujan agar tidak mengenai kulit tubuh burung. Walaupun bulu burung terbuat dari keratin, mempunyai kelenjar minyak yang melindungi bulu dari air serta tersusun secara rapat, Burung akan mengalami stress dan kedinginan, apabila tidak segera tertangani dengan cepat dengan mengeringkan bulunya bisa berakibat kematian.

Diketahui bulu burung terdiri atas 3 macam bulu utama, yaitu:

Plumae : terdiri atas berbagai bentuk dan ukuran yang berfungsi menutupi badan yang bisa kita liat secara langsung.

Plumulae: terdiri atas bulu-bulu yang terletak di bawah bulu plumae, yang berfungsi menjaga panas tubuh dengan baik.

Filoplumae : lebih berfungsi sebagai sensor atau indera.

Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-5719223/ini-lokasi-burung-pipit-berjatuhan-di-bali?_ga=2.147599029.386852890.1631867909-2053351309.1594686232

Kesimpulan

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail tidak benar.

Pengujian BBVet Denpasar mengecek penyakit infeksius tersebut melalui pemeriksaan histopatologi. Hasil tes polymerase chain reaction (PCR) juga menunjukkan bahwa satwa tersebut negatif dari penyakit flu burung. 

(Amadea Claritta - Universitas Multimedia Nusantara)

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

banner cek fakta unproven
banner cek fakta unproven (Liputan6.com/Triyasni)

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya