Cek Fakta: Tidak Benar Dokumen CDC AS Nyatakan Covid-19 Tak Ada

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim dokumen CDC menyatakan Covid-19 tidak ada.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 15 Okt 2022, 13:36 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2022, 13:03 WIB
Tangkapan layar klaim dokumen CDC AS menyatakan Covid-19 tidak ada
Penelusuran klaim dokumen CDC AS menyatakan Covid-19 tidak ada

Liputan6.com, Jakarta - Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim dokumen dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat atau CDC AS yang menyatakan Covid-19 tidak ada. Informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 4 Oktober 2022.

Unggahan klaim dokumen CDC AS menyatakan Covid-19 tidak ada tersebut berupa tangkapan layar artikel dengan judul "CDC admits there is no Covid-19"

Berikut awal tulisan tersebut'

"The CDC document is titled, "CDC 2019-Novel Coronavirus (2019-nCoV) Real-Time RT-PCR Diagnostic Panel." It is dated July 13.2020."

Unggahan tersebut diberi keterangan sebagai berikut.

"👆 nahh lohh...🤭"

Benarkah klaim dokumen CDC AS menyatakan Covid-19 tidak ada? Simak hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

 

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim dokumen CDC AS menyatakan Covid-19 tidak ada menggunakan Google Search dengan kata kunci 'cdc admits there is no covid-19'.

Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Fact check: This CDC document does not say that that SARS-CoV-2 doesn’t exist" yang dimuat situs reuters.com.

Dalam artikel situs Reuters.com, Dr Suchhan de Silva, dari Departemen Infeksi, Kekebalan dan Penyakit Kardiovaskular Universitas Sheffield, mengatakan klaim tersebut  tidak benar.

De Silva mengatakan bahwa dokumen tersebut menjelaskan apa yang digunakan untuk menentukan jumlah terendah materi genetik virus yang dapat dideteksi oleh uji RT-PCR.

"Mereka menggambarkan proses yang sangat umum selama pengaturan uji, di mana batas deteksi uji RT-PCR ditentukan," katanya.

Dalam hal ini, CDC telah menggunakan RNA 'transkripsi' sebagai kontrol positif - yang berarti mereka menggunakan materi genetik yang diproduksi secara sintetis identik dengan yang dibawa oleh virus.

"Untuk menghitung batas deteksi uji RT-PCR, Anda harus memiliki jumlah virus yang diketahui untuk mengekstrak materi genetik (RNA), atau sebagai alternatif, jumlah RNA yang identik dengan yang dibawa oleh virus," kata de Silva.

Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "Report falsely claims that US health protection agency ‘admits’ Covid-19 does not exist" yang dimuat situs factcheck.afp.com.

Asisten profesor patologi di Johns Hopkins Medicine, Heba Mostafa, mengatakan dokumen CDC yang dikutip dalam artikel yang tidak akurat menjelaskan bagaimana tes pertama kali dikembangkan, bukan "isolasi virus awal dari pasien atau konfirmasi keberadaan SARS- CoV-2."

"Tidak ada keraguan bahwa SARS-CoV-2 ada dan diisolasi di China pada awal Januari dan sepenuhnya dikarakterisasi dan genom lengkapnya disimpan ke database pada 10 Januari," kata Mostafa.

CDC mengembangkan tes virus pada awal 2020, dan pada 4 Februari 2020 CDC mengeluarkan otorisasi darurat untuk penggunaan tes. Persetujuan itu datang dua minggu setelah AS mengkonfirmasi kasus pertama Covid-19 pada 21 Januari 2020.

"Pada saat itu, AS tidak memiliki virus aktual yang tersedia untuk mengembangkan diagnostik karena kami belum memiliki kasus yang didiagnosis di AS (tentu saja karena kurangnya diagnostik yang tersedia). Jadi untuk mengkarakterisasi dan mengembangkan pengujian, kontrol dikembangkan dengan menggunakan urutan yang tersedia dari seluruh genom untuk mengembangkan transkrip yang disintesis, hanya demi pengembangan pengujian dan evaluasi," ucap Mostafa.

"Tak lama setelah kami memulai diagnosis di AS, kami mulai mengisolasi virus dan mengembangkan stok untuk digunakan sebagai kontrol. Ribuan kasus didiagnosis setiap hari dan banyak laboratorium memiliki banyak isolat yang cocok atau sangat dekat dengan isolat awal China."

John Hopkins, lembaga terkemuka yang melacak Covid-19 di AS, dan CDC telah mencatat lebih dari 9,9 juta kasus virus yang dikonfirmasi di AS pada 10 November 2020.

Sumber:

https://www.reuters.com/article/uk-factcheck-cdc-idUSKBN27633R

https://factcheck.afp.com/report-falsely-claims-us-health-protection-agency-admits-covid-19-does-not-exist

 

 

Kesimpulan

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com klaim dokumen CDC AS menyatakan Covid-19 tidak ada adalah tidak benar.

Dokumen CDC yang dikutip dalam artikel yang tidak akurat menjelaskan bagaimana tes pertama kali dikembangkan bukan isolasi virus awal dari pasien atau konfirmasi keberadaan SARS- CoV-2.

 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya