Deretan Hoaks Terkait Radiasi, dari Cahaya hingga Wifi

Sejumlah hoaks tentang radiasi pun telah diungkap Cek Fakta Liputan6.com setelah melakukan penelusuran pada informasi yang viral di media sosial.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Mei 2024, 14:00 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2024, 14:00 WIB
Tangkapan layar klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik
Penelusuran klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik.

Liputan6.com, Jakarta- Hoaks seputar radiasi beredar di tengah masyarakat lewat media sosial, informasi bohong ini dikemas dengan narasi yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan kekhawatiran.

Sejumlah hoaks tentang radiasi pun telah diungkap Cek Fakta Liputan6.com setelah melakukan penelusuran, berikut daftarnya.

Bumi Alami Radiasi Pancaran Paling Tinggi Cahaya Kosmik

Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik, informasi tersebut diunggah salah satu akun Facebook, pada 5 Mei 2024.

Klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik berupa tulisan sebagai berikut.

"Malam ini antara jam 00.30 pagi hingga 03.30pagi pastikan off hp, laptop dll dan jauhkn dr badan anda. TV Singapore tlh mengumumkan berita tersebut. Tlng beritahu keluarga dan sahabat2 anda.

Malam ini antara jam 00.30 pagi hingga 03.30 pagi bumi kita akan menghadapi radiasi yg paling tinggi.Pancaran cahaya Cosmic akan melintasi dekat dgn bumi. Oleh itu off hp dll dan jauhkn dr badan anda sbb akn menyebabkan kita mendapat efek radiasi yg berbahaya....

Boleh lihat di google dan NASA dan berita BBC. Bagikan pesan ini kpd org2 lain yg penting bagi keluarga, Teman,Sahabat,dan juga anak-istri anda. Anda blh menyelamatkan nyawa banyak orang dengan berbuat demikian...Semoga bermanfaat. Amiin..."

Benarkah klaim bumi mengalami radiasi pancaran paling tinggi cahaya kosmik? Simak hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com dalam halaman berikut ini......

 

Radiasi Wifi Sebabkan Kanker pada Anak

Klaim tentang radiasi wifi menyebabkan kanker pada anak beredar di media sosial. Kabar tersebut disebarkan salah satu akun Facebook pada 23 September 2019 lalu.

Akun Facebook tersebut mengunggah narasi berisi cerita seorang anak yang terkena kanker darah karena sinyal wifi.

Berikut narasinya:

"Buat yg punya anak usia 1-13 tahun atau yg punya Cucu usia 1-13 tahun BACA dng SERIUS utk kesehatan dan keselamatan anak dan atau cucu tersayang !!!

Perkenankanlah, saya atas nama *Retno Seysa Sekarsary Pumpi bdo*, selaku Bude dari *Ananda Zein Raffael Khasan*, usia *3th (blm genap)* yang sampai sa'at ini *sudah 2 minggu terbaring* di Rumah Sakit karena didiagnosa terkena kanker darah..

Yang mana kita semua tidak tahu dan tidak ada gejala sebelumnya. Di rumah anak tersebut aktif, sehat, pintar bahkan sudah sekolah di PAUD.

Hanya dalam *kurun waktu 1 bulan* gejala yang menyerang *sangatlah cepat*, bermula dari *sariawan dan demam, serta mata sedikit bengkak..*

Kami mengira hanyalah efek dari menangis yang tak berkesudahan, hingga menjadikan mata itu sembab.. singkat cerita kami bawa ke salah satu Klinik Anak dan disarankan untuk langsung dibawa ke Rumah Sakit.

Kamipun bawa ke Rumah Sakit dekat kami tinggal dan pihak dokter tidak berani ambil tindakan karena dirasa sudah parah dan harus dibawa ke RS Pantirapih atau Sardjito..

Mengingat karena kondisi anak sudah lemas kami bawa ke RS Pantirapih dan dirawat 3 hr di sana.. Dengan kondisi yang semakin memburuk pihak RS merujuk lagi ke RS Sarjito, untuk penanganan yang lebih... Setelah keponakan kami dirawat di sana dan sudah menjalani *CT Scan*, hasil yang mencengangkan karena keponakan kami mengidap *kanker darah*.. dan sudah *stadium 4..!*

Dengan *kemotraphy* dan *pengambilan sumsum tulang belakang* menjadikan kami sekeluarga sedih, prihatin, kenapa anak sekecil ini harus menderita sakit seperti itu... _adakah salah kami... ??_

_Lantas saya mencari jawaban apa yang menyebabkan anak ini sakit seperti ini..._

Pihak medis menjawab banyak faktor .. salah satunya adalah terkena *RADIASI (bersumber dari Gadget, radiasi Wifi)* . Tersentak kami baru sadar, kami baru percaya, karena selama ini ananda Zein Raffael *sangat intens bermain gadget* (hp dengan you tube-nya) dan dari pancaran Wifi yang ada di rumah kami.. dan membiarkannya karena anak dirasa diam saat bermain gadgetnya.

_Kami menangis, kami sedih, kami menyesal... kenapa kami biarkan anak2 asik dengan gadgetnya.... Hingga sekarang terjadilah seperti ini_....

Di sini kami hanya berbagi kepada saudara2ku, janganlah sampai terjadi hal yang sama seperti pengalaman kami.. janganlah menyesal jika sudah terjadi .. sebelum terjadi lebih baik katakan *TIDAK ..!* untuk *anak2 kita yang masih balita...*

Dari kami.. Mohon dido'akan kesembuhan ananda *ZEIN RAFFAEL KHASAN*, agar segera diangkat penyakitnya dan kembali pulang berkumpul bersama keluarga....

_Hanya kami minta do'anya untuk kesembuhan keponakan kami ini_.....🙏

Ma'af jika sudah panjang tulisan kami, dengan share pengalaman tersebut, berarti panjenengan menyelamatkan jutaan balita untuk generasi masa depan yang sehat..

_Mohon ma'af jika banyak salah pada kami, untuk pembelajaran kita semua._

Terimakasih..

SEBAGAI PELAJARAN BAGI KITA," tulis salah satu akun Facebook.

Konten yang disebarkan akun Facebook tersebut telah 4.500 kali dibagikan dan mendapat 1000 komentar warganet.

Benarkah radiasi wifi menyebabkan kanker pada anak? Simak hasil penelusuran berikut ini.

 

Covid-19 adalah Bakteri yang Terpapar Radiasi

Klaim tentang Covid-19 adalah bakteri yang terpapar radiasi beredar di media sosial. Klaim tersebut beredar lewat pesan berantai di aplikasi percakapan WhatsApp pada 5 April 2021.

Pesan berantai tersebut berisi narasi bahwa Rusia adalah negara pertama yang melakukan otopsi terhadap jenazah korban Covid-19. Hasilnya ditemukan bahwa Covid-19 bukan merupakan virus tetapi bakteri yang terpapar radiasi.

Berikut narasinya:

Rusia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan otopsi (post mortem) terhadap jenazah Covid-19. Setelah dilakukan penyelidikan menyeluruh, ditemukan bahwa Covid-19 tidak ada dalam bentuk virus, melainkan bakteri yang telah terpapar radiasi dan menggumpal melalui darah hingga menyebabkan kematian.

Penyakit Covid-19 telah ditemukan menyebabkan pembekuan darah, yang menyebabkan pembekuan darah manusia dan pembekuan darah vena, yang membuat orang sulit bernapas karena otak, jantung, dan paru-paru tidak dapat menyerap oksigen, menyebabkan orang mati dengan cepat.

Guna mengetahui penyebab kurangnya energi pernapasan, dokter Rusia tidak mendengarkan kesepakatan WHO, melainkan melakukan otopsi terhadap COVID-19. Setelah dokter membuka lengan, kaki, dan bagian tubuh lainnya dan memeriksanya dengan cermat, mereka menemukan bahwa pembuluh darah melebar dan berisi gumpalan darah, yang menghalangi aliran darah dan mengurangi aliran oksigen. Hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada tubuh.

Setelah mengetahui penelitian tersebut, Kementerian Kesehatan Rusia segera mengubah rencana pengobatan Covid-19 dan menggunakan aspirin untuk pasien positif. Mulailah mengonsumsi 100 mg dan Imromac. Hasilnya, para pasien mulai pulih dan kesehatan mereka mulai membaik.

Setelah periode penemuan ilmiah, dokter Rusia menjelaskan bahwa penyakit ini adalah tipuan global, dan metode pengobatan ini menjelaskan, "Ini tidak lain adalah gumpalan di pembuluh darah (bekuan darah) dan metode pengobatan.

Tablet antibiotik

Anti-inflamasi dan Minum antikoagulan (aspirin).

Untuk tujuan ini, kesepakatan telah dikeluarkan di Rusia.

Bagikan informasi ini dengan keluarga, tetangga, kenalan, teman, dan kolega Anda sehingga mereka dapat menghilangkan rasa takut akan Covid-19 dan menyadari bahwa itu bukan virus, melainkan bakteri yang hanya terpapar radiasi.

Hanya orang dengan kekebalan rendah yang harus berhati-hati. Radiasi ini juga dapat menyebabkan peradangan dan hipoksia. Korban harus mengonsumsi Asprin-100mg dan Apronik atau parasetamol 650mg.

Sumber: Kementerian Kesehatan Rusia

Benarkah Covid-19 adalah bakteri yang terpapar radiasi? Simak hasil penelusurannya dalam halaman berikut ini......

 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya