Serangga Sebagai Cemilan Makin Populer

Contohnya di daerah Gunung Kidul, Sleman, Jogjakarta banyak ditemui penjual belalang goreng di pinggir jalan.

oleh Liputan6 diperbarui 24 Nov 2014, 20:03 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2014, 20:03 WIB
Serangga Sebagai Cemilan Makin Populer
Contohnya di daerah Gunung Kidul, Sleman, Jogjakarta banyak ditemui penjual belalang goreng di pinggir jalan.

Citizen6, Jakarta Serangga. Membayangkannya saja sudah membuat kita merasa geli, apalagi untuk memakannya? Namun, jangan salah, serangga telah dikonsumsi oleh manusia sepanjang sejarah ini. Untuk kudapan ataupun makanan pokok. Di banyak negara di belahan dunia, serangga masih dinikmati, kecuali di Amerika Utara dan Eropa.

Di Australia dan Amerika Selatan, rayap dikonsumsi sebagai camilan. Di Cina dan Jepang lebih banyak mengkonsumsi jangkrik, karena rasanya yang gurih dan memiliki kandungan protein yang tinggi.

Bahkan di Thailand pun tidak sulit menemukan pedagang yang menjual belalang goreng, jangkrik, kalajengking, laba-laba, dan cacing untuk dijadikan snack saat berjalan-jalan.  Di indonesia pun juga ada daerah yang berburu serangga tidak hanya untuk pakan ternak tetapi juga untuk dikonsumsi sendiri.

Contohnya di daerah Gunung Kidul, Sleman, Jogjakarta banyak ditemui penjual belalang goreng di pinggir jalan. Mereka membuka lapak untuk menjajakan belalang hasil tangkapan  dan mengolahnya langsung ditempat, sehingga belalang goreng tersebut bisa dikatakan fresh from the oven.

Kemudian di Papua, larva kumbang kelapa dan ulat sagu biasa disantap mentah ataupun matang.  Mengkonsumsi serangga dapat menjadi alternatif diet harian kita. Karena serangga memiliki tingkat protein dan lemak yang sebanding dengan daging sapi dan susu, ditambah dengan asam amino, vitamin, mineral, karbohidrat, dan serat yang cukup. Bahkan, tepung serangga sering digunakan dalam pembuatan chocolate chips.

Belalang segar memiliki kandungan protein sebanyak 26,8%, jangkrik sebanyak  13,7%, dan pada rayap sebanyak 20,4%. Bandingkan dengan protein pada udang segar yang berkisar 21%, daging sapi 18,8%, dan daging ayam 18,2%. Tidak kalah bukan? Namun, bagi penderita alergi seafood sebaiknya menghindari konsumsi serangga, karena memiliki kandungan protein yang sangat tinggi.

Bahkan, Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah meneliti dan membahas tentang dampak ekologis, manfaat gizi, penggunaan untuk pakan ternak, dan implikasi bagi keamanan dan ketahanan pangan dunia. Diperkirakan pada tahun 2050 populasi di dunia dapat mencapai 9 miliar lebih, hal ini menyebabkan cadangan makanan akan lebih rendah dari sebelumnya, dan produktivitas pertanian akan terhalang oleh berbagai faktor ekologi.

Tentunya, dengan tingkat perkembangan teknologi yang semakin maju, serangga dapat dibudidayakan dengan lebih baik dan dapat menjadi salah satu alternatif pangan hewani yang dapat mendukung keamanan dan ketahanan pangan ketika terjadi krisis di masa mendatang.

Penulis:

Adyastuti Fitria Damayanti
 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya