Liputan6.com, Jakarta - Monosodium glutamat (MSG) atau vetsin alias mecin seringkali jadi kambing hitam atas anggapan 'orang bisa bodoh karena kebanyakan konsumsi mecin'. Namun, benarkah terlalu banyak mengonsumsi MSG bisa berbahaya bagi tubuh?
Sebenarnya MSG aman dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Berbagai mitos tentang efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat. Sehingga badan pengawasan makanan seperti US Food and Drug Administration (FDA) menggolongkan MSG sebagai bahan yang secara umum aman jika dicampurkan ke dalam makanan.
Melansir BBC.com, MSG memang bisa memberikan rasa gurih pada makanan. Akan tetapi, efek negatif pada penggunaan MSG muncul karena beberapa orang memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu. Sama seperti ketika seseorang mengalami alergi terhadap bulu kucing, debu, serbuk bunga, dan sebagainya.
Advertisement
Apa Itu MSG?
Monosodium glutamat adalah garam natrium dari asam glutamat. Glutamat termasuk dalam kelompok asam amino non esensial penyusun protein yang terdapat juga dalam bahan makanan lain seperti daging, susu, keju, ASI, sayuran dan sebagainya.
Ketika ditemukan pertama kali oleh profesor kimia Jepang Kikunae Ikeda dari Universitas Tokyo pada tahun 1908, MSG adalah garam yang paling stabil yang terbentuk dari asam glutamat, dan salah satu yang terbaik dalam memberikan rasa gurih atau umami dalam bahasa Jepang.
Umami atau gurih ini dalam perkembangannya telah diakui sebagai rasa dasar kelima selain manis, asin, asam dan pahit. Penemuan Ikeda diawali ketika dia berhasil memisahkan glutamat (sumber umami) dari rumput laut jenis kombu yang umum dibudidayakan di Jepang sebagai bahan pembuat dashi.
Dengan menambahkan natrium, salah satu dari dua unsur dalam garam meja, memungkinkan glutamat distabilkan menjadi bubuk dan bisa ditambahkan ke dalam masakan, sehingga menghasilkan monosodium glutamat dan membuat Ikeda orang yang sangat kaya.
Awal mula orang mulai anti terhadap MSG ketika Dr Ho Man Kwok menulis surat kepada New England Journal of Medicine tentang penyebab dari sindrom yang dia alami setiap kali makan di restoran Tiongkok di Amerika Serikat pada tahun 1968.
Dia mengaku mati rasa di bagian belakang lehernya dan kemudian menyebar di lengan dan punggungnya. Tidak hanya itu, dia merasa tubuhnya lemah dan jantungnya berdebar-debar.
Dia berpikir itu mungkin monosodium glutamat yang digunakan sebagai bumbu di restoran Tiongkok. Sejak itu, teori kesehatan yang berhubungan dengan makanan mulai berkembang dan kesimpulan Kwok bahwa MSG memiliki efek negatif terhadap kesehatan segera menyebar, memicu sejumlah besar studi ilmiah, penulisan buku yang mengekspos kebenaran tentang MSG, penerbitan buku masak anti-MSG, dan bahkan mendorong restoran Tiongkok, untuk mengiklankan bahwa mereka tidak menggunakan MSG dalam masakan.
Advertisement
Penelitian Efek MSG
Peneliti Washington University Dr John W Olney menemukan bahwa menyuntikkan monosodium glutamat dalam dosis besar di bawah kulit tikus yang baru lahir menyebabkan perkembangan bercak jaringan mati di otak. Ketika tikus-tikus ini tumbuh menjadi dewasa pertumbuhan mereka terhambat, mengalami obesitas, dan dalam beberapa kasus menjadi mandul.
Olney juga mengulangi studi pada bayi monyet rhesus, memberikan MSG secara oral, dan mencatat hasil yang sama. Tetapi di 19 penelitian lainnya pada monyet oleh peneliti lain gagal menunjukkan hasil yang sama atau bahkan persis.
Dalam upaya untuk meredam masalah ini, pada tahun 1995 FDA menugaskan Federation of American Societies for Experimental Biology untuk meneliti semua bukti yang tersedia dan memutuskan apakah MSG benar-benar racun dalam makanan.
Sebuah studi pada tahun 2000 mencoba untuk mengetahui lebih lanjut dampak MSG dengan meneliti 130 orang yang menggambarkan diri mereka sebagai reaktif terhadap MSG. Orang-orang sehat pertama-pertama diberi dosis MSG tanpa makanan, atau diberikan plasebo.
Jika ada yang mencapai angka di atas level tertentu pada daftar 10 gejala karena MSG, mereka diuji lagi dengan dosis atau plasebo yang sama untuk melihat apakah reaksi mereka konsisten.
Mereka juga diuji dengan dosis yang lebih tinggi untuk melihat apakah gejalanya meningkat. Setelah beberapa ujian ulang, hanya dua dari 130 subjek yang menunjukkan reaksi yang konsisten terhadap MSG, bukan plasebo.
Tetapi kemudian, ketika mereka diuji lagi dengan MSG dalam makanan, reaksi mereka berbeda. Hal ini meragukan validitas sensitivitas seseorang terhadap MSG.
Toksisitas atau tingkat racun glutamat sebenarnya sangat rendah. Seekor tikus bisa mengkonsumsi dosis 15-18 gram per kilogram berat badannya sebelum terkena risiko mati karena keracunan glutamat. Baru-baru ini juga diketahui bahwa bayi tikus sangat sensitif terhadap efek MSG.
Jadi, efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat sehingga FDA menyatakan penambahan MSG dalam makanan secara umum diakui aman.
Sumber: Feed.Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: