Peran Usmar Ismail dalam Memelopori Perfilman Indonesia

Usmar Ismail muncul sebagai Google Doodle hari ini, Selasa (20/3/2018). Ia dijuluki Bapak Film Nasional karena pengaruhnya yang besar terhadap perfilman Indonesia.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 20 Mar 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2018, 15:00 WIB
[Bintang] Usmar Ismail
Usmar Ismail memiliki pengaruh besar terhadap industri film Indonesia. (Sumber Foto: Cinema Poetica)

Liputan6.com, Jakarta Usmar Ismail muncul sebagai Google Doodle hari ini, Selasa (20/3/2018). Sosoknya ditampilkan memegang alat pemutar film bergaya vintage.

Ia dijuluki Bapak Film Nasional karena pengaruhnya yang besar terhadap perfilman Indonesia. Namanya bahkan diabadikan sebagai nama gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) atau Usmar Ismail Hall.

Selain ulang tahun Usmar Ismail hari ini, 20 Maret, Setiap tanggal 30 Maret diperingati sebagi Hari Film Nasional. Alasannya, 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Ada sejarah panjang di balik penetapan hari tersebut. Apa itu?

Perfilman Indonesia sebenarnya bukan baru dimulai tahun 1950. Di bawah penjajahan Belanda, produksi film di tanah air sudah mulai dilakukan. Era awal perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia, dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu.

Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu pada 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G Kruger dan L Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda.

Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung.

Setelah Belanda, Jepang juga memproduksi film saat menjajah Indonesia. Pada era 1942-1949, produksi film di Indonesia dijadikan sebagai alat propaganda politik Jepang. Pemutaran film di bioskop hanya dibatasi untuk penampilan film-film propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang sudah ada sebelumnya, sehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai era surutnya prodkusi film nasional.

Pada 1942, Nippon Eigha Sha, perusahaan film Jepang yang beroperasi di Indonesia, hanya dapat memproduksi tiga film yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja, dan 1001 Malam.

 

Film pertama di Indonesia, Darah dan Doa

Film pertama di Indonesia, Darah dan Doa.
Film pertama di Indonesia, Darah dan Doa. (Foto: bintang.com)

Setelah pemerintahan cukup stabil pasca-kemerdekaan Republik Indonesia, tibalah tanggal 30 Maret 1950 menjadi hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai Usmar Ismail.

Film ini didaulat sebagai film lokal pertama di Indonesia. Film yang seluruhnya disutradarai dan diproduksi oleh orang Indonesia. Usmar Ismail berperan penting sebagai sutradara dan juga sebagai pendiri Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia), perusahaan yang memproduksi Darah dan Doa. Oleh karena itu, Hari Film Nasional selalu diperingati setiap tanggal 30 Maret.

 

Reporter: Puput Puji Lestari

Sumber: Bintang.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya