Pekerja Wajib Tahu, Tengok Isi Lengkap UU Cipta Kerja yang Baru Disahkan DPR

Enam fraksi DPR setuju pengesahan RUU Cipta Kerja, satu fraksi menerima dengan catatan, dan dua fraksi menolak.

oleh Tira SantiaAthika RahmaArthur GideonIlyas Istianur Praditya diperbarui 06 Okt 2020, 06:01 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 06:01 WIB
FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan penting diambil dalam Rapat Paripurna DPR yang digelar pada Senin sore 5 Oktober 2020. Mayoritas wakil rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja. Pengesahan UU ini lebih cepat dari jadwal karena semula diagendakan pada Kamis (8/10/2020) mendatang.

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin menjelaskan, enam fraksi menerima RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU. Selanjutnya, satu fraksi (Fraksi Partai Amanat Nasional) menerima dengan catatan, dan dua fraksi (Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) menolak.

"Mengacu pada Pasal 164, maka pimpinan dapat mengambil pandangan fraksi. Sepakat? Tok!" ucap Aziz dalam rapat paripurna di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 5 Oktober 2020.

Mewakili pemerintah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyambut baik dan mengucapkan terima kasih, apresiasi, dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ketua dan Wakil Ketua Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, Badan Legislatif, Legislasi DPR, yang telah melakukan proses pembahasan dengan berbagai pandangan masukan dan saran yang konstruktif.

"Alhamdulillah sore ini undang undang tersebut diketok oleh DPR," ujar Airlangga.

Berikut ini draf final dari dari RUU Cipta Kerja tersebut:

RUU tentang Cipta Kerja

 

Video Pilihan

Gekanas Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja

Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, kelompok buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) bersikukuh tetap menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang akan disahkan DPR. 

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI yang juga Presedium Aliansi Gekanas Roy Jinto Ferianto, upaya penghalangan aksi buruh oleh aparat kepolisian dengan cara mencegat rombongan buruh yang akan berangkat ke DPR, memblokade kawasan - kawasan industri di Bekasi, Tangerang dan Jakarta.

 “Tanggal 6 sampai dengan 8 Oktober 2020 kaum buruh siap melakukan aksi nasional secara serentak di seluruh kabupaten dan kota se-Indonesia, untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Aksi ini upaya terakhir kaum buruh untuk menjegal agar Omnibus law RUU Cipta Kerja ini tidak disahkan,” kata Roy dalam keterangan resmi, Senin 5 Oktober 2020. 

Roy menjelaskan, aksi kelompok buruh dilaksanakan secara konstitusional sesuai dengan UUD 1945, UU Nomor 9 Tahun 1998 dan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2000. Dalam melaksanakan aksinya, buruh tetap melaksanakan protokol kesehatan Covid-19 dengan memakai masker, bawa hand sanitizer, jaga jarak, dan lainnya, serta akan berjalan secara tertib dan damai.

Roy menyebutkan RUU Cipta Kerja bukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan melindungi buruh. Malah sebaliknya ucap Roy, yaitu hanya untuk kepentingan kelompok pemodal.

“Oleh karena itu, sikap kami kelompok buruh jelas menolak Omnibus Law Cipta Kerja dan meminta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dan juga menolak pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja diparipurnakan,” kata Roy.

Roy menuturkan kesepakatan Panja DPR RI dan pemerintah, khususnya klaster ketenagakerjaan sangat merugikan kelompok buruh. Antara lain dengan dibebaskannya sistem kerja PKWT dan outsourcing tanpa ada batasan jenis pekerjaan dan waktu.

Hal itu terang Roy, membuat buruh tidak ada kepastian pekerjaan. Selain itu dihapusnya upah minimum sektoral, diberlakukannya upah per jam ungkap Roy, mengakibatkan tidak adanya kepastian pendapatan, PHK dipermudah, pesongon dikurangi, hak cuti dihapus sangat merugikan kelompoknya.

“Dalam situasi pandemi seperti ini, kami menilai Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak akan menjawab persoalan ekonomi maupun investasi. Karena dengan terus meningkatnya angka positif Covid-19 di Indonesia, investor pun tidak akan masuk ke Indonesia,” tukas Roy.

Seharusnya, menurut Roy, pemerintah dan DPR fokus pada penanganan Covid-19, sehingga dunia internasional percaya kepada Indonesia mampu menangani Covid- 19. Namun, faktanya justru sebaliknya, malah mempercepat pembahasan dan pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Menko Perekonomian Klaim UU Cipta Kerja Mampu Ciptakan Lapangan Kerja Baru

FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) memberikan pandangan akhir pemerintah mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyambut baik keputusan DPR yang telah mengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Menurut dia, keputusan ini tepat dan sejalan dengan Pidato Pelantikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 20 Oktober 2019.

Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk dapat keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan adanya bonus demografi. Namun untuk merealisasikan hal tersebut Indonesia dihadapkan pada tantangan besar. Salah satunya adalah bagaimana kesiapan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja.

Menurut Airlangga, salah satu cara untuk meyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya adalah dengan menarik investasi baik dalam maupun luar negeri. Namun permasalahan yang seringkali ditemui adalah masih banyak aturan yang tumpang tindih dan mempersulit.

“Namun tantangan terbesar adalah bagaimana kita mampu menyediakan lapangan kerja dengan banyaknya aturan atau hiper regulasi kita memerlukan penyederhanaan sinkronisasi,” kata Airlangga dalam sidang Paripurna, di Jakarta, Senin 5 Oktober 2020.

Atas dasar itu, kehadiran UU Cipta Kerja bisa menurutnya bisa menjadi solusi. Karena dengan adanya UU Cipta Kerja ini bisa menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.

“Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi,” Airlangga menekankan.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Menaker Tulis Surat Terbuka, Minta Mogok Kerja Dibatalkan

Bahas Nasib Pekerja Terimbas Corona, Menaker Raker dengan DPR
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Rapat tersebut membahas mengenai perlindungan Pemerintah terhadap ketahanan struktur ketenagakerjaan saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker Ida Fauziyah meminta kepada serikat pekerja di seluruh Indonesia untuk mengurungkan niat mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020.

"Terkait rencana mogok nasional, saya meminta agar dipikirkan lagi dengan tenang karena situasi jelas tidak memungkinkan untuk turun ke jalan, untuk berkumpul. Pandemi Covid masih tinggi, masih belum ada vaksinnya, pertimbangkan ulang rencana mogok itu," kata Ida dalam Surat Terbukanya kepada serikat pekerja atau buruh, Senin 5 Oktober 2020.

Ia meminta agar serikat pekerja membaca secara utuh RUU Cipta Kerja ini, lantaran menurut Ida banyak sekali aspirasi serikat pekerja yang telah diakomodir. Seperti soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), outsourcing, syarat PHK, itu semua masih mengacu pada UU lama, sedangkan terkait upah juga masih mengakomodir adanya UMK.

"Jika teman-teman ingin 100 persen diakomodir, itu tidak mungkin. Namun bacalah hasilnya. Akan terlihat bahwa keberpihakan kami terang benderang. Karena sudah banyak yang diakomodir, maka mogok menjadi tidak relevan. Lupakanlah rencana itu," ujar Menaker.

Ia menyarankan jangan mengambil risiko yang membahayakan nyawa. Baik nyawa istri, suami, dan anak-anak di rumah. Ia pun mengajak serikat pekerja untuk kembali duduk bersama, untuk berdialog membahas isu terkait diresmikannya RUU Cipta Kerja menjadi UU.

"Saya mengajak kita kembali duduk bareng. Dengan semangat untuk melindungi yang sedang bekerja dan memberi pekerjaan bagi yang masih nganggur. Saya dengan antusias menunggu kehadiran teman-teman di meja dialog, bukan di jalanan," katanya.

Menaker optimistis selalu bisa menemukan jalan tengah yang saling menenangkan. Pihaknya sedang berupaya menyalakan lilin dan bukan menyalahkan kegelapan. Serta mencari titik keseimbangan, antara melindungi yang telah bekerja dan memberi kesempatan kerja pada jutaan orang yang masih menganggur. Mereka yang tak punya penghasilan dan kebanggaan.

Demikian Menteri Ida menjelaskan kepada serikat pekerja bahwa sejak awal 2020 pihaknya mulai berdialog tentang RUU Cipta Kerja, baik secara formal melalui lembaga Tripartit, maupun secara informal. Aspirasi serikat pekerja sudah didengar dan dipahami.

"Tidak mudah memang, tapi kami perjuangkan dengan sebaik-baiknya. Saya paham ada di antara teman-teman yang kecewa atau belum puas. Saya menerima dan mengerti. Ingatlah, hati saya bersama kalian dan bersama mereka yang masih menganggur," Menaker memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya