Liputan6.com, Jakarta - Sholat tarawih merupakan sholat yang hukumnya sunah muakkad (mendekati wajib) karena memiliki keiistimewaan dan keutamaan pelaksanaannya di bulan Ramadhan.
Sholat tarawih dilaksanakan pada malam hari setelah sholat Isya dan sebelum sholat witir. Sholat sunah ini dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Tetapi mereka yang uzur untuk berjamaah dapat melakukan sholat tarawih sendiri baik di masjid maupun di rumah.
Advertisement
Adapun jumlah rakaat sholat tarawih sebagaimana pendapat mayoritas mazhab Syafi’i adalah sebanyak 20 rakaat dengan sepuluh kali salam.
Advertisement
Artinya sekali sholat dilakukan dengan dua rakaat sebagaimana dilansir NU Online, Kamis (23/02/2023). Hal itu berdasarkan hadits Rasulullah saw riwayat al-Baihaqi melalui jalur Ibnu Abbas, yaitu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ
Artinya,
”Sungguh Nabi Muhammad saw melakukan shalat di bulan Ramadhan tanpa berjamaah sebanyak dua puluh rakaat dan (ditambah) sholat witir.”
Berikut lafal niat sholat tarawih selaku ma’mum:
صَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَىArtinya,
“Aku menyengaja sembahyang sunah Tarawih dua rakaat dengan menghadap kiblat, tunai sebagai makmum karena Allah SWT.”
Lafal niat sholat tarawih sendirian:
صَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatat Tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati adā’an lillāhi ta‘ālā.
Artinya,
“Aku menyengaja sembahyang sunah tarawih dua rakaat dengan menghadap kiblat, tunai karena Allah SWT.”
Lafal niat ini wajib dibaca ketika akan melakukan sholat tarawih sendiri di rumah. Lafal niat ini diharapkan membantu kemantapan seseorang dalam memasang niat ketika takbiratul ihram. Niat ini menjadi penting karena bagi mazhab syafi’i, sholat tarawih tanpa niat yang memadai berdampak pada keabsahan sholat tarawih itu sendiri.
Tata Cara Tarawih Sendiri di Rumah
Berikut tata cara sholat tarawih yang dilakukan secara sendirian menurut Madzhab Syafi’i.
- Pelafalan niat sholat tarawih
- Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram
- Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati
- Baca ta‘awudz dan surat Al-Fatihah. Setelah itu baca salah satu surat pendek Alquran dengan jahar (lantang)
- Rukuk
- Itidal
- Sujud pertama
- Duduk di antara dua sujud
- Sujud kedua
- Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua
- Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama
- Salam pada rakaat kedua
- Istighfar dan dianjurkan membaca doa kamilin setelah selesai sholat tarawih
Advertisement
Berapa Jumlah Rakaat Saat Sholat Tarawih Sendirian?
Jumlah sholat tarawih sendiri sama dengan jumlah shalat tarawih berjamaah, yaitu 20 rakaat.
وهي عشرون ركعة مجمع على سنيتها... ولا تصح بنية مطلقة بل ينوي ركعتين من التراويح أو من قيام رمضان أو سنة التراويح
Artinya,
“Shalat tarawih berjumlah 20 rakaat yang disepakati kesunnahannya… Shalat tarawih tidak sah dikerjakan dengan niat shalat mutlak (tanpa penyebutan kata tarawih di dalam hati), tetapi ia harus meniatkan shalat dua rakaatnya sebagai bagian dari shalat Tarawih, shalat malam Bulan Ramadhan, atau shalat sunnah Tarawih,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], halaman 112).
Bacaan Doa Kamilin saat Sholat Tarawih Sendiri
Doa kamilin dibaca setelah selesai sholat tarawih. Doa kamilin berisi permohonan tetap iman, petunjuk, keistiqamahan dalam beribadah, kezuhudan, bimbingan menjadi hamba yang bersabar atas musibah dan bersyukur atas nikmat, dan keselamatan di akhirat.
Doa kamilin umumnya dibaca setelah sholat tarawih dan sebelum sholat witir berjamaah di masjid dan mushalla. Tetapi doa kamilin dapat juga dibaca sendiri. Adapun doa kamilin berikut ini dibaca setelah sholat tarawih sendiri baik di masjid maupun di rumah.
للّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ بِالْإِيْمَانِ كَامِلاً، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّياً، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظًا، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلاً، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبًا، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيًا، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكًا، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضًا، وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدًا، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبًا، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيًا، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرًا، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرًا، وَتَحْتَ لِوَاءِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرًا، وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدًا، وَإِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلًا، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيًا، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدًا، وَبِحُوْرٍعِيْنٍ مُتَزَوِّجًا، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسًا، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلًا، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبًا، بِأَكْوَابٍ وَّأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مًمِّنْ مَعِيْنٍ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْ
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ فِي هٰذِهِ لَيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنِيْ مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ، وَصَلَّ للهُ عَلَى سَيِّدِيْ مُحَمَّدٍ وَاٰلِه وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Allāhummaj‘alnī bil īmāni kāmilan. Wa lil farāidhi muaddiyan. Wa lish shalāti hāfizhan. Wa liz zakāti fā‘ilan. Wa limā ‘indaka thāliban. Wa li ‘afwika rājiyan. Wa bil hudā mutamassikan. Wa ‘anil laghwi mu‘ridhan. Wa fid dunyā zāhidan. Wa fil ‘ākhirati rāghiban. Wa bil qadhā’i rādhiyan. Wa lin na‘mā’i syākiran. Wa ‘alal balā’i shābiran. Wa tahta liwā’i muhammadin shallallāhu ‘alaihi wasallam yaumal qiyāmati sā’iran wa alal hawdhi wāridan. Wa ilal jannati dākhilan. Wa minan nāri nājiyan. Wa 'alā sarīril karāmati qā'idan. Wa bi hūrin 'in mutazawwijān. Wa min sundusin wa istabraqin wa dībājin mutalabbisan. Wa min tha‘āmil jannati ākilan. Wa min labanin wa ‘asalin mushaffan syāriban. Bi akwābin wa abārīqa wa ka‘sin min ma‘īn. Ma‘al ladzīna an‘amta ‘alaihim minan nabiyyīna wash shiddīqīna wasy syuhadā’i wash shālihīna wa hasuna ulā’ika rafīqan. Dzālikal fadhlu minallāhi wa kafā billāhi ‘alīman.
Allāhummaj‘alnī fī hādzihil lailatisy syahrisy syarīfatil mubārakati minas su‘adā’il maqbūlīn. Wa lā taj‘alnī minal asyqiyā’il mardūdīn. Wa shallallāhu ‘alā sayyidī muhammadin wa ālihi wa shahbihi ajma‘īn. Bi rahmatika yā arhamar rāhimīn wal hamdulillāhi rabbil ‘ālamīn.
Artinya,
“Ya Allah, jadikanlah aku orang-orang yang sempurna imannya, yang memenuhi kewajiban-kewajiban, yang memelihara shalat, yang mengeluarkan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang pada petunjuk, yang berpaling dari kebatilan, yang zuhud di dunia, yang menyenangi akhirat, yang ridha dengan qadla-Mu (ketentuan-Mu), yang mensyukuri nikmat, yang sabar atas segala musibah, yang berada di bawah panji-panji junjungan kami, Nabi Muhammad, pada hari kiamat, yang mengunjungi telaga (Nabi Muhammad), yang masuk ke dalam surga, yang selamat dari api neraka, yang duduk di atas ranjang kemuliaan, yang menikah dengan para bidadari, yang mengenakan berbagai sutra ,yang makan makanan surga, yang minum susu dan madu murni dengan gelas, cangkir, dan cawan bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang terbaik. Itulah keutamaan (anugerah) dari Allah, dan cukuplah bahwa Allah Maha Mengetahui.
Ya Allah, jadikanlah aku pada malam yang mulia dan diberkahi ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan aku tergolong orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya atas junjunganku Muhammad, serta seluruh keluarga dan shahabat beliau. Berkat rahmat-Mu, wahai Yang Paling Penyayang di antara yang penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (Lihat Perukunan Melayu, [Jakarta, Cetakan Al-‘Aidrus: tanpa tahun], halaman 58-59).
Advertisement