Liputan6.com, Jakarta Dalam lanskap sosial Indonesia yang kaya akan kemajemukan, ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik terus menjadi isu utama, terutama bagi kelompok minoritas dan rentan. Dengan menyadari potensi keberagaman sebagai kekuatan, upaya meningkatkan inklusi sosial semakin gencar dilakukan.
Diversitas, kesetaraan, dan inklusi menjadi pijakan utama dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs berkomitmen untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan memerhatikan keberagaman budaya, etnis, dan sosial, SDGs mendorong kolaborasi lintas sektor dan pemberdayaan individu untuk mencapai tujuan bersama, menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini menjadi kajian yang dilakukan oleh Perhimpunan Manajemen Sumber Daya (PMSM) Indonesia dan BINUS University melalui penelitian bertajuk “Pelaksanaan Praktik Keberagaman, Kesetaraan dan Inklusivitas (Diversity, Equity and Inclusion/DEI) Perusahaan di Indonesia.“ Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai isu keberagaman, kesetaraan dan inklusivitas yang masih menjadi tantangan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Advertisement
Diskusi HR MEET & TALK yang bertajuk “Pelaksanaan Praktik DEI di Perusahaan Indonesia” diadakan pada Kamis (2/5) di BINUS @Senayan fX Campus. Diskusi ini menghadirkan narasumber Ripy Mangkoesoebroto, People & Culture Director PT HM Sampoerna Tbk; Yenita Oktora, Chief Human Resources Officer PT L’Oreal Indonesia; Angkie Yudistia, Staf Khusus Presiden RI, Sociopreneur dan Author; serta dimoderatori oleh Prof. Dr. Meyliana, Professor in Information Systems BINUS University.
Enam kelompok prioritas penerapan DEI
Prof. Meyliana mengangkat diskusi berdasarkan hasil kajian dan riset yang dilakukannya dan mendiskusikan praktek penerapan DEI pada lingkup lembaga. Secara spesifik membagi ke dalam enam kelompok prioritas penerapan: jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, disabilitas, ras, dan agama.
“Penelitian ini bertujuan untuk memahami tingkat kesadaran dan pemahaman pemimpin bisnis mengenai pentingnya praktek DEI di perusahaan mereka,” tutur Prof. Meyliana.
“Selain itu, untuk memahami pelaksanaan strategi, kebijakan, proses dan praktik SDM perusahaan yang berkaitan dengan DEI. Terakhir untuk memahami berbagai hambatan pelaksanaan praktik DEI di lapangan dan praktik SDM terbaik (best practice) untuk mengatasinya,” tambahnya.
Sementara itu, Ripy Mangkoesoebroto mengakui bahwa sudah mulai ada perusahaan-perusahaan yang mengusung keragaman dan inklusi sebagai fondasi utama kesuksesan yang berkesinambungan.
“Sebagai contoh, PT HM Sampoerna terus berupaya menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, serta memberikan kesempatan yang sama kepada setiap karyawan dan calon karyawan. Keragaman, kesetaraan dan inklusi adalah salah satu pilar kesuksesan” ungkap Ripy.
Advertisement
Komitmen L'Oréal Indonesia terhadap DEI
Demikian halnya dengan PT L'Oréal Indonesia yang memiliki komitmen jangka panjang terhadap kesetaraan peluang dalam Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi. Yenita Oktora mengungkapkan bahwa L'Oréal berkomitmen untuk mencapai kesetaraan gender di semua tingkatan dan fungsi perusahaan. Dimulai dari jumlah populasi karyawan yang terdiri dari 53% wanita dan 47% pria, di mana sebanyak 46% dari Management Committee adalah wanita.
"Kami terus berusaha untuk memastikan bahwa seluruh karyawan memiliki kesempatan membangun karier yang sama, terlepas dari gender ataupun kondisi personal mereka. Saat ini, kami memiliki 11 karyawan wanita yang sedang menjalankan expatriation di berbagai negara lain, di mana 36,4% berangkat bersama dengan keluarga mereka," jelas dia.
Yenita juga mengklaim bahwa L'Oréal memastikan agar segala bagian dari perusahaan turut berkontribusi pada pembentukan lingkungan yang lebih inklusif di mana pun di dunia. Salah satunya yaitu dengan melawan segala jenis pelecehan atau kekerasan, khususnya pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender.
"Hal tersebut tidak terbatas pada lingkup karyawan saja, namun juga kepada komunitas dan partner yang bekerjasama dengan perusahaan, hingga kepada konsumen," tambah dia lagi.
Pemerintah menjamin kesetaraan lewat peraturan dan perundangan
Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia bercerita bahwa pemerintah Indonesia berusaha menjamin kesetaraan dengan mengeluarkan peraturan dan perundangan bagi penyandang disabilitas.
“UU No. 8 Tahun 2016 menjadi pendorong bagi kesetaraan. Penyandang disabilitas yang tadinya sulit mendapatkan sekolah, sekarang sekolah inklusi juga sudah mulai semakin berkembang, sekolah luar biasa juga semakin banyak. Kalau dulu aku cari sekolah luar biasa susah sekali, sekolah umum yang ngerti disabilitas juga nggak ada. Untuk itulah pentingnya Inklusifitas,” ungkap Angkie yang juga Penyandang Disabilitas Rungu.
Dari diskusi tersebut, disinggung juga peranan kolaborasi pentahelix. Pemerintah adalah sebagai regulator, fasilitator, penyedia layanan untuk meningkatkan penerapan DEI pada lingkup institusi, baik pemerintahan maupun swasta.
Akademisi pada perguruan tinggi dapat mengintegrasikan teknologi dan ilmu pengetahuan terkini yang dapat berkontribusi meningkatkan kapabilitas SDM dalam penerapan DEI. Kelembagaan dan industri tentunya berperan sebagai wadah utama pemberdayaan manusia yang berkesinambungan.
Tidak kalah penting, media memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesadaran, mendidik, dan memotivasi para pemangku kepentingan dan masyarakat.
Advertisement