Berdiri di Dua Titik Batas Negara

Penelusuran jalur keluarnya TKI asal Bantaeng yang merantau melalui pintu Nunukan dengan jalur tikus dan tanpa prosedur.

oleh Liputan6 diperbarui 05 Okt 2013, 11:02 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2013, 11:02 WIB
05102014-sebatik.jpg
Citizen6, Nunukan: Bagai mimpi, saat ini saya sudah bisa menginjakkan kaki di antara 2 titik batas negara, Desa Ajikuning-Sebatik Kabupaten Nunukan-Republik Indonesia dan Kampung Titingan Tawau-Malaysia, pada hari Kamis dan Jumat tanggal 03 – 04 Oktober 2013 bersama Tim TASBARA (Lintas Batas Negara) Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kabupaten Nunukan. Tentunya atas restu Pemerintah Kabupaten Bantaeng.

Perjalanan ini bukanlah mencari kesenangan, namun dari sisi perjalanan spirit mencari sesuatu yang baru untuk sebuah perubahan. Diantaranya, melakukan upaya – upaya yang konstruktif untuk menelusuri jalur keluarnya TKI asal Bantaeng yang merantau melalui pintu Nunukan dengan jalur tikus dan tanpa prosedur. Atas ajakan dan diskusi yang panjang Tim Tasbara, Drs. Amran Jamaluddin, AP, MT (Kabid. Fasilitasi Pelaksanaan dan Monev Asdep Pengelolaan Lintas Batas Negara Kedeputian Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara, BNPP) yang sebelumnya pernah menjabat Gubernur Praja STPDN Angkatan 05, mantan Lurah Tappanjeng Bantaeng, mantan Sekcam Bantaeng diera 1998-an.

Kini saya bisa berdiri dan menikmati suasana masyarakat dan hiruk pikuk masyarakat Sebatik yang hanya berlangsung selama 2 hari, namun banyak makna yang bisa ditemukan. Seperti diketahui, bahwa Sebatik merupakan salah satu pulau terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pulau ini menjadi pintu gerbang Indonesia di wilayah Kalimantan, tepatnya di bagian utara Provinsi Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan negeri Sabah, Malaysia. Pulau Sebatik hanya berjarak 20 menit dari Nunukan dengan menggunakan speed boat. Merupakan salah satu pulau kecil terluar dari 31 pulau yang berpenduduk. Pulau ini terbagi dua wilayah antara Indonesia dan Malaysia dengan pembangunan yang sangat kontras.

Dari penelusuran itu, ternyata sebagian besar warga Pulau Sebatik (Desa Lalosalo, Desa Sei Pancang dan Desa Sei Nyamuk) itu dipadati oleh masyarakat Bugis yang memilih untuk berusaha dan berdagang bahkan menjadi orang atau komponen penting dalam membangun Nunukan. Aktifitas itu dibuktikan dengan pelaksanaan shalat Jumat di Mesjid Nurul Huda Desa Sei Nyamuk pada hari ini (04/10), dimana Khatibnya sebagian besar menggunakan bahasa Bugis. Itu artinya, bahwa Suku Bugis Makassar sangat kental dengan kehidupan di Nunukan ini.
 
Penduduk asli Kabupaten Nunukan adalah masyarakat Tidung Bulungan dan Dayak. Pulau Sebatik banyak dihuni penduduk pendatang antara lain Bugis, Jawa, NTT dan Toraja yang berasal dari nelayan Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Sebagian besar masyarakat Kawasan Sebatik memiliki penghasilan dari berkebun, bertani, nelayan, wiraswasta. Kondisi jalan di Pulau Sebatik pada umumnya terbagi menjadi jalan aspal, jalan batu dan jalan tanah. Ruas jaringan jalan antara Desa Bambangan menuju Desa Aji Kuning dapat mempersingkat waktu tempuh bagi masyarakat baik masyarakat dari Kecamatan Nunukan maupun masyarakat sekitar yang ingin menuju ke Sungai Pancang atau ke Sungai Nyamuk yang relatif lebih maju. Ruas jalan ini melewati daerah sekitar perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia.

Sebelum berada di Pulau Sebatik ini, saya sempat melakukan upaya komunikasi dengan Kepala BP3TKI Nunukan, Imigrasi Nunukan dan Bea Cukai Nunukan serta melihat cara langsung Karantina TKI yang berada di area BP3TKI Nunukan. (Syahrul Bayan /kw)

*) SYahrul Bayan adalah pewarta warga

Mulai 30 September-11 Oktober ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Oleh-oleh Khas Kotaku". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Keterangan Gambar :
Berada di Desa Aji Kuning RI bersama anak sekolah yang tinggal di Tawau namun sekolah di Indonesia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya