Citizen6, Yogyakarta: Hanoman atau dikenal juga dengan nama Anoman merupakan dewa dalam kepercayaan Hindu yang berwujud kera putih. Salah satu lakon dalam wiracarita Ramayana dan Mahabharata ini adalah putra dari Batara Bayu, salah satu dewa utama yang bergelar Dewa Angin, dengan Anjani.
Meskipun demikian, cerita kelahiran sang kera putih ini terdiri dari beberapa versi yang berbeda. Dalam pewayangan Jawa sendiri, Hanoman diserukan sebagai anak dari Batara Guru, yang merupakan perwujudan dewa Siwa, dengan putri sulung Resi Gotama, Anjani. Sedangkan di negara India, Hanoman diyakini sebagai dewa pelindung hingga beberapa kuil didedikasikan untuk memujanya.
Melalui pendirian kuil Hanoman, para umat panteisme meyakini bahwa mereka akan terbebas dari raksasa atau kejahatan. Pada umumnya gambar Hanoman menyertai gambar Wisnu, sang dewa pemeliharaan alam semesta.
Kepercayaan dan budaya Hindu-Budha masuk ke nusantara pada awal tarikh Masehi akibat hubungan dagang antara negara-negara tetangga termasuk India, Tiongkok, dan Timur Tengah. Budaya ini berkembang cukup pesat di tanah air, dibuktikan dengan eksistensi kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha di masa itu. Salah satu kerajaan besar yang merupakan sejarah kebanggaan tanah air adalah Majapahit, yang terkenal dengan mahapatihnya Gadjah Mada. Bahkan nama besar patih tertinggi ini didedikasikan sebagai nama universitas tertua di Indonesia; Universitas Gadjah Mada. Penghormatan kepada budaya leluhur ini menjadikan alasan pertama bagi pemuda untuk mencintai tanah airnya.
Berbicara mengenai budaya Hindu-Budha akan menggiring imaji kita pada salah satu kreasi besar leluhur yang menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, yakni Candi Borobudur. Epos Ramayana tertuang di relief-relief yang terpahat di dinding candi tersebut. Selain Borobudur, Candi Prambanan juga merupakan peninggalan yang memiliki relief bertema serupa. Satu di antara berjuta keelokkan budaya nusantara ini merupakan hakikat kedua kecintaan kita.
Ramayana merupakan budaya tradisional dari kepercayaan Hindu-Budha yang tetap hidup dan berkembang di Indonesia. Alih-alih mendiskriminasikannya dalam satu kepercayaan, masyarakat kita menghormatinya sebagai budaya Indonesia. Doktrin ini pun tidak membiaskan kesatuan NKRI. Lebih dari itu, Ramayana memperkaya kultur Indonesia. Kehidupan harmonis dalam keragaman dan kekayaan budaya merupakan dasar ketiga dan keempat cinta tanah air.
Â
Walaupun Ramayana merupakan cerita klise beda generasi, ternyata pemuda-pemuda kita tidak lantas menyingkirkannya dari dogma mereka. Hal ini terlihat dari antusiasme siswa-siswa salah satu sekolah menengah atas di Kulon Progo, Yogyakarta yang mengusung secuil epos Ramayana dalam penampilan mereka di karnaval peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tahun ini. Mengabaikan terik matahari yang membakar, mereka mementaskan lakon Hanoman melawan raksasa sepanjang lintasan karnaval. Semangat kawula muda Indonesia ini merupakan dorongan kelima bagi kita untuk lebih bangga pada Indonesia.
Bukan perkara mudah untuk melakukan pementasan Ramayana di lingkup karnival. Selain mempertimbangkan koreografi, para siswa juga harus mengestimasi ke lapangan ruas jalan sebagai panggung pementasan. Ramainya pengunjung di kedua sisi jalan, banyaknya kendaraan yang masih berlalu lalang, dan panasnya cuaca merupakan hal yang harus mereka akomodasi untuk kesuksesan pementasan sang Hanoman. Kegigihan penerus tanah air ini menjadi alasan pemungkas yang diambil dari sang Hanoman muda. Secuil epos ini hanya bagian kecil dari keragaman Indonesia yang dapat diambil sebagai katalis bagi kita pemuda untuk lebih mencintai Indonesia. (Arum Handini Primandari/mar)
Arum Handini Primandari adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat akun Twitter:Â @arsvio
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Meskipun demikian, cerita kelahiran sang kera putih ini terdiri dari beberapa versi yang berbeda. Dalam pewayangan Jawa sendiri, Hanoman diserukan sebagai anak dari Batara Guru, yang merupakan perwujudan dewa Siwa, dengan putri sulung Resi Gotama, Anjani. Sedangkan di negara India, Hanoman diyakini sebagai dewa pelindung hingga beberapa kuil didedikasikan untuk memujanya.
Melalui pendirian kuil Hanoman, para umat panteisme meyakini bahwa mereka akan terbebas dari raksasa atau kejahatan. Pada umumnya gambar Hanoman menyertai gambar Wisnu, sang dewa pemeliharaan alam semesta.
Kepercayaan dan budaya Hindu-Budha masuk ke nusantara pada awal tarikh Masehi akibat hubungan dagang antara negara-negara tetangga termasuk India, Tiongkok, dan Timur Tengah. Budaya ini berkembang cukup pesat di tanah air, dibuktikan dengan eksistensi kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha di masa itu. Salah satu kerajaan besar yang merupakan sejarah kebanggaan tanah air adalah Majapahit, yang terkenal dengan mahapatihnya Gadjah Mada. Bahkan nama besar patih tertinggi ini didedikasikan sebagai nama universitas tertua di Indonesia; Universitas Gadjah Mada. Penghormatan kepada budaya leluhur ini menjadikan alasan pertama bagi pemuda untuk mencintai tanah airnya.
Berbicara mengenai budaya Hindu-Budha akan menggiring imaji kita pada salah satu kreasi besar leluhur yang menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, yakni Candi Borobudur. Epos Ramayana tertuang di relief-relief yang terpahat di dinding candi tersebut. Selain Borobudur, Candi Prambanan juga merupakan peninggalan yang memiliki relief bertema serupa. Satu di antara berjuta keelokkan budaya nusantara ini merupakan hakikat kedua kecintaan kita.
Ramayana merupakan budaya tradisional dari kepercayaan Hindu-Budha yang tetap hidup dan berkembang di Indonesia. Alih-alih mendiskriminasikannya dalam satu kepercayaan, masyarakat kita menghormatinya sebagai budaya Indonesia. Doktrin ini pun tidak membiaskan kesatuan NKRI. Lebih dari itu, Ramayana memperkaya kultur Indonesia. Kehidupan harmonis dalam keragaman dan kekayaan budaya merupakan dasar ketiga dan keempat cinta tanah air.
Â
Walaupun Ramayana merupakan cerita klise beda generasi, ternyata pemuda-pemuda kita tidak lantas menyingkirkannya dari dogma mereka. Hal ini terlihat dari antusiasme siswa-siswa salah satu sekolah menengah atas di Kulon Progo, Yogyakarta yang mengusung secuil epos Ramayana dalam penampilan mereka di karnaval peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tahun ini. Mengabaikan terik matahari yang membakar, mereka mementaskan lakon Hanoman melawan raksasa sepanjang lintasan karnaval. Semangat kawula muda Indonesia ini merupakan dorongan kelima bagi kita untuk lebih bangga pada Indonesia.
Bukan perkara mudah untuk melakukan pementasan Ramayana di lingkup karnival. Selain mempertimbangkan koreografi, para siswa juga harus mengestimasi ke lapangan ruas jalan sebagai panggung pementasan. Ramainya pengunjung di kedua sisi jalan, banyaknya kendaraan yang masih berlalu lalang, dan panasnya cuaca merupakan hal yang harus mereka akomodasi untuk kesuksesan pementasan sang Hanoman. Kegigihan penerus tanah air ini menjadi alasan pemungkas yang diambil dari sang Hanoman muda. Secuil epos ini hanya bagian kecil dari keragaman Indonesia yang dapat diambil sebagai katalis bagi kita pemuda untuk lebih mencintai Indonesia. (Arum Handini Primandari/mar)
Arum Handini Primandari adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat akun Twitter:Â @arsvio
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.