[Terima Kasih 2013] Mimpi Tahun 2003 yang Terwujud 2013

Dalam kamar kos di seputaran kampus Universitas Islam Negeri Sayrif Hidayatullah Jakarta, saya melukiskan mimpi-mimpi di masa depan.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Des 2013, 13:07 WIB
Diterbitkan 13 Des 2013, 13:07 WIB
131213brumah.jpg
Citizen6, Banda Aceh: Sepuluh tahun silam, dalam kamar kos berukuran 2 x 3 meter di seputaran kampus Universitas Islam Negeri Sayrif Hidayatullah Jakarta, saya melukiskan mimpi-mimpi di masa depan. Dari 9 impian, di antaranya adalah membuka pustaka untuk komunitas dan bimbingan belajar gratis untuk anak-anak keluarga dhuafa.

Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi perubahan alur cerita yang telah disiapkan plotnya 10 tahun silam. Ketika tsunami menghancurkan Aceh pada hari Minggu, 26 Desember 2004, saya menjadi relawan selama satu bulan di daerah paling barat nusantara itu. Baru sepekan kembali ke Jakarta, saya dipanggil kembali ke Aceh oleh beberapa donator dari luar negeri yang sebulan sebelumnya mendampingi mereka di Aceh.

Awal Februari 2005, saya tiba untuk kedua kalinya di Serambi Mekkah. Keesokan harinya baru saya menyadari bahwa kepergian kedua ke Aceh itulah yang menjadi titik perubahan lukisan masa depan. Dari relawan menjadi "tertawan", begitu joke yang sering dilemparkan kawan-kawan.

Di penghujung 2006, saya kembali ke Jakarta untuk membawa pulang 2000-an buku dan hampir 1000 majalah koleksi pribadi ke Banda Aceh. Januari 2007, koleksi tersebut saya dan istri buka untuk mahasiswa dan masyarakat umum. Pustaka itu kami beri nama Rumoh Baca Aneuk Nanggroe (RUMAN) Aceh. Artinya, rumah membaca anak negeri.

2013 menjadi tahun terindah bagi kami dengan dibukanya Divisi Anak Rumoh Baca Aneuk Nanggroe (RUMAN) Aceh, yang lima tahun sebelumnya (2007-2012) hanya berupa pustaka gratis buat komunitas. Ide awalnya sangat sederhana; bagaimana cara agar ptra sulung kami, Faiz, yang masih duduk di kelas 2 SD tidak berkeliaran di tengah siang. Mengharapkan belajar sendiri setelah sepulang sekolah, kecil kemungkinannya. Menghadirkan guru private, juga tidak cocok. Sebab, sulung kami itu susah fokus, tapi pandai bergaul.

Setelah beberapa kali berdiskusi, kami memutuskan mengundang kawan-kawan Faiz ke rumah untuk belajar bersama. Dengan catatan, tak lebih dari 15 orang, karena istri tidak sanggup mengontrol mereka seorang diri.

Ketika hal itu kami sampaikan kepada Faiz, dia menyambutnya dengan riang gembira. Keesokan harinya, Senin 8 April 2013, bukan 15 anak yang datang, tapi 22 orang anak. Dalam sepekan, jumlah anak yang datang semakin bertambah menjadi 40 orang dari usia Taman Kanak-kanak hingga SD kelas 6.

Bimbel RUMAN Aceh bisa dibagi menjadi dua periode. Pertama, di bulan April hingga Juli. Selama 4 bulan ini, anak-anak belajar siang hari, mulai pukul 14.00-16.00 WIB. Meskipun baru dimulai jam 14.00 WIB, karena antusias melihat-lihat koleksi pustaka, pukul 13.00 WIB mereka sudah berdatangan. Dari segi materi, usia prasekolah, diajarkan mengenal huruf latin dan hijaiyah (metode iqra), membaca, menulis, dan berhitung. Sedangkan usia SD, selain melanjutkan iqra, juga belajar bahasa inggris.

Pada periode pertama ini, lebih 100 anak yang mendaftar. Dari jumlah itu, 60-70 di antara mereka yang aktif setiap harinya dengan 9 pengajar. Tak pelak, semua ruangan rumah type 36 tempat bimbel RUMAN Aceh penuh; dapur, ruang tamu, kamar, teras dan halaman yang dirindangi oleh 2 pohon mangga. Karena itu, hampir semua tempat yang biasanya anak-anak mangkal saat siang bolong menjadi lengang.

Ada yang mengharukan saat kami pulang kampung selama satu pekan untuk berhari Raya Idul Fitri ke Aceh Tenggara dengan jarak tempuh 20 jam via jalur darat. Sejak hari ketiga pasca Idul Fitri, istri sering menerima telpon dari orangtua anak-anak binaan RUMAN Aceh. "Jangan lama-lama di kampung ya Bu," pinta mereka. "Anak-anak sudah mulai berkeliaran lagi tuh," imbuh yang lainnya.

Periode kedua, Agustus hingga sekarang, terjadi perubahan waktu dalam periode ini. Anak-anak yang tadinya belajar di siang hari menjadi malam pukul 19.00-20.30 WIB. Perubahan ini membuat jumlah keaktifan anak-anak juga berkurang dari 70 menjadi 40 dengan 4 pengajar. Dari segi materi belajar, tetap sama untuk usia prasekolah. Tapi untuk SD, bahasa Inggris diganti dengan Matematika.

Selain itu, selepas maghrib telah ada sejak lama 3 tempat pengajian; Tengku Abu Bakar (Imam Meunasah) khusus usia remaja; Tengku Nawi (Tetua Adat) untuk usia SMP dan Tengku Yahlud (Tetua Adat) untuk usia SD kelas 4-6. Namun, bila ada acara kolosal atau seremonial yang kami adakan, pesertanya tetap lebih dari 100 anak.

Nah, bagi 6Lovers yang mau berbagi untuk penguatan logistic dan operasional bimbel RUMAN Aceh, silahkan kirim donasi Anda ke: 3919-01-005764-53-2, BRI, an Kelompok Belajar. Bagi 6Lovers yang mau menghadiahkan buku bacaan anak-anak, bisa dikirim ke alamat "markas" RUMAN Aceh: Jalan Tuan Dipakeh II, Kelurahan Punge Blangcut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh. Kode pos 23234. Hand Phone, 081360295521. (mar)

Penulis
Ahmad Arif
Banda Aceh, arif_bantxxx@yahoo.com

Disclaimer

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya