Mencontek, Apakah Budaya yang Mendarah Daging?

Mencontek seperti telah menjadi kebiasaan para siswa, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi.

oleh Liputan6 diperbarui 31 Des 2013, 16:43 WIB
Diterbitkan 31 Des 2013, 16:43 WIB
ujian-ilustrasi-131214b.jpg
Citizen6, Jakarta: Cheating atau mencontek diartikan sebagai tindakan bohong, curang, penipuan guna memperoleh keuntungan tertentu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia, istilah mencontek memiliki pengertian yang hampir sama yaitu "tiru hasil pekerjaan orang lain".

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa mencontek merupakan salah satu budaya yang telah dianggap lumrah. Ironisnya, fenomena ini bahkan selalu muncul menyertai aktifitas belajar mengajar sehari-hari. Mencontek seperti telah menjadi kebiasaan para siswa, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi.

Dengan mendapatkan prestasi yang gemilang, seseorang akan dikatakan sebagai siswa yang berhasil dalam menuntut ilmu dan juga akan dicap sebagai sumber daya yang layak dan berkualitas. Namun, di jaman serba instan seperti sekarang ini, banyak siswa yang meraih prestasi gemilang dengan usaha yang negatif, salah satunya dengan mencontek.

Cheating bisa terjadi apabila seseorang berada dalam kondisi underpressure (dibawah tekanan), atau apabila dorongan dan harapan untuk berprestasi jauh lebih besar daripada potensi yang dimiliki. Tinggal menunggu kesempatan atau peluang saja, seperti teori kriminal bahwa kejahatan akan terjadi apabila bertemu antara niat dan kesempatan.  

Lewis R Aiken dalam Admin (2004) melaporkan bahwa kecenderungan "mencontek" di Amerika Serikat, meningkat. Dikatakan bahwa kasus mencontek tidak hanya melibatkan siswa sebagai individu pelaku, tetapi mencontek disinyalir telah dilakukan oleh institusi pendidikan dengan melibatkan pejabat-pejabat pendidikan seperti guru. Pada penelitian Aiken yang ditujukan kepada kasus CAP dan CTBS (California Achievement Program dan California Test for Basic Skills), ditemukan bahwa alasan siswa "mencontek" karena adanya tekanan yang dirasakan oleh siswa dari orang tuanya, kelompoknya, dan diri mereka sendiri untuk mendapatkan nilai tinggi.

Sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar siswa diberbagai jenjang pendidikan, hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian.  Padahal, nilai bukanlah hal mutlak untuk mencapai keberhasilan. Yang terpenting adalah proses, bukan hasil. Hasil hanya suatu penghargaan atas usaha ataupun pembelajaran yang telah kita lakukan. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam proses belajar.

Menyikapi budaya contek-mencontek dikalangan para siswa, sebenarnya kita bisa memutus rantai itu dengan menumbuhkan imej bahwa kita bisa solider dalam banyak hal, tetapi tidak dalam hal ujian. Dengan sikap seperti itu, diharapkan akan meminimalisasi contek-menyontek dikalangan pelajar dan menumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja sendiri. (mar)

Penulis
Hanifah Muthmainnah (Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta)
Jakarta, kvrhxxx@gmail.com

Baca juga:
Internet Sumber Mencontek?
Media Massa Jangan Terpancing Manuver Politisi
Perlukah Poros Tengah Jilid II?


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya