Save Muara Gembong Bekasi

Daerah ini merupakan hutan lindung mangrove, sebelum akhirnya berubah menjadi hutan produksi dengan adanya Perda tahun 2005.

oleh Liputan6 diperbarui 22 Jan 2014, 13:00 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2014, 13:00 WIB
140122bmuiartagombong.jpg
Citizen6, Bekasi: “Di sini kurang lebih ada 50an Lutung Jawa,” ujar Damar, salah satu penduduk Muaragembong. Ia bersama dua anjingnya hampir setiap hari mengilingi hutan bakau yang ada di Muara Bendera. Daerah ini merupakan hutan lindung mangrove, sebelum akhirnya berubah menjadi hutan produksi dengan adanya Perda tahun 2005.

“Perda itulah yang kemudian menjadi pembenaran untuk merusak habitat yang ada di sini secara besar-besaran,” ujar Samba, salah satu aktivis dari Elkail (Lembaga Kajian Advokasi dan Informasi Lingkungan Hidup) yang terus bersuara untuk penyelamatan Muaragembong. Samba tidak sendirian, beberapa komunitas juga mendukung aksi nyata seperti yang dilakukan oleh Arief, Toro, dan Irfan dari Bekasi Green Attack (BGA).

Tidak jauh dari Jakarta, sekelompok anak muda yang punya kesamaan hobi traveling dan fotografi mengadakan kunjungan ke wilayah ini beberapa waktu lalu. Mereka penasaran dengan adanya penampakan Lutung Jawa, salah satu hewan endemik yang cukup langka. Perjalanan mereka ke Muaragembong membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam.

“Kami menamakan diri #TheLaki, karena memang hobi kami mencirikan diri dengan hobi yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Namun begitu, kami juga coba ikut berperan dalam isu-isu sosial dan lingkungan,” ucap Meyer, salah satu rombongan anak muda tersebut. Bersama 3 rekannya, Andre, Ali, dan Steve, anak muda ini sudah melakukan koordinasi dengan teman-teman komunitas BGA maupun eLKAIL. Dua komunitas ini sangat rajin mengkampanyekan Muaragembong dengan satu suara #SaveMugo, baik melalui media cetak maupun elektronik dan media sosial.

Sekitar jam 7 pagi, rombongan #TheLaki yang berangkat dari Cawang, UKI bertemu dengan teman-teman BGA di Summarecon Bekasi sebagai meet point,  sebelum akhirnya meluncur ke Muaragembong melalui Babelan ditempuh dalam jarak 55 km.

Muaragembong sendiri memiliki luas 10.481.15 ha. Daerah ini tidak hanya berupa daratan tapi terdapat aliran sungai Citarum. Di pesisirnya terdapat pasir putih dan hutan bakau yang khas biasa dijumpai di daerah-daerah pesisir. Dengan demikian, daerah ini memiliki potensi yang baik sebagai daerah wisata air di tengah-tengah peradaban kota Bekasi yang gencar dengan pembangunan mall-mall modern.

Rombongan memulai eksplorasi Muaragembong mulai dari kecamatan Muaragembong, lalu menyeberangi Muara Citarum dengan perahu mesin. Sesekali nampak warga sekitar naik turun perahu sebagai aktivitas harian mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Ya, kadang pendapatan nggak tentu. Namanya juga usaha,” ujar Jaka, supir yang mengendalikan perahu yang ditumpangi rombongan. Jika sekolah libur, Jaka suka mengajak anaknya yang masih berusia 12 tahun untuk membantu menarik perahu.

Tidak banyak yang mengetahui keberadaan Muaragembong. Steve, salah satu rombongan #TheLaki bahkan mengaku baru kali ini ia mengetahui ada hutan bakau dan pantai di Bekasi. “Iya, gue baru tahu lho di Bekasi ada tempat kaya gini,” ujarnya. Padahal ia sendiri tinggal di Pekayon, tak jauh dari kota Bekasi.

Daerah Muaragembong mencakup beberapa desa yang sebagian besar rumahnya terkena banjir rutin. Baik itu kiriman dari sungai Citarum, maupun banjir rob dari Laut Jawa. “Ya, kit amah udah biasa begini. Hampir tiap bulan,” kata Alim, salah satu warga ketika diajak ngobrol sama Ali, salah satu rombongan #TheLaki.

Saat mengeliling kampung melalui perahu, Samba lalu mengajak rombongan untuk singgah di salah satu sekolah yang terendam. Sekolah tersebut merupakan sekolah negeri tempat dimana Samba mengajar. Kondisi sangat memprihatinkan, dimana air masuk sampai kelas dengan ketinggian mencapai lutut orang dewasa.

“Jika memungkinkan, kami belajar mengajar dalam kondisi seperti ini. Mau gak mau. Karena jika tidak, anak-anak akan ketinggalan pelajaran,” ujar pria yang punya nama asli Samsul Bahri ini.

Bisa dibayangkan jika sekolah negeri seperti ini saja sudah tidak ada perhatian, bagaimana dengan sekolah-sekolah yang adai di daerah terpencil? Ini Bekasi, daerah yang tidak jauh dari Jakarta. Kira-kira itulah pertanyaan yang ada di benak rombongan #TheLaki dan teman-teman komunitas saat itu.

Hari semakian siang, setelah rombongan istirahat dan makan di sebuah warung yang ada di pesisir Citarum, mereka melanjutkan perjalanan ke hutan bakau. Di sanalah mereka bertemu Damar, salah satu penduduk local yang tetap menjaga kearifan lingkungannya. Ia rajin membawa makanan untuk habitat yang ada di hutan bakau tersebut. Misalnya saat kami lihat, ia membuka bungkusan berisi pisang, lalu berjalan menuju seberang danau kecil dengan menyelam diri. Kemudian turunlah kera-kera dari pepohonan dan Damar mulai memberikan pisang satu persatu. Salah satu momen terbaik rombongan hari itu.

Didukung cuaca yang panas, ada satu hal yang membuat rombongan penasaran dengan keberadaan Lutung Jawa. Bagaimana sih bentuknya? Apa bedanya dengan kera atau monyet?

Tak lama setelah Damar beraksi, bergelayutanlah lutung-lutung itu, meloncat dari satu dahan ke dahan lainnya. “Kalian beruntung, biasanya jam-jam segini jarang lho mereka keluar,” kata Samba, lalu diamini oleh Arief yang langsung berburu untuk mengabadikan momen “penampakan” lutung dengan kamera.

“Dulunya tambak-tambak itu adalah hutan bakau. Karenanya kita ngumpulin donasi untuk membayar lahan tambak itu untuk kita jadikan kembali hutan bakau, agar kembali ke asalnya sebagai habitat Lutung Jawa salah satunya,” jelas Samba.

Arief juga mengatakan bahwa manfaat bakau itu sangat banyak. Selain untuk menahan abrasi, di sekitar pohon bakau biasanya tumbuh buah-buahan yang menjadi makanan lutung seperti buah bidada yang jika diolah dengan baik bisa menjadi penganan khas seperti dodol, keripik, atau pun sirup.

Sekitar jam 5 sore rombongan #TheLaki kembali ke Jakarta degan membawa sejuta cerita. Mereka meyakini jika Muaragembong dikelola dengan baik, sektor pariwisata di Bekasi akan sangat menggeliat. Tak kalah degan daerah-daerah lain. (kw)

Penulis:
Meyer Makawekes
Bekasi, opo_luxxx@yahoo.co.id

Baca Juga:
Lutung Muaragembong Bekasi Terancam Punah
Palutungan, Bumi Perkemahan di Gunung Ciremai

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 7 Januari sampai 7 Februari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Warga Mengadu". Ada hadiah dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Caranya bisa disimak di sini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya