Asosiasi Masih Kaji Terkait Aturan Pajak Kripto

Asosiasi masih mengkaji dan menunggu arahan lebih lanjut mengenai peraturan ini.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 06 Apr 2022, 18:53 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2022, 15:06 WIB
Ilustrasi bitcoin dan ethereum (Foto: Unsplash/Thought Catalog)
Ilustrasi bitcoin dan ethereum (Foto: Unsplash/Thought Catalog)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) memberikan tanggapan mengenai aturan pengenaan pajak kripto yang baru diumumkan Kementerian Keuangan pada Selasa, 5 April 2022.

Ketua Umum Aspakrindo sekaligus COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan selaku asosiasi, pihaknya selalu mendukung upaya peningkatan pendapatan negara, salah satunya dengan pengenaan pajak kripto di Indonesia. 

"Dengan adanya pemberlakuan pajak ini, bisa memberikan dampak positif pada industri yang kini sudah dipandang memiliki legitimasi yang kuat,” kata pria yang akrab disapa Manda itu kepada Liputan6.com, Rabu (6/4/2022). 

Manda juga menjelaskan asosiasi masih mengkaji dan menunggu arahan lebih lanjut mengenai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang di dalamnya terdapat tarif pajak PPN dan PPh final yang besarannya 0,1 sampai 0,2 persen.

"Sebagai asosiasi dan perusahaan perdagangan aset kripto yang berada di bawah Bappebti, kami tentu selalu menerapkan Good Corporate Governance yang akan patuh dan tunduk pada peraturan dan perundang-undangan di Indonesia," ujar Manda. 

“Di samping itu, kami secara aktif memberikan masukan kepada pemerintah untuk melihat bagaimana level playing field yang terjadi dalam perdagangan aset kripto. Jika perumusan pajak baru ini tidak tepat dikhawatirkan malah akan membuat industri aset kripto mundur,” lanjut dia. 

Adapun menurut Manda, pemerintah sudah seharusnya melibatkan para pelaku usaha dalam merumuskan beleid baru tersebut.

“Kami sebenarnya tidak pernah menolak soal pajak ini. Tapi, kalau ada pajak baru seharusnya semua pelaku industri dilibatkan. Jadi hasilnya bisa fair untuk semuanya,” pungkas dia. 

 
 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kripto Kena Pajak Mulai Mei 2022

Aset Kripto
Perkembangan pasar aset kripto di Indonesia. foto: istimewa

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan peraturan yang mengatur pajak kripto di Indonesia. Peraturan pajak kripto itu mulai berlaku pada Mei 2022. 

Peraturan soal pajak kripto tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. 

Dalam aturan tersebut dijelaskan penghasilan dari perdagangan kripto di Indonesia adalah tambahan kemampuan ekonomis dan merupakan objek pajak berdasarkan UU pajak Penghasilan. 

"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto, perlu mengatur ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto,” isi aturan tersebut, seperti dikutip Selasa, 5 April 2022.

Pengenaan PPN berlaku atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto atau jasa kelompok penambang aset kripto (mining pool). 

Adapun besaran PPN yang tertuang dalam (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 adalah:

"1 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto,” penjelasan aturan tersebut.

“Atau 2 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai dikali dengan nilai transaksi aset kripto dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto,” lanjut isi penjelasan aturan tersebut.

Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan penyelenggara yang melakukan kegiatan pelayanan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto berupa jual beli aset kripto, tukar menukar aset kripto, dan dompet elektronik.

Selanjutnya penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang akan dipungut dan disetor adalah sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang.

Sedangkan untuk PPh bagi para penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang aset kripto. Penghasilan yang diterima atas transaksi aset kripto merupakan objek PPh sebesar 0,1 persen. 

Adapun jika penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang akan dipungut sebesar 0,2 persen.

 

Alasan Pemerintah Kenakan Pajak untuk Kripto

Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Sebelumnya, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mengenakan pungutan pajak dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas aset kripto.

Pengenaan pajak pada Bitcoin Cs ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Bonarsius Sipayung, DJP sebelumnya melakukan pengujian dulu apakah aset kripto patut dikenakan pungutan pajak atau tidak.

"Tentunya berdasarkan UU PPN barang dan jasa kena pajak, maka kita uji dulu kripto. Karena ada kripto currency, itu alat bayar gak? Aturan otoritas, kripto bukan alat tukar, jadi kena barang dikenakan," terangnya dalam sesi media briefing DJP, Rabu, 6 April 2022.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan juga tidak memasukan aset kripto sebagai Surat Berharga. Di sisi lain, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatur kripto sebagai komoditas.

"Begitu komoditas, kita kaitkan UU PPN. Atas penyerahan barang kena pajak, terutang PPN," ujar Bonar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya