Liputan6.com, Jakarta - Departemen pajak penghasilan India dilaporkan menindak investor kripto yang tak bayar pajak dari keuntungan cryptocurrency. Departemen sedang memeriksa transaksi kripto bernilai tinggi dari sekitar 700 investor.
Menurut laporan dari Economic Times, menambahkan otoritas mengusulkan untuk mengeluarkan pemberitahuan terlebih dahulu kepada mereka. Pejabat pajak mengatakan sebagian besar dari orang-orang ini telah mengabaikan untuk menyatakan keuntungan kripto pada pengembalian pajak.
Baca Juga
Akibat hal tersebut, 700 investor itu bisa menghadapi pajak 30 persen beserta denda, dan bunganya. Seorang pejabat senior dengan Dewan Pusat Perpajakan Langsung India (CBDT) mengatakan dalam sebuah laporan, pihaknya telah memegang seluruh data para investor tersebut.
Advertisement
“Kami memiliki daftar panjang orang-orang yang bertransaksi dalam aset kripto tetapi tidak membayar pajak. Awalnya, (kami) telah memilih sekitar 700 transaksi, di mana kewajiban pajak sangat tinggi,” ujar pejabat tersebut dikutip dari Bitcoin.com, Sabtu (9/4/2022).
Daftar ini tak hanya mencakup individu dengan kekayaan bersih tinggi, tetapi juga untuk orang India non-penduduk, perusahaan rintisan, pelajar, dan ibu rumah tangga. Beberapa di antaranya bahkan tidak pernah melaporkan SPT.
Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman mengusulkan dalam pidato anggarannya bulan lalu pajak 30 persen atas keuntungan modal dari cryptocurrency untuk tahun fiskal berikutnya. Anggaran lebih lanjut menyatakan, pajak tetap akan berlaku terlepas dari berapa lama seseorang telah memegang aset kripto.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mahkamah Agung India Desak Pemerintah Minta Kejelasan Status Kripto
Sebelumnya, status hukum cryptocurrency dan perannya dalam ekonomi nasional di India hingga saat ini masih belum jelas. Oleh karena itu, Mahkamah Agung India telah meminta kejelasan kepada pemerintah tentang apakah Bitcoin legal atau ilegal.
Langkah tersebut dilakukan saat Mahkamah Agung India mendengar kasus terkait penipuan GainBitcoin. Penipuan tersebut dilaporkan telah menipu 87.000 Bitcoin, atau sekitar Rp 37,9 miliar, seperti dilansir dari FX Empire, Sabtu, 12 Maret 2022.
Penipuan itu melibatkan 'konspirasi kriminal', menipu lebih dari 8 ribu orang dalam skema Ponzi yang menjanjikan pengembalian lebih tinggi kepada investor Bitcoin. Menurut laporan media lokal, pengadilan telah secara lisan meminta pemerintah untuk menjelaskan skeptisisme yang berlaku atas masalah hukum kripto di India.
Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman sebelumnya telah memberikan kejelasan tentang perpajakan aset digital selama presentasi Anggaran Union 2022-2023. Dia telah mengenakan pajak 30 persen atas keuntungan yang diperoleh dari aktivitas terkait kripto.
Namun, masih timbul pertanyaan dan kebingungan mengenai apakah cryptocurrency adalah alat pembayaran yang sah di India. Terutama setelah wakil gubernur Reserve Bank of India, T Rabi Sankar, menyerukan larangan soal kripto.
Sankar saat itu memaparkan berbagai ancaman terhadap sistem perbankan dan moneter negara ketika kripto digunakan. Dia juga mencatat, kripto dapat merusak beberapa peraturan perbankan dan mengancam kedaulatan keuangan India.
Sementara itu, para menteri dan anggota serikat parlemen telah dengan jelas menyatakan Bitcoin atau kripto lainnya tidak akan pernah menjadi alat pembayaran yang sah di India.
Hingga saat ini, beberapa lembaga di India memberikan pandangan yang berbeda soal adopsi kripto di negara tersebut. Namun pemerintah masih belum memberikan kejelasan atau finalisasi mengenai status kripto di India yang membuat resah berbagai pihak.
Advertisement
India Rilis Peraturan Terkait Iklan Kripto
Sebelumnya, Advertising Stands Council of India (ASCI) telah merilis pedoman untuk iklan terkait kripto atau aset digital virtual, yang akan berlaku setelah 1 April.
ASCI mengatakan telah mengadakan konsultasi ekstensif dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan industri aset digital virtual untuk membingkai peraturan iklan kripto.
Dalam aturan utama mengharuskan semua iklan produk aset digital virtual (VDA) dan pertukaran VDA menyebutkan produk digital belum teregulasi.
"Produk kripto dan Non Fungible Token (NFT) tidak diatur dan dapat sangat berisiko. Mungkin tidak ada jalan peraturan untuk kerugian dari transaksi tersebut,” isi rilis ASCI, dikutip dari Yahoo Finance, Kamis, 3 Maret 2022.
Selain itu, aturan tersebut meminta kata "mata uang", "surat berharga", "penjaga" dan "depositories" tidak boleh digunakan dalam iklan produk atau layanan VDA karena banyak konsumen mengaitkan istilah ini dengan produk yang sudah teregulasi.
Selanjutnya
Aturan ini juga mengamanatkan biaya atau profitabilitas produk VDA harus berisi informasi yang jelas, akurat, memadai dan terkini. Misalnya, “biaya nol” harus mencakup semua biaya yang mungkin secara wajar diasosiasikan oleh konsumen dengan penawaran atau transaksi.
Pengawas periklanan India menyatakan bahwa beberapa iklan terkait kripto saat ini tidak mengungkapkan secara memadai risiko yang terkait dengan produk semacam itu.
Pada November 2021, Perdana Menteri India Narendra Modi memimpin pertemuan untuk mempertimbangkan prospek regulasi cryptocurrency. Pada pertemuan itu, menurut laporan, konsensus yang kuat dicapai untuk menghentikan upaya menyesatkan kaum muda melalui iklan yang terlalu menjanjikan dan tidak transparan.
Advertisement