Pendiri Cardano Khawatir Sensor yang Dilakukan AI

Sejak ChatGPT OpenAI meledak popularitasnya pada akhir 2022, perdebatan terus berlanjut tentang batasan sensor yang diberlakukan oleh AI.

oleh Arthur Gideon diperbarui 02 Jul 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2024, 06:00 WIB
Artificial Intelligence.
Ilustrasi AI Robotika Bersalaman dengan Manusia (Foto: Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Cardano Charles Hoskinson baru-baru ini dalam unggahan di jaringan media sosial X mengungkapkan keprihatinannya tentang tingkat sensor yang dimungkinkan oleh kecerdasan buatan (AI). Menurut Hoskinson, AI generatif menjadi kurang berguna karena pelatihan penyelarasan.

Dia nampaknya prihatin dengan kenyataan bahwa beberapa pengetahuan mungkin akan dilarang untuk anak-anak di masa depan berdasarkan keputusan yang dibuat oleh sekelompok kecil orang.

“Ini berarti pengetahuan tertentu dilarang bagi setiap anak yang sedang tumbuh, dan hal itu ditentukan oleh sekelompok kecil orang yang belum pernah Anda temui dan tidak dapat memilih untuk berhenti menjabat,” tulis Hoskinson dalam postingan media sosialnya dikutip dari u.today, Selasa (2/7/2024).

Dalam postingannya, Hoskinson melampirkan dua tangkapan layar yang membandingkan beberapa jawaban yang diberikan oleh model GPT-4o OpenAI dan model Soneta 3.5 milik Claude untuk petunjuk tentang pembuatan fusor Farnsworth.

Fusor Farnsworth, perangkat yang mampu memanaskan ion dengan medan listrik untuk mencapai kondisi fusi nuklir. GPT-4o OpenAI memberi Hoskinson daftar rinci komponen yang diperlukan untuk membangun reaktor fusi nuklir.

Namun, Soneta 3.5 Claude hanya setuju untuk memberikan beberapa informasi umum tentang fusor Farnsworth-Hirsch tanpa memberikan instruksi rinci tentang cara pembuatannya.

Menurut Hoskinson, perbedaan ini mengkhawatirkan karena sekelompok kecil individu mampu memutuskan informasi spesifik apa yang berpotensi diakses melalui chatbot AI.

Bahkan sejak ChatGPT OpenAI meledak popularitasnya pada akhir 2022, perdebatan terus berlanjut tentang batasan sensor yang diberlakukan oleh AI.

Tampaknya masuk akal jika model seperti itu harus melindungi pengguna dari konten berbahaya, namun definisi sebenarnya dari dampak buruk masih ambigu, itulah sebabnya banyak orang khawatir tentang masa depan distopia dengan AI yang menyembunyikan informasi dan mendorong kesesuaian berdasarkan biasnya sendiri.

Google Tambahkan Fitur AI Gemini di Gmail

[INFOGRAFIS] Menggoyang Dominasi Google
Google menjadi raksasa internet yang hampir menguasai semua lini produk dan layanan internet, dominasinya kini mulai goyah.

Gmail mendapatkan lebih banyak fitur AI yang bisa mempermudah pengguna mengakses email mereka. Pada versi web, Google meluncurkan side bar (panel sisi) Gemini baru yang dapat melakukan hal-hal, seperti meringkas utas email dan menyusun email baru. 

Menurut unggahan di blognya, Google menyebut, tool ini akan menawarkan 'prompt proaktif', tetapi pengguna juga bisa mengajukan pertanyaan 'bentuk bebas'. 

Mengutip The Verge, Selasa (25/6/2024), Sidebar AI ini dikembangkan untuk memanfaatkan model yang Google yang paling capable, misalnya Gemini 1.5 Pro. 

Pada aplikasi mobile Gmail, Google akan memberikan kemampuan Gemini yang mampu meringkas thread. Peningkatan AI yang diberikan ini bisa sangat membantu, sayangnya saat ini hanya tersedia untuk pengguna Gemini berbayar. 

Kalau kamu ingin mencoba fitur ini, pengguna perlu menjadi konsumen Google Workspace dengan Gemini Business atau add-on Enterprise, Gemini Education atau Education Premium, atau Google One AI Premium. 

Meski begitu, The Verge mengingatkan agar pengguna layanan AI berbasis ini tidak bergantung sepenuhnya pada tool ini ketika bekerja. Pastikan untuk selalu memeriksa ulang email yang dibantu buatkan oleh Gemini sebelum mengirimkannya. 

Selain ke email, Google juga meluncurkan fitur Gemini sidebar di Google Docs, Sheets, Slides, dan Drive. Google menjanjikan fitur-fitur ini tengah dalam perjalanan untuk sampai ke semua penggunanya. 

Selanjutnya masih akan ada sejumlah fitur AI yang akan diumumkan untuk Gmail, termasuk Contextual Smart Reply. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya