Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Amerika Serikat (AS) memberikan persetujuan kepada Binance untuk menginvestasikan dana pelanggan ke dalam Surat Perbendaharaan AS atau US Treasury Bills.
Menurut perintah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Columbia, Binance akan dapat menginvestasikan dana pelanggan tertentu melalui manajer investasi pihak ketiga selama Binance memastikan dana tersebut tidak diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan atau entitas terkaitnya.
Baca Juga
Perintah pengadilan juga menetapkan Binance harus menghasilkan data yang menguraikan segala biaya yang terkait dengan pemeliharaan investasi Treasury AS dalam laporan bulanannya yang merinci pengeluaran dan operasi bisnisnya.
Advertisement
Persetujuan pengadilan yang mengizinkan Binance untuk menginvestasikan dana pelanggan dalam Surat Perbendaharaan AS menunjukkan potensi peran mata uang kripto dalam menopang permintaan dolar AS yang sedang melemah dalam menghadapi upaya de-dolarisasi oleh negara-negara BRICS.
Lebih khusus lagi, stablecoin yang dijaminkan telah beredar sebagai cara untuk memperluas dominasi dolar AS selama beberapa dekade melalui pembelian dan penyimpanan instrumen utang AS, sehingga mengimbangi beberapa inflasi besar-besaran yang disebabkan oleh pelonggaran kuantitatif selama bertahun-tahun, kebijakan moneter yang buruk, dan kebijakan fiskal yang ceroboh.
Melansir Cointelegraph, Minggu (21/7/2024), stablecoin Tether (USDT) adalah salah satu contohnya. Pada 2023, Tether memiliki USD 72,5 miliar di Treasury AS. Perusahaan tersebut menekankan jaminan berlebihan terhadap stablecoin yang dipatok dalam dolar sebagai bentuk jaminan terhadap potensi keruntuhan besar.
Mantan Ketua DPR Amerika Serikat Paul Ryan juga menyinggung bagaimana stablecoin dapat meringankan krisis utang dan memungkinkan dolar AS tetap kompetitif di pasar perdagangan global.
Ryan menunjuk pada permintaan signifikan yang dihasilkan stablecoin yang dipatok dalam dolar terhadap dolar AS dan instrumen utang AS, yang mendukung nilai token yang setara dengan fiat. Yang lain, seperti Alex Gladstein, kepala strategi Yayasan Hak Asasi Manusia percaya bahwa stablecoin yang dipatok dalam dolar hanya melanggengkan sistem fiat-sentris yang rusak yang seharusnya digantikan oleh desentralisasi digital.
Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Bos Binance Sebut Fundamental Industri Kripto Masih Kuat meski Pasar Lesu
Sebelumnya, CEO Binance Richard Teng mengungkapkan meskipun terjadi fluktuasi harga kripto dan kapitalisasi pasar, tetapi fundamental jangka panjang industri kripto tetap kuat. Ia mengimbau investor tetap fokus dan terus membangun.Â
Teng juga menyoroti minat yang signifikan terhadap bitcoin dan aset kripto lainnya, mencatat ETF Bitcoin Spot yang terdaftar di AS telah menarik lebih dari USD 14,7 miliar atau setara Rp 237,9 triliun (asumsi kurs Rp 16.190 per dolar AS) arus masuk bersih selama enam bulan terakhir.
Dilansir dari Bitcoin.com, Sabtu (13/7/2024), dalam postingan di X, Teng berbagi pandangan optimisnya untuk 12 bulan ke depan, menyoroti beberapa bidang utama pembangunan.Â
Dia menantikan munculnya kasus penggunaan baru dan inovasi berkelanjutan di sektor ini, peningkatan pengalaman pengguna, peningkatan adopsi ritel mata uang kripto, dan meningkatnya pelembagaan dan penerimaan arus utama terhadap mata uang kripto.Â
Ia juga mengantisipasi kemajuan dalam pengembangan dan kejelasan peraturan. Teng menyimpulkan dengan menyemangati masyarakat, menegaskan bahwa industri ini masih dalam tahap awal dan masih banyak hal yang bisa ditawarkan di masa depan.
Teng mengambil alih posisi CEO Binance setelah Changpeng Zhao (CZ) mengundurkan diri menyusul tindakan penegakan hukum oleh beberapa otoritas.Â
Pada November 2023, Binance dan CZ mengaku bersalah atas berbagai tuduhan dari Departemen Kehakiman AS (DOJ), termasuk pelanggaran Undang-Undang Kerahasiaan Bank (BSA) dan kegagalan menerapkan program anti pencucian uang (AML) yang efektif.Â
Perjanjian pembelaan mengakibatkan Binance membayar denda USD 4,3 miliar dan berkomitmen pada peningkatan kepatuhan yang signifikan. Baru-baru ini, Teng juga berbagi tips investasi untuk memasuki pasar kripto, menekankan pentingnya menghindari rasa takut ketinggalan (FOMO).
Â
Advertisement
Binance Kena Denda Rp 36,9 Miliar di India, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, Unit Intelijen Keuangan (FIU) India mengenakan denda jutaan dolar pada platform pertukaran mata uang kripto Binance, lantaran tidak melakukan pendaftaran untuk mematuhi aturan anti pencucian uang di negara itu.
Mengutip Crypto.news, Rabu (26/6/2024) regulator India mengatakan pada 19 Juni 2024, pihaknya menjatuhkan denda sebesar USD 2,25 juta atau sekitar Rp 36,9 miliar, terhadap Binance karena dianggap melanggar beberapa peraturan serta arahan yang berfokus pada pemberantasan pendanaan terorisme.
Dalam tanggapan terkait denda tersebut, Binance mengatakan bahwa mereka telah mengetahui perintah FIU dan akan menentukan langkah selanjutnya.
"Kami ingin bekerja sama dengan FIU sebagai entitas pelapor dan kami antusias untuk memasuki kembali pasar India untuk memberikan kontribusi positif, jika kami dapat melakukannya dalam waktu dekat. Kami tetap berdedikasi untuk menjaga transparansi, membina kerja sama, dan memastikan kepatuhan terhadap otoritas pengatur," jelasnya.
Menurut laporan Chainalysis, India dikenal sebagai salah satu ekonomi kripto dengan pertumbuhan tercepat, dengan tingkat adopsi tertinggi pada tahun 2023 lalu.
Pada pertengahan April 2024, crypto.news melaporkan bahwa Binance setuju untuk membayar tambahan denda senilai USD 2 juta setelah larangan empat bulan di bursa oleh FIU.
Sebelum larangan pada Januari, Binance dilaporkan mendominasi lebih dari 90% volume perdagangan kripto di India. Popularitas bursa ini melonjak karena para pedagang berusaha untuk menghindari implikasi pajak yang diberlakukan oleh pemerintah negara itu.
Â
Dinamika Industri Kripto di India
Pada Maret 2024, Kementerian Keuangan India mengamanatkan agar semua bisnis kripto mendaftar ke FIU dan mematuhi ketentuan PMLA.
Sebelumnya, pada Desember 2023 lalu 28 perusahaan mata uang kripto telah terdaftar di badan AML nasional, seperti dilansir crypto.news.
Kripto masih menjadi isu kontroversial di India, dengan para regulator terpecah mengenai cara mendekati industri yang sedang berkembang ini.'
Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, menyerukan kolaborasi internasional untuk membangun kerangka kerja kripto yang komprehensif dan mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan manfaat blockchain.
Namun, Reserve Bank of India belum mengubah pendiriannya terhadap kripto dan mendukung larangan menyeluruh terhadap aset digital.
Â
Advertisement