Koordinasi, Kunci Keberhasilan Terapi Musik Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam melatih sistem motorik anak berkebutuhan khusus (ABK), Noise Creative School Bandung membuka kelas terapi musik sejak 2018 lalu.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Sep 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2020, 12:00 WIB
Dadi Firmansyah
Dadi Firmansyah (Kiri) Noise Creator. Foto: Instagram dadi.noisecreator78

Liputan6.com, Jakarta Dalam melatih sistem motorik anak berkebutuhan khusus (ABK), Noise Creative School Bandung membuka kelas terapi musik sejak 2018 lalu.

Kelas ini disebut rhythm therapy yang melatih perkembangan motorik anak dengan bermain drum atau perkusi. Terapi tidak serta merta diberikan secara sembarangan, namun peran sekolah, ahli terapis, dan keluarga anak sangat dibutuhkan.

“Kita sebelum mengambil satu pelatihan untuk masuk ke dalam program kita harus berkoordinasi dengan orangtua, kita konsultasi, ketika anak-anak mau masuk juga kita harus ada persetujuan dulu dari psikiater atau dokternya masing-masing,” ujar Dadi Firmansyah Staff Therapist ATC Widyatama, Noise Creative Lab kepada Liputan6.com, ditulis Sabtu (19/9/2020).

Dengan adanya koordinasi antara terapis, dokter, dan orangtua anak maka tidak akan ada kesalahan penanganan terkait masalah medisnya.

“Misalnya anaknya terdapat gangguan A, B, C, D maka kita menyiapkan apa yang harus disiapkan untuk membantu program, jadi tidak bergerak masing-masing dalam melaksanakan terapi.”

Koordinasi juga dilakukan guna menghindari salah kaprah terkait pemberian program yang sebetulnya tidak dibutuhkan oleh anak.

“Jadi kita harus tahu cara penanganannya, misal kalau terjadi tantrum. Kebiasaan di rumah seperti apa, kebiasaan orangtua seperti apa, jadi kita tidak sembarangan dalam melakukan eksekusi, harus ada data.”

Simak Video Berikut Ini:

Tak Dapat Diprediksi

Menurut Dadi, mengajar ABK adalah hal yang menyenangkan. Ia menganggap sesi pembelajaran bukanlah kegiatan formal belajar melainkan kegiatan berbagi.

“Kita di sini berbagi pengalaman, kita pun belajar dari mereka.”

Terkait tantrum, ABK bisa saja sesekali mengalami tantrum dan hal ini tak dapat diprediksi, katanya. Menurutnya, tantrum tergantung pada suasana hati anak, biasanya jika suasana hati anak kurang baik sejak dari rumah maka pada saat terapi pun demikian.

“Gak bisa diprediksi, tergantung dari awalnya dari rumah. Kalau di rumah sudah tidak bagus ya di pembelajaran pun agak sulit. Tapi kita harus tahu cara penanganannya dengan bertanya kepada keluarga apa saja biasanya yang dilakukan jika anaknya tantrum. Apa yang anak suka dan tidak suka.”

Ia menambahkan, pemicu kemarahan anak biasanya karena ada komunikasi yang terputus dan ada kebiasaan yang tidak dilakukan. Misal, rutinitas ABK biasanya tersusun A sampai Z. Namun, jika ada satu kegiatan yang terlewat maka ia merasa ada yang kurang, tidak terbiasa, dan akhirnya marah.

Infografis Disabilitas:

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya