Liputan6.com, Jakarta Anak-anak memiliki kecakapan interaksi yang berbeda, ada yang mudah bergaul ada pula yang pemalu. Bagi anak tunanetra, menyesuaikan diri di lingkungan baru seperti sekolah dapat menjadi tantangan tersendiri.
Peneliti Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Ginanjar Rohmat mengutip pernyataan ahli terkait penyesuaian diri. Ia mengutip Schneiders dalam M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S (2014: 51) yang mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan sebuah proses yang melibatkan respons mental dan perilaku seseorang dalam usaha mengatasi dorongan-dorongan dari dalam dirinya agar diperoleh kesesuaian antara tuntutan dari dalam diri dan dari lingkungan tempat orang tersebut berada.
“Pendapat lain mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan cara tertentu yang dilakukan oleh seseorang untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya (Hendriati Agustiani, 2006: 146),” tulinya dikutip pada Sabtu (19/9/2020).
Advertisement
Ginanjar menyimpulkan, berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa penyesuaian diri anak tunanetra di sekolah merupakan cara bereaksi anak tunanetra yang melibatkan respons mental dan perilaku anak tunanetra tersebut dalam usahanya untuk mengatasi tuntutan yang muncul dari dalam diri serta situasi yang ada di sekolah.
Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunanetra tentu dapat memengaruhi penyesuaian dirinya di sekolah. Sebenarnya, seorang anak yang mengalami tunanetra memiliki potensi yang sama dengan anak awas untuk mengembangkan perilaku sosialnya, katanya.
“Menurut Tin Suharmini (2009: 79), kelambatan perkembangan sosial pada anak tunanetra disebabkan perlakuan dari lingkungan sosial yang tidak menguntungkan dan ketidakmampuan untuk menerima serta merespons rangsang sosial yang mengakibatkan anak tunanetra tersebut mengalami kesulitan dalam belajar keterampilan sosial.”
Simak Video Berikut Ini:
Lingkungan Sekitar Sangat Berpengaruh
Anak tunanetra memiliki potensi untuk menyesuaikan diri dengan baik di sekolah. Potensi tersebut sulit untuk diaktualisasikan bila anak tunanetra memperoleh perlakuan-perlakuan yang negatif dari orang-orang yang ada di sekitarnya, lanjutnya. Selain itu, kesulitan dalam belajar keterampilan sosial juga dapat membuat anak tunanetra sulit menyesuaikan diri di sekolah.
“Bagi anak tunanetra, memasuki sekolah atau lingkungan baru merupakan saat yang kritis. Perasaan yang muncul dari dalam diri anak tunanetra bahwa dirinya berbeda dengan orang lain tentu akan menimbulkan reaksi-reaksi tertentu, bisa positif atau negatif.”
Menurut Sutjihati Somantri (2012: 84-85), anak tunanetra yang mentalnya tidak siap dalam memasuki sekolah sering gagal dalam mengembangkan kemampuan sosial. Bila kegagalan tersebut dibiarkan, anak tunanetra akan menunjukkan reaksi-reaksi yang negatif, seperti menghindari kontak sosial, menarik diri, dan apatis.
Advertisement