Liputan6.com, Jakarta Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Helen Keller Yogyakarta Fransiska Rina Wigati. S. Pd menceritakan pengalamannya dalam mendidik anak-anak dengan disabilitas ganda.
SLB Helen Keller sendiri merupakan sekolah sekaligus asrama bagi anak-anak berkebutuhan khusus agar memiliki keterampilan sederhana. Kebanyakan anak di sekolah tersebut menyandang tuli sekaligus disabilitas lainnya seperti low vision, tunanetra, autisme, dan kesulitan belajar.
Baca Juga
“Kami menggunakan sistem kalender, jadi anak-anak berkomunikasi tidak dengan tulisan tapi dengan benda konkret seperti miniatur atau potongan kecil dari benda aslinya. Mereka tidak bisa membaca dan menulis jadi benda konkret ini yang jadi alat komunikasi,” ujar Fransiska dalam lokakarya di Yogyakarta, Senin (9/11/2020).
Advertisement
Bagi anak yang tunanetra dan tuli total Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) digunakan dengan cara hand in hand. Dengan demikian, jari dan tangan menjadi pengganti fungsi mata dan telinga.
“Kami juga menggunakan komunikasi total jadi apapun yang bisa digunakan oleh anak untuk berkomunikasi maka kami maksimalkan sesuai dengan kondisi mereka masing-masing.”
Simak Video Berikut Ini:
Kurikulum yang Digunakan
SLB Helen Keller menerapkan kurikulum KTSP 2013 bagi siswa-siswi tanpa hambatan intelektual.
“Kurikulum yang kami pakai untuk anak dengan hambatan intelektual adalah kurikulum fungsional. Ada juga program transisi karena anak-anak tidak selamanya akan tinggal bersama kami mereka akan kembali pada keluarganya.”
Program transisi yang dilakukan sekolah tersebut adalah melihat potensi yang ada di keluarganya. Fransiska dan jajarannya mendatangi rumah siswa dan melihat apa yang bisa dijadikan sumber pekerjaan anak.
“Misalkan di rumahnya ada kolam ikan, mungkin ke depannya dia bisa mengelola ikan lele. Lalu kami buatkan kolam kecil di sekolah untuk melatihnya mengelola ikan lele sehingga ketika di rumah dia benar-benar siap.”
Bagi anak-anak yang memiliki hambatan fungsional mereka sama sekali tidak dapat membaca dan menulis.
“Sampai meneteskan darah pun mereka tidak akan mampu, kita tidak paksa. Tapi kita mengajari mereka hal-hal fungsional yang berguna bagi hidup mereka. Sederhana, mungkin hanya menjemur baju, menyiram tanaman, menata sendok, hal sederhana seperti itu kalau tidak dilatih mereka tidak tahu dan tidak akan bisa,” pungkasnya.
Advertisement