Dampak Negatif jika Penyandang Disabilitas Mental Berhenti Minum Obat Mendadak

Penyandang disabilitas mental tidak disarankan untuk menghentikan konsumsi obat rutin secara sembarangan karena dapat memicu berbagai dampak negatif.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 05 Feb 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi Disabilitas Mental
Ilustrasi Disabilitas Mental. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas mental tidak disarankan untuk menghentikan konsumsi obat rutin secara sembarangan karena dapat memicu berbagai dampak negatif.

Hal ini disampaikan dr. M. Dejandra Rasnaya dari Klikdokter. Menurutnya, dampak negatif itu bisa timbul dengan gejala beragam sesuai disabilitas mental yang disandang seperti skizofrenia dan depresi.

Dampak Negatif Pada Pasien Skizofrenia

Menurut Dejandra, gangguan jiwa yang dilaporkan paling sering ditemui adalah skizofrenia. Gangguan kejiwaan ini sering ditandai dengan gejala psikosis, berupa delusi atau keyakinan yang tidak nyata.

Selain itu, halusinasi (melihat atau mendengar bisikan yang sebetulnya tidak ada), ilusi, menurunnya kemampuan menilai realita, paranoid, berperilaku agresif, mudah marah tanpa sebab, bicara tidak nyambung, dan lainnya bisa menandakan bahwa seseorang memiliki skizofrenia.

Skizofrenia membutuhkan pengobatan antipsikotik secara rutin untuk mengontrol berbagai gejala yang muncul, akibat ketidakseimbangan kandungan dopamin di otak.

“Ketika pasien skizofrenia berhenti mengonsumsi obat-obatannya, maka gejala-gejala psikosis tadi bisa kembali muncul, serta daya menilai realitasnya juga kembali terganggu,” kata Dejandra mengutip Klikdokter, Kamis (4/2/2021).

Bahkan, derajat gejala yang kembali datang tersebut bisa menjadi lebih parah, disertai dengan gangguan otot yang menyebabkan kesulitan dalam bergerak.

“Oleh karena itu, bila ingin menghentikan pengobatan skizofrenia, harus secara perlahan dan sesuai dengan anjuran dokter.”

Simak Video Berikut Ini

Dampak Negatif Pada Pasien Depresi

Depresi memiliki derajat keparahan yang berbeda-beda, kata Dejandra, mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Hal ini bergantung pada gejala yang dirasakan. Mulai dari perasaan sedih, malas beraktivitas, hingga adanya pikiran untuk bunuh diri.

Adanya depresi pada seseorang tidak boleh dianggap enteng yang mana butuh pengobatan dalam bentuk antidepresan. Obat-obatan antidepresan berfungsi untuk mengatur perasaan penderita.

“Ketika antidepresan pada penderita depresi dihentikan secara mendadak, maka gejala depresi yang timbul setelahnya bisa memburuk,” tambah Dejandra.

Kondisi ini juga dapat  meningkatkan dorongan dan keinginan untuk bunuh diri. Selain itu, gejala seperti mudah tersinggung, cemas, mual, nyeri kepala, cemas, dan insomnia juga mungkin terjadi.

Orang dengan gangguan jiwa perlu mengonsumsi obat secara rutin dan berhenti secara perlahan sesuai dengan instruksi dokter. Bila tidak, dampaknya bisa berbahaya, berupa perubahan perilaku, mental, serta pola pikir yang secara sosial akan lebih sulit diterima. Bila memang seharusnya obat-obatan dihentikan atau dosisnya dikurangi, psikiater tentu akan menyarankannya.

Dalam beberapa kasus, sering kali konsumsi obat-obatan butuh waktu tahunan. Ini karena sistem saraf pada setiap pasien berbeda-beda. Inilah yang menyebabkan upaya penyembuhannya tak sama.

Obat-obatan yang diresepkan oleh psikiater untuk orang dengan gangguan jiwa tidak boleh dikonsumsi asal atau dihentikan mendadak.

Pasalnya, bila ODGJ berhenti minum obat semaunya, kekambuhan atau efek samping yang kembali muncul bisa berbahaya.

“Selain itu, berikan juga dukungan kepada mereka dan ikut serta dalam menghilangkan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa untuk memaksimalkan penyembuhannya,” tutup Dejandra.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya